Sebab, UU Pemilu tak memungkinkan KPU untuk mencetak tambahan surat suara bagi pemilih yang pindah TPS.
"Ya memang perlu dasar hukum baru," kata Baidowi kepada Kompas.com, Jumat (22/2/2019).
Baidowi mengatakan, ada tiga cara untuk membuat payung hukum baru untuk mengatasi kurangnya surat suara bagi pemilih yang pindah TPS ini. Pertama adalah dengan merevisi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
Kedua, dengan mengajukan uji materi UU tersebut ke Mahkamah Konstitusi. Ketiga, adalah dengan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perppu).
Cara terakhir ini dinilai memakan waktu paling singkat dan paling mungkin dilakukan, mengingat waktu pemungutan suara yang tinggal satu setengah bulan lagi.
"Yang tercepat adalah perppu. Namun demikian klausul perubahannya tidak hanya satu pasal, tapi juga pasal-pasal lain seperti yang dibatalkan MK," kata Baidowi.
Baidowi mengakui kurangnya surat suara untuk pemilih yang pindah TPS ini tidak diantisipasi sejak awal. Namun ia enggan menyalahkan pihak manapun atas permasalahan ini.
"Jadi sekarang ini bukan waktunya saling menyalahkan, tapi untuk mencari solusi kedepan," kata Baidowi.
Sebelumnya Komisioner KPU Viryan Azis juga menyinggung Perppu sebagai salah satu solusi untuk kekurangan surat suara. Viryan mengatakan, Perppu tentang pencetakan surat suara khusus pemilih DPTb bisa menjadi solusi atas persoalan ini.
"Bisa Perppu, bisa kesepakatan para pihak, tapi prinsipnya KPU penting karena ini hal sensitif membicarakan dengan pihak terkait," kata Viryan di kantor KPU, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (21/2/2019).
Menurut Viryan, opsi pembuatan Perppu paling mungkin dilakukan. Sebab, Undang-Undang tidak mengatur pencetakan surat suara untuk pemilih yang tercatat di DPTb, sehingga KPU tak bisa mencetak surat suara untuk pemilih tambahan.
Undang-Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu hanya mengatur pencetakan surat suara untuk daftar pemilih tetap ( DPT), yaitu sesuai dengan jumlah DPT ditambah 2 persen DPT per TPS.
KPU mencatat, jumlah pemilih yang pindah TPS mencapai 275.923 orang. Mereka dicatat ke Daftar Pemilih Tambahan (DPTb).
Di beberapa TPS, jumlah tersebut melebihi jumlah ketersediaan surat suara cadangan yang hanya dialokasikan sebesar 2 persen dari Daftar Pemilih Tetap (DPT) per TPS.
"Misalnya pemilih di satu TPS 300 (pemilih), kan dua persennya berarti (dialokasikan) 6 surat suara cadangan. Sementara berdasarkan data yang masuk dari laporan daerah, di sekitar situ misalnya ada yang DPTb-nya 300-500," ujar Komisioner KPU Viryan Azis di kantor KPU, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (21/2/2019).
"KPU mengalami kendala untuk penyediaan surat suaranya," tambahnya.
Sementara itu, Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu belum mengatur soal surat suara untuk pemilih yang berpindah Tempat Pemungutan Suara ( TPS) atau yang tercatat dalam Daftar Pemilih Tambahan (DPTb).
Undang-undang hanya mengatur pencetakan surat suara untuk pemilih yang tercatat dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT), ditambah 2 persen surat suara cadangan yang dihitung dari DPT per TPS.
Hingga saat ini, belum ditemukan solusi terkait kendala tersebut. Namun, KPU akan berkoordinasi dengan pihak terkait untuk menjamin hak pilih pemilih, termasuk mereka yang berpindah TPS.
https://nasional.kompas.com/read/2019/02/22/19065061/anggota-komisi-ii-sebut-perppu-cara-tercepat-atasi-kekurangan-surat-suara