Salin Artikel

Madrasah Antikorupsi Muhammadiyah Temukan Dugaan Politisasi Dana Bansos PKH

Wakil Direktur Madrasah Antikorupsi Muhammadiyah, Gufron mencontohkan temuan penyalahgunaan dana bansos program keluarga harapan (PKH).

"Ada laporan atau temuan masyarakat terkait penyelewengan atau ketidaknetralan pendamping PKH di Tangerang, dengan cara mengarahkan masyarakat penerima manfaat untuk memilih caleg tertentu," kata dia dalam diskusi bertajuk 'Dana Bansos dan Pemilu' di KeKini, Jakarta, Jumat (15/2/2019).

Ia bersyukur, saat itu, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) setempat menindaklanjuti temuan itu melalui koordinasi dengan dinas sosial setempat.

Menurut dia, hal itu tak hanya terjadi di wilayah Tangerang. Gufron menyatakan, ada indikasi yang sama terjadi di daerah lainnya, seperti di Purworejo dan Makassar. Salah satu bentuknya berupa intimidasi dari pendamping PKH kepada keluarga penerima manfaat (KPM).

"Ada intimidasi pendamping PKH supaya masyarakat penerima manfaat untuk memilih caleg tertentu karena dia merasa punya kewenangan karena kalau saudara tidak memilih caleg yang dia sodorkan ya tidak ada dapat program, itu ancamannya," kata dia.

Kemudian, kata Gufron, ada pendamping PKH yang membagikan benda-benda yang mengandung unsur kampanye calon tertentu. Selain itu, ada pendamping PKH yang memfasilitasi caleg untuk melakukan pertemuan terbatas dengan masyarakat penerima manfaat setempat.

"Nah ini masalah, yang sangat harus kita antisipasi. Walaupun kami percaya Kemensos menyatakan netral dan sudah warning jangan sampai disalahgunakan untuk politik, kalau pendamping PKH melakukan itu, pecat, kan gitu. Tapi di lapangan siapa bisa jamin? Ini perlu peran serta masyarakat, perlu mencermati soal dana bansos," ujar dia.

Potensi penyalahgunaan dana bansos juga dikhawatirkan peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Almas Sjafrina. Ia menyatakan, dana bansos merupakan kebijakan populis yang bisa dimanfaatkan oleh pihak-pihak tertentu.

Menurut dia, ada tiga bentuk penyalahgunaan dana bansos. Petama, distribusi dana bansos rawan tidak tepat sasaran.

"Diberikan kepada orang yang tidak berhak atau tidak sesuai dengan peraturan dan sesuai latar belakang kenapa ada anggaran bansos," kata Almas.

Kedua, dana bansos rawan dikorupsi. Almas berkaca pada sejumlah kasus korupsi dana bansos yang ditangani lembaga penegak hukum. Salah satunya kasus korupsi dana bansos yang melibatkan mantan Gubernur Sumatera Utara Gatot Pujo Nugroho.

"Kemudian ketiga, dipolitisasi, nah dipolitisasi ini kita bisa lihat dari beberapa hal dilihat dari momentumnya, aktor-aktor yang terlibat dan dari anggaran," kata dia.

"Bicara soal bansos dalam konteks pemilu, undang-undang kita sudah jelas, UU Pemilu. Jangankan soal kebijakan dan anggaran, fasilitas negara saja dilarang digunakan untuk kampanye apalagi anggaran. Ini kan sangat dilarang," sambungnya.

Almas mengingatkan, pihak-pihak yang terkait dengan dana bansos tak boleh menyalahgunakan dana tersebut untuk kepentingan politik. Sebab, hal itu akan menimbulkan persaingan politik yang tidak sehat.

Selain itu dana bansos sudah sepatutnya benar-benar disalurkan secara merata kepada para penerima yang telah ditetapkan berdasarkan aturan. Dana bansos, kata Almas, harus ditujukan untuk mendongkrak kualitas kehidupan para penerimanya.

