Salin Artikel

Kejanggalan Supres Jokowi soal Revisi UU KPK, Terburu-buru hingga Tak Libatkan KPK

Dengan adanya supres ini, maka revisi UU KPK mulai dibahas di lembaga legistlatif itu.

Namun, langkah tersebut disayangkan sejumlah pihak.

Koordinator Divisi Hukum dan Monitoring Peradilan Indonesia Corruption Watch (ICW) Tama Satrya Langkun menilai, terbitnya Supres ini membuat komitmen Jokowi pada pemberantasan korupsi dipertanyakan.

Dengan terbitnya Supres ini, pemerintah setuju untuk membahas revisi UU KPK bersama DPR.

Senada, Wakil Ketua KPK Laode M Syarif menganggap Supres Jokowi soal revisi UU KPK merupakan preseden buruk dalam ketatanegaraan Indonesia.

Menurut dia, DPR dan pemerintah berkonspirasi untuk melucuti kewenangan KPK.

Sementara itu, Komisioner Ombudsman Ninik Rahayu melihat kejanggalan dalam terbitnya Supres itu.

Dalam surat tersebut, Jokowi mengutus dua menterinya, Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly dan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN-RB) Syafruddin untuk membahas UU KPK bersama anggota dewan.

Ninik mengkritisi hanya dua menteri tersebut yang dilibatkan dalam pembahasan itu.

Bahkan, KPK tak ikut dilibatkan.

"Saya berpendapat bahwa keluarnya Supres revisi UU KPK ini menurut saya ada yang aneh. Selayaknya Supres revisi undang-undang lainnya, biasanya melibatkan kementerian/lembaga terkait," kata Ninik.

Ninik mencontohkan, untuk membahas RUU Penghapusan Kekerasan Seksual, kementerian untuk RUU Kesehatan, yang ditunjuk adalah Kementerian Kesehatan.

Tak libatkan KPK

Ninik mengatakan, seharusnya Presiden Jokowi memasukkan KPK sebagai lembaga yang berkepentingan dalam revisi ini.

Ninik meminta pembahasan revisi UU KPK ini melibatkan diskusi banyak pihak dan tidak terburu-buru.

Menurut dia, sesuai dengan pedoman penyusunan perundangan, pembahasan ini harus mempertimbangkan masukan dari masyarakat sipil dan berbagai pihak yang peduli dengan isu tersebut.

“Kalau melihat kebiasaannya, harusnya Surpres ini juga memasukkan KPK sebagai institusi yang terkena langsung dengan pembahasan revisi UU KPK. Harus hati-hati, jangan sampai ada cacat prosedur,” kata Ninik.

Di sisi lain, Ninik menilai semestinya revisi UU KPK didukung data yang kuat dan tidak gegabah.

Hal ini perlu diperhatikan guna menghindari adanya uji materi ketika revisi UU KPK itu nantinya ditetapkan.

"Karena, revisi ini menyangkut banyak aspek perubahan pada kewenangan KPK, hendaknya ada data dukung yang kuat, plus dan minus dengan kewenangan yang ada selama ini, tidak gegabah mengubah saja," kata Ninik.

Pakar hukum pidana Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar juga menganggap presiden terlalu gegabah dengan mengeluarkan Supres tersebut.

Kalaupun dikeluarkan di penghujung periode DPR saat ini, semestinya pembahasan juga melibatkan KPK.

“Seharusnya memang begitu, seharusnya KPK dan stakeholder yang lain harus diikutkan juga,” kata Fickar kepada Kompas.com, Jumat (13/9/2019).

Sikap pemerintah yang terburu-buru ini, kata Fickar, justru menimbulkan kesan bahwa revisi UU KPK memang ditujukan untuk melemahkan KPK.

Apalagi tanpa didahului kajian komperhensif yang melibatkan KPK dan pakar serta aktivis yang concern pada pemberantasan korupsi.

“Pembahasan ini terkesan terburu-buru, karena itu tidak keliru jika ada anggapan usulan perubahan ini dilakukan dengan niat negatif,” kata Fickar.

https://nasional.kompas.com/read/2019/09/13/13303921/kejanggalan-supres-jokowi-soal-revisi-uu-kpk-terburu-buru-hingga-tak

Terkini Lainnya

Prabowo: Saya Setiap Saat Siap untuk Komunikasi dengan Megawati

Prabowo: Saya Setiap Saat Siap untuk Komunikasi dengan Megawati

Nasional
Tak Setuju Istilah Presidential Club, Prabowo: Enggak Usah Bikin Club, Minum Kopi Saja

Tak Setuju Istilah Presidential Club, Prabowo: Enggak Usah Bikin Club, Minum Kopi Saja

Nasional
1.168 Narapidana Buddha Terima Remisi Khusus Waisak 2024

1.168 Narapidana Buddha Terima Remisi Khusus Waisak 2024

Nasional
Menteri AHY Usulkan Pembentukan Badan Air Nasional pada WWF 2024

Menteri AHY Usulkan Pembentukan Badan Air Nasional pada WWF 2024

Nasional
Hormati Jika PDI-P Pilih di Luar Pemerintahan, Prabowo: Kita Tetap Bersahabat

Hormati Jika PDI-P Pilih di Luar Pemerintahan, Prabowo: Kita Tetap Bersahabat

Nasional
Setiap Hari, 100-an Jemaah Haji Tersasar di Madinah

Setiap Hari, 100-an Jemaah Haji Tersasar di Madinah

Nasional
PDI-P Sebut Anies Belum Bangun Komunikasi Terkait Pilkada Jakarta

PDI-P Sebut Anies Belum Bangun Komunikasi Terkait Pilkada Jakarta

Nasional
KPK: Ada Upaya Perintangan Penyidikan dalam Kasus TPPU SYL

KPK: Ada Upaya Perintangan Penyidikan dalam Kasus TPPU SYL

Nasional
Prabowo Koreksi Istilah 'Makan Siang Gratis': Yang Tepat, Makan Bergizi Gratis untuk Anak-anak

Prabowo Koreksi Istilah "Makan Siang Gratis": Yang Tepat, Makan Bergizi Gratis untuk Anak-anak

Nasional
Giliran Cucu SYL Disebut Turut Menikmati Fasilitas dari Kementan

Giliran Cucu SYL Disebut Turut Menikmati Fasilitas dari Kementan

Nasional
Kinerja dan Reputasi Positif, Antam Masuk 20 Top Companies to Watch 2024

Kinerja dan Reputasi Positif, Antam Masuk 20 Top Companies to Watch 2024

Nasional
KPK Sita 1 Mobil Pajero Milik SYL yang Disembunyikan di Lahan Kosong di Makassar

KPK Sita 1 Mobil Pajero Milik SYL yang Disembunyikan di Lahan Kosong di Makassar

Nasional
Tak Setuju Kenaikan UKT, Prabowo: Kalau Bisa Biaya Kuliah Gratis!

Tak Setuju Kenaikan UKT, Prabowo: Kalau Bisa Biaya Kuliah Gratis!

Nasional
Lantik Pejabat Pimpinan Tinggi Pratama, Menaker Minta Percepat Pelaksanaan Program Kegiatan

Lantik Pejabat Pimpinan Tinggi Pratama, Menaker Minta Percepat Pelaksanaan Program Kegiatan

Nasional
Akbar Faizal Sebut Jokowi Memberangus Fondasi Demokrasi jika Setujui RUU Penyiaran

Akbar Faizal Sebut Jokowi Memberangus Fondasi Demokrasi jika Setujui RUU Penyiaran

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke