Hal itu ia ungkapkan terkait tertangkapnya Hakim Pengadilan Negeri Balikpapan, Kayat, dalam operasi tangkap tangan (OTT) pada Jumat (3/4/2019).
Selain itu, Laode juga meminta MA bertindak tegas terhadap pelanggaran sekecil apapun yang dilakukan oleh hakim.
"Karena berulangnya hakim yang dijerat korupsi, KPK meminta keseriusan Mahkamah Agung melakukan perbaikan ke dalam dan bertindak tegas terhadap pelanggaran sekecil apapun, terutama untuk posisi Hakim dan pihak terkait lainnya," ujar Laode saat menggelar konferensi pers di gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Sabtu (4/5/2019).
Laode mengatakan, KPK akan membantu MA untuk melakukan perbaikan tersebut, sebagai bagian dari upaya menjaga institusi peradilan dari praktik korupsi.
"KPK akan membantu Mahkamah Agung RI untuk melakukan perbaikan tersebut sebagai bagian dari ikhtiar bersama untuk menjaga institusi peradilan kita dari virus korupsi," ucapnya.
Dalam kesempatan itu, Laode mengungkapkan rasa kecewanya terhadap hakim yang masih melakukan praktik korupsi.
Menurut Laode, korupsi yang dilakukan oleh penegak hukum merupakan bentuk korupsi yang jauh lebih buruk.
"KPK sangat kecewa dengan aparatur penegak hukum, khususnya hakim yang masih melakukan korupsi, apalagi diduga suap diberikan untuk membebaskan terdakwa dari ancaman pidana," kata Laode.
"Jika korupsi saja merupakan kejahatan yang luar biasa, maka korupsi yang dilakukan oleh penegak hukum kami pandang merupakan bentuk korupsi yang jauh lebih buruk," tutur dia.
Sebelumnya, KPK menetapkan Kayat sebagai tersangka dalam kasus tindak pidana korupsi. Kayat diduga menerima suap terkait penanganan perkara di PN Balikpapan pada 2018.
Selain Kayat, KPK juga menetapkan Sudarman dan seorang advokat bernama Jhonson Siburian. Keduanya diduga sebagai pihak pemberi suap.
Menurut Laode, pada tahun 2018, Sudarman dan dua terdakwa lain disidang di Pengadilan Negeri Balikpapan dengan Nomor Perkara: 697/Pid.B/2018/PN Bpp dalam kasus pemalsuan surat.
Setelah persidangan, Kayat bertemu dengan Jhonson Siburian yang merupakan pengacara Sudarman dan menawarkan bantuan dengan fee Rp 500 juta jika ingin bebas.
Saat itu, Sudarman belum bisa memenuhi permintaan Kayat tersebut. Namun Sudarman menjanjikan akan memberikan Rp 500 juta jika tanahnya yang ada di Balikpapan sudah laku terjual.
Desember 2018, Sudarman dituntut pidana 5 tahun penjara. Beberapa hari kemudian, Sudarman diputus lepas dengan tuntutan tidak diterima. Akibat putusan tersebut, Sudarman dibebaskan.
Kemudian, KPK menerima informasi bahwa akan ada penyerahan uang dari Jhonson Siburian ke Kayat di Pengadilan Negeri Balikpapan pada Jumat (3/5/2019).
Diduga penyerahan uang tersebut sebagai fee untuk membebaskan terdakwa Sudarman dari perkara pidana.
Dalam operasi tangkap tangan (OTT) tersebut, KPK menyita uang sebesar Rp 227.500.000 dari total Rp 500 juta yang dijanjikam oleh Sudarman.
Kayat, sebagai pihak yang diduga penerima suap, disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau huruf c atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UndangUndang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Sementara, Sudarman dan Jhonson Siburian, sebagai pihak yang diduga pemberi suap, disangkakan melanggar pasal 6 ayat (1) huruf a atau Pasal 13 UndangUndang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
https://nasional.kompas.com/read/2019/05/04/21515521/hakim-kembali-terjerat-kasus-korupsi-kpk-minta-ma-serius-lakukan-perbaikan