"Jadi jelas bahwa dilarang atau tidak boleh anggaran-anggaran negara termasuk di dalamnya bansos digunakan kepentingan politik apalagi kepentingan pemenangan," kata Almas.

https://nasional.kompas.com/read/2019/02/15/19573171/madrasah-antikorupsi-muhammadiyah-temukan-dugaan-politisasi-dana-bansos-pkh

Terkini Lainnya

Istana Disebut Belum Terima Draf Revisi UU Kementerian Negara

Istana Disebut Belum Terima Draf Revisi UU Kementerian Negara

Nasional
Grace dan Juri Jadi Stafsus, Ngabalin Sebut Murni karena Kebutuhan Jokowi

Grace dan Juri Jadi Stafsus, Ngabalin Sebut Murni karena Kebutuhan Jokowi

Nasional
Revisi UU Kementerian Disetujui, RUU Perampasan Aset Hilang

Revisi UU Kementerian Disetujui, RUU Perampasan Aset Hilang

Nasional
[POPULER NASIONAL] Babak Baru Kasus Vina Cirebon | 'Crazy Rich' di Antara 21 Tersangka Korupsi Timah

[POPULER NASIONAL] Babak Baru Kasus Vina Cirebon | "Crazy Rich" di Antara 21 Tersangka Korupsi Timah

Nasional
Tanggal 21 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 21 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kemendikbud Sebut Kuliah Bersifat Tersier, Pimpinan Komisi X: Tidak Semestinya Disampaikan

Kemendikbud Sebut Kuliah Bersifat Tersier, Pimpinan Komisi X: Tidak Semestinya Disampaikan

Nasional
Wapres Minta Alumni Tebuireng Bangun Konsep Besar Pembangunan Umat

Wapres Minta Alumni Tebuireng Bangun Konsep Besar Pembangunan Umat

Nasional
Khofifah-Emil Dardak Mohon Doa Menang Pilkada Jatim 2024 Usai Didukung Demokrat-Golkar

Khofifah-Emil Dardak Mohon Doa Menang Pilkada Jatim 2024 Usai Didukung Demokrat-Golkar

Nasional
Pertamina Raih Penghargaan di InaBuyer 2024, Kado untuk Kebangkitan UMKM

Pertamina Raih Penghargaan di InaBuyer 2024, Kado untuk Kebangkitan UMKM

Nasional
Soal Isu Raffi Ahmad Maju Pilkada 2024, Airlangga: Bisa OTW ke Jateng dan Jakarta, Kan Dia MC

Soal Isu Raffi Ahmad Maju Pilkada 2024, Airlangga: Bisa OTW ke Jateng dan Jakarta, Kan Dia MC

Nasional
Cegah MERS-CoV Masuk Indonesia, Kemenkes Akan Pantau Kepulangan Jemaah Haji

Cegah MERS-CoV Masuk Indonesia, Kemenkes Akan Pantau Kepulangan Jemaah Haji

Nasional
Dari 372 Badan Publik, KIP Sebut Hanya 122 yang Informatif

Dari 372 Badan Publik, KIP Sebut Hanya 122 yang Informatif

Nasional
Jemaah Haji Indonesia Kembali Wafat di Madinah, Jumlah Meninggal Dunia Menjadi 4 Orang

Jemaah Haji Indonesia Kembali Wafat di Madinah, Jumlah Meninggal Dunia Menjadi 4 Orang

Nasional
Hari Keenam Penerbangan, 34.181 Jemaah Haji tiba di Madinah

Hari Keenam Penerbangan, 34.181 Jemaah Haji tiba di Madinah

Nasional
Jokowi Bahas Masalah Kenaikan UKT Bersama Menteri Pekan Depan

Jokowi Bahas Masalah Kenaikan UKT Bersama Menteri Pekan Depan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke