Menurut Nicholay, pada sidang sengketa hasil Pilpres 2014 lalu, banyak saksi yang tidak bersedia hadir karena mengaku menerima ancaman dan tekanan.
Saat itu pasangan capres-cawapres Prabowo Subianto-Hatta Radjasa menggugat hasil pemilu yang dimenangkan rivalnya, pasangan Joko Widodo-Jusuf Kalla.
"Perihal masalah saksi-saksi, kenapa minta ke MK untuk memberikan perlindungan saksi. Pada tahun 2014 lalu, banyak saksi-saksi yang tidak dapat dan bersedia hadir karena memang berada di bawah ancaman dan tekanan," ujar Nicholay dalam sebuah diskusi di media center pasangan Prabowo-Sandiaga, di Jalan Sriwijaya, Jakarta Selatan, Senin (17/6/2019).
Dengan demikian, lanjut Nicholay, belajar dari Pilpres 2014, tim hukum Prabowo-Sandiaga mengajukan permohonan perlindungan saksi.
Namun, Nicholay mengaku saat ini belum ada ancaman atau tekanan yang diterima para saksi pasangan Prabowo-Sandiaga.
Ia mengatakan, permohonan perlindungan saksi merupakan bentuk antisipasi agar ancaman pada Pilpres 2014 tidak terulang.
"Sehingga mau tidak mau pada 2019 ini kami harus menempuh langkah hukum untuk menjamin keberadaan saksi-saksi," kata Nicholay.
"Ini kan pencegahan. Istilahnya deteksi dini untuk menghindari ancaman dan tekanan terjadi saat ini," ucapnya.
Sebelumnya, tim kuasa hukum Prabowo Subianto-Sandiaga Uno mendatangi LPSK untuk meminta perlindungan terhadap saksinya dalam sidang sengketa pemilu di MK.
Namun, LPSK ternyata tidak bisa memberi perlindungan tersebut dengan alasan terbentur undang-undang.
Ketua tim hukum, Bambang Widjojanto, akan mengirimkan surat kepada MK, meminta agar hakim mahkamah memerintahkan LPSK memberikan perlindungan bagi saksi dan ahli yang akan dihadirkan.
https://nasional.kompas.com/read/2019/06/17/17415151/tim-hukum-prabowo-pada-2014-banyak-saksi-yang-tak-hadir-di-mk-karena-dapat