Salin Artikel

Facebook Menghapus Akun Hoaks, Prestasi atau Tragedi?

Saya ingat dengan jelas, hampir genap 1 tahun lalu ketika artikel saya mengangkat masalah regulasi siber (Strategi Mitigasi Konflik Isu Identitas, 26 Februari 2018) dan pada hari ini, akhirnya kebijakan regulasi tersebut dieksekusi.

Apakah langkah itu prestasi atau tragedi? Untuk menjawabnya kita harus melihat dari beberapa aspek, dampak kerugian dan efektivitas.

Dampak virus hoaks

Dari segi dampak kerugian, domino effect dari kejahatan siber seperti jaringan Saracen sulit dikalkukasi secara angka. Meksipun demikian, masyarakat bisa merasakan viralnya hingga saat ini. Ibarat virus yang dilepas, penyakit yang diderita masih menjadi wabah.

Dari keterangan Facebook, setelah jaringannya dianalisis, jumlah pengikut akun yang terkait lebih dari 170.000 orang. Selain itu, 65.000 orang mengikuti akun Instagram yang terkait dengan jaringan Saracen.

Dari sumber Facebook Neswroom yang diliput Kompas.com "Facebook Hapus Ratusan Akun Saracen di Indonesia" pada 1 Februari 2019, Facebook menghapus 207 halaman, 800 akun, 546 grup serta 208 akun Instagram yang memiliki hubungan dengan Saracen.

Penghapusan itu dilakukan setelah Facebook melakukan analisis berdasarkan perilaku tidak otentik yang terorganisasi (coordinated inauthentic behavior/CIB).

Jika dikalkulasi, skenario terburuk penyebaran disinformasi melalui halaman Facebook diperkirakan dapat mencapai hingga 35 juta orang. Jika kita ibaratkan ujaran kebencian seperti senjata biologis, maka 35 juta orang akan menjadi korban virus tersebut.

Lebih parah lagi, ujaran kebencian yang telah terlontar di dunia maya sekali dilepas dan dibaca, tidak dapat ditarik kembali, menempel pada memori setiap orang yang telah membacanya.

Meskipun orang dapat menyaring dan menolak meyakini informasi tertentu, tetapi ini hanya terjadi pada kasus orang dengan literasi internet yang tinggi atau well informed person.

Karenanya, dampak kerugian yang belum terhitung adalah dampak hoaks terhadap psikologi massa atau masyarakat.

Dengan penutupan sumber akun dan jejaringnya, minimal produksi informasi terhenti terlebih dahulu. Kepercayaan terhadap platform social media bisa jadi tidak kembali normal, namun setidaknya tanggung jawab moral Facebook terpenuhi.

Efektivitas penghapusan

Dari segi efektivitas, penghapusan akun sangat bisa diperdebatkan karena pepatah "mati satu, tumbuh seribu".

Jadi, yang perlu diperhatikan selain penghapusannya rekam jejak akun hoaks, Facebook harus mengubah algoritmanya yang terlalu berorientasi pada jumlah dan memperketat community guideline.

Mesin pintar algoritma Facebook dan social media lainnya harus ditinjau ulang karena celah mesin kalkulasi inilah yang membuka kesempatan untuk dapat diselewengkan.

Tidak mungkin beban pengawasan dibebankan semata-mata kepada setiap pengguna yang tidak memiliki wewenang untuk melakukan tindakan.

Contoh dari pengalaman pribadi, bobot frekuensi Likes lebih dipentingkan daripada konten ataupun Report untuk membuat sebuah akun direview oleh community guideline.

Karena jumlah laporan sudah ribuan bahkan jutaan setiap hari, Facebook membuat bot lain untuk melakukan analisis teks terhadap kata-kata atau istilah tertentu yang dapat diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris.

Dalam hal ini, konteks dan istilah lokal tidak dapat ditangkap oleh bot algoritma dan jika ujaran kebencian dilakukan dengan menggunakan kata-kata positif maka tidak akan dapat tertangkap.

Facebook seyogianya berinvestasi untuk membangun mesin pembaca report agar lebih peka terhadap konteks lokal masing-masing negara.

Apresiasi

Sudah bukan rahasia umum lagi bahwa Facebook dan social media lainnya adalah ibarat pisau yang dapat mengubah tatanan sosial menjadi lebih baik.

Namun di sisi lain, dapat menjadi petaka ketika digunakan oleh jari-jari yang tidak bertanggung jawab.

