Juru bicara KPK Febri Diansyah memandang, kesepakatan itu berperan strategis dalam mendukung penanganan tindak kejahatan, seperti korupsi. Kesepakatan ini, kata dia, salah satunya bisa mempersempit para pelaku yang gemar menyembunyikan asetnya di luar negeri.
"Dengan semakin lengkapnya aturan internasional, maka hal tersebut akan membuat ruang persembunyian pelaku kejahatan untuk menyembunyikan aset hasil kejahatan dan alat bukti menjadi lebih sempit," ujar Febri dalam keterangan tertulis, Rabu (6/2/2019).
Dengan demikian, perjanjian MLA ini bisa memudahkan KPK menangani kejahatan korupsi transnasional agar aset hasil kejahatan pelaku bisa terlacak.
"Selain karena korupsi dan kejahatan keuangan lainnya sudah bersifat transnasional dan lintas negara, perkembangan teknologi Informasi juga semakin tidak mengenal batas negara," kata dia.
Ia pun mencontohkan, beberapa kasus yang ditangani melalui kerja sama bilateral, mulitelateral serta konvensi United Nations Convention Against Corruption (UNCAC) dan United Nations Convention Against Transnational Organized Crime (UNTOC).
Kasus itu seperti kasus korupsi kartu tanda penduduk berbasis elektronik (E-KTP), Innospec, Alstom, hingga kasus mantan Direktur Utama Garuda Emirsyah Satar.
"KPK berharap, selain adanya perjanjian MLA dengan berbagai negara termasuk Swiss, integritas serta kapasitas penegak hukum juga perlu ditingkatkan. Karena proses identifikasi mulai penyelidikan hingga penuntutan sangat penting untuk bisa menemukan adanya alat bukti atau hasil kejahatan yang berada di luar negeri," kata Febri.
Setelah melalui dua kali putaran perundingan, di Bali pada tahun 2015 dan di Bern, Swiss, pada tahun 2017, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna Laoly menandatangani Perjanjian Mutual Legal Assistance (MLA) dengan Menteri Kehakiman Swiss, Karin Keller-Sutter.
Yasonna mengatakan, perjanjian MLA ini bisa digunakan untuk memerangi kejahatan di bidang perpajakan (tax fraud).
Perjanjian yang terdiri dari 39 pasal ini antara lain mengatur bantuan hukum mengenai pelacakan, pembekuan, penyitaan hingga perampasan aset hasil tindak kejahatan.
Ruang lingkup bantuan timbal balik pidana yang luas ini merupakan salah satu bagian penting dalam rangka mendukung proses hukum pidana di negara peminta.
Perjanjian ditandatangani menganut prinsip retroaktif atau memungkinkan untuk menjangkau tindak pidana yang telah dilakukan sebelum berlakunya perjanjian sepanjang putusan pengadilannya belum dilaksanakan.
Hal ini sangat penting guna menjangkau kejahatan yang dilakukan sebelum perjanjian ini.
Perjanjian MLA RI-Swiss merupakan perjanjian MLA yang ke 10 yang telah ditandatangani oleh Pemerintah RI (Asean, Australia, Hong Kong, RRC, Korsel, India, Vietnam, UEA, dan Iran), dan bagi Swiss adalah perjanjian MLA yang ke 14 dengan negara non-Eropa.
https://nasional.kompas.com/read/2019/02/07/06384251/kpk-apresiasi-perjanjian-mla-indonesia-swiss
Periksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & Ketentuan