"Ada antrean yang menimbulkan kekisruhan. Hal itu disebabkan kesalahpahaman masyarakat seolah-olah siapa yang paling duluan membawa berkas ke sekolah diterima," ujar Suaedy dalam keterangan tertulisnya, Rabu (19/6/2019).
"Kemendikbud dan Dinas Pendidikan di daerah kurang gencar dalam mensosialisasikan Permendikbud yang baru sehingga masih menimbulkan kesalahpahaman ditengah-tengahmasyarakat," tambahnya.
Suaedy sangat menyesalkan terjadi kesalahpahaman itu. Menurut dia, Ombudsman menerima banyak aduan mengenai masalah antrean yang membludak ini.
Padahal, seharusnya pendaftaran telah dilakukan melalui sistem daring dan telah diatur zonasinya. Sementara berkas calon siswa dibawa ke sekolah dalam rangka verifikasi data.
Dia juga menambahkan mentalitas masyarakat dalam memilih sekolah favorit masih sangat kuat, sehingga pemerintah khususnya Kemendikbud dan Kemendagri agar bekerja sama dalam memberikan pengertian pada masyarakat.
"Mentalitas favoritisme itu disebabkan karena kurangnya penyebaran dan pemerataan fasilitas dan mutu sekolah di seluruh Indonesia, sehingga sebagian masyarakat mengkhawatirkan akan mutu pendidikan anaknya," kata dia.
Ombudsman mendukung sistem zonasi untuk pemerataan pendidikan, namun pemerintah perlu segera merealisasikan pemerataan fasilitas dan mutu pendidikan yang lebih konkret di Tanah Air. Pemerintah juga secara keseluruhan, perlu bekerja sama lebih koordinatif dengan pemerintah daerah dalam usaha pemerataan fasilitas dan mutu pendidikan.
https://nasional.kompas.com/read/2019/06/19/19433771/ombudsman-kemendikbud-kurang-gencar-sosialisasi-ppdb