Sejak skandal penyalahgunaan data Facebook oleh perusahaan konsultan politik, Cambribge Analytica, pada tahun 2018, meskipun pendiri Facebook Mark Zuckerberg meminta maaf kepada publik di hadapan Kongres Amerika Serikat, tetapi data yang telah terambil telah terolah, telah disalahgunakan, dan tidak dapat dihalangi penyebaran dan penggunaannya.

Seluruh perusahaan media informasi, terutama Facebook, terkenal selalu bersembunyi di balik argumen kebebasan berbicara dan ekspresi.

Namun, ketika kebebasan berekspresi tersebut disalahgunakan oleh kelompok tertentu, mereka tidak melakukan apa pun karena yang paling penting adalah angka pengguna, viewers, likes dan sejenisnya.

Dalam konteks ini, penghapusan akun Saracen dan rekam jejaknya adalah tindakan yang patut diapresiasi dari Facebook, tentunya hanya untuk kasus yang telah terbukti oleh aparat berwenang sebagai akun sumber penyebaran hoaks dan ujaran kebencian.

Pengawasan negara dan masyarakat

Facebook dan perusahaan social media lainnya bukanlah perusahaan kebal hukum. Mereka hanyalah salah satu dari entitas perusahaan yang seyogianya mengikuti peraturan masing-masing negara di mana mereka beroperasi dan konvensi internasional akan kode etik penyebarluasan informasi.

Dalam hal ini, menurut saya pribadi, apa yang dilakukan Facebook adalah langkah awal yang patut diapresiasi.

Dengan penghapusan ini, Facebook menunjukkan dirinya sebagai perusahaan yang memiliki tanggung jawab moral terhadap pengguna di seluruh negara dan kepentingan lebih besar.

Namun, penghapusan akun juga berpotensi menjadi tragedi jika Facebook atau social media lainnya tidak memiliki fungsi pengawasan internal yang dapat mencegah penyebaran informasi palsu.

Karena itu, pengawasan oleh negara dan masyarakat tetap sangat dibutuhkan karena informasi yang dikelola oleh perusahaan media sosial, memiliki dampak yang menyentuh seluruh aspek kehidupan (dari ideologi, ekonomi, sosial kemasyarakatan, hingga pertahanan keamanan).

Mari kita bersama-sama mengawasi kesehatan wadah media sosial agar keharmonisan sosial terjaga antarsesama, baik di dunia nyata maupun maya.

https://nasional.kompas.com/read/2019/02/07/06070031/facebook-menghapus-akun-hoaks-prestasi-atau-tragedi-

Terkini Lainnya

Jokowi Sebut Penyusunan Kabinet Mendatang Hak Prerogatif Prabowo

Jokowi Sebut Penyusunan Kabinet Mendatang Hak Prerogatif Prabowo

Nasional
Temui Warga Aceh Usai Pilpres, Cak Imin Janji Lanjutkan Perjuangan

Temui Warga Aceh Usai Pilpres, Cak Imin Janji Lanjutkan Perjuangan

Nasional
Timnas Akan Hadapi Guinea untuk Bisa Lolos ke Olimpiade, Jokowi: Optimistis Menang

Timnas Akan Hadapi Guinea untuk Bisa Lolos ke Olimpiade, Jokowi: Optimistis Menang

Nasional
KPK Sebut Penyidik Bisa Jemput Paksa Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor

KPK Sebut Penyidik Bisa Jemput Paksa Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor

Nasional
TNI AD Mulai Tanam Padi di Merauke, KSAD: Selama Ini Hasilnya Kurang Baik

TNI AD Mulai Tanam Padi di Merauke, KSAD: Selama Ini Hasilnya Kurang Baik

Nasional
KPK Mengaku Bisa Tangkap Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Kapan Saja

KPK Mengaku Bisa Tangkap Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Kapan Saja

Nasional
Abaikan PDI-P, MPR: Tak Ada Alasan untuk Tidak Lantik Prabowo-Gibran

Abaikan PDI-P, MPR: Tak Ada Alasan untuk Tidak Lantik Prabowo-Gibran

Nasional
Pemerintah Tegaskan Tak Ragu Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

Pemerintah Tegaskan Tak Ragu Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

Nasional
Tangani ODGJ di Sumba Timur, Mensos Risma Minta Pemda dan Puskesmas Lakukan Ini

Tangani ODGJ di