"Kalau perubahannya cukup di tingkat aturan pelaksana, kita ubah aturan pelaksananya saja," ujar Johnny di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis (25/4/2019).
Misalnya, ada kasus ratusan petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) yang meninggal dunia dalam proses pemilu. Johnny mengatakan hal itu terjadi karena beban kerja yang besar.
Solusinya, kata dia, bisa dengan menambah jumlah tempat pemungutan suara (TPS) dua kali lipat.
"Supaya waktu kerjanya menjadi lebih singkat," kata Johnny.
Dia mengakui konsekuensi dari solusi ini adalah bertambahnya anggaran. Selain itu, jumlah saksi yang disiapkan partai politik juga harus ditambah. Namun, masalah saksi bisa diantisipasi dengan menambah saksi dari pengawas pemilu.
"Bahwa semua punya implikasi terhadap biaya, iya. Semua pasti ada implikasi terhadap biaya dan demokrasi itu memang mahal," kata dia.
Johnny mengatakan evaluasi pemilu tidak perlu sampai merevisi undang-undang. Sebab jika UU direvisi, Johnny khawatir UU Pemilu tidak teruji dengan baik.
"Setiap pemilu kita melakukan revisi UU dan kita bergerak dari kelebihan UU yang satu ke UU yang lain, kita bergerak dari kelemahan UU yang satu ke kelemahan UU yang lain. Lalu kapan UU kita itu teruji dengan baik? Enggak akan bisa kalau setiap pemilu kita ganti UU-nya," ujar Johnny.
https://nasional.kompas.com/read/2019/04/25/19084991/evaluasi-pemilu-2019-sekjen-nasdem-sebut-tak-perlu-buru-buru-revisi-undang