"Harus ada satu pendalaman investigasi. Jadi jangan sampai informasi-informasi ini berseliweran tidak jelas ya," kata Fadli saat ditemui di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (19/8/2019).
Para pemimpin pun harus duduk bersama untuk mengungkap akar masalah ini.
Informasi yang didapat Fadli, peristiwa ini bermula dari dugaan pembakaran bendera merah putih oleh mahasiswa asal Papua di Surabaya, Jumat (16/8/2019) lalu.
Oleh sebab itu, alangkah baiknya pihak yang terlibat di dalam peristiwa ini, termasuk para pimpinan, duduk bersama mendapat fakta yang sebenarnya terjadi.
"Lebih bagus kita mendengarkan dulu, mendudukkan dulu masalahnya seperti apa," ujar dia.
Ia sekaligus meminta seluruh pihak tidak membesar-besarkan masalah ini. Kerusuhan tak boleh meluas dan merugikan masyarakat banyak.
"Baiknya kita lihat ini (insiden di Asrama mahasiswa Papua) jangan terlalu dibesar-besarkan. Karena, menurut saya, kalau ini dibesarkan terus, tentu akan menyulut lebih banyak pertentangan, lebih banyak nanti konflik," kata politikus Partai Gerindra itu.
"Lebih bagus diberikan waktu untuk melakukan investigasi apa yang sesungguhnya terjadi. Kemudian kalau ada kesalahan, tentu diinikan (ditindak) sesuai hukum yang berlaku," lanjut dia.
Diberitakan, Sabtu (17/8/2019), polisi membawa paksa 43 mahasiswa asal Papua di Asrama Papua, Jalan Kalasan, Surabaya, ke Mapolrestabes Surabaya. Tindakan itu dilakukan setelah polisi menembakkan gas air mata serta menjebol pagar asrama terlebih dahulu.
Wakil Kepala Polrestabes Surabaya AKBP Leonardus Simarmata mengatakan, mahasiswa asal Papua diangkut untuk diperiksa terkait laporan adanya perusakan serta pembuangan bendera merah putih ke selokan di asrama mereka.
Belakangan, polisi mengembalikan mereka. Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigjen (Pol) Dedi Prasetyo memastikan, polisi memulangkan mereka karena tidak ditemukan adanya unsur pidana.
Tuntutan yang mereka usung adalah menolak diskriminasi dan persekusi terhadap mahasiswa Papua. Bahkan, mereka juga berteriak menolak rasisme.
Aksi unjuk rasa berubah kerusuhan. Pengunjuk rasa dengan membakar kantor Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Papua Barat di Jalan Siliwangi, Manokwari.
Selain Gedung DPRD, massa juga membakar sejumlah kendaraan roda dua dan roda empat.
Tidak hanya itu, massa juga melakukan pelemparan terhadap Kapolda Papua Barat dan Pangdam XVIII/Kasuari, yang datang untuk menenangkan massa.
Untuk menghentikan aksi anarkis tersebut, polisi terpaksa menembakan gas air mata.
Dedi memastikan, meski sempat terjadi kerusuhan, namun kepolisian dibantu TNI saat ini sudah berhasil mendinginkan massa di Manokwari.
Polri menerjunkan 7 SSK (Satuan Setingkat Kompi), sementara TNI menerjunkan 2 SKK untuk mengendalikan situasi di Manokwari.
"Untuk situasi, secara umum masih dapat dikendalikan oleh aparat kepolisian, baik Polda Papua Barat serta Polres di sekitar Manokwari bersama-sama TNI. Konsentrasi massa saat ini masih ada di satu titik saja, titik lain berhasil dikendalikan," ujar Dedi.
https://nasional.kompas.com/read/2019/08/19/13241121/rusuh-manokwari-fadli-zon-minta-investigasi-dimulai-dari-hal-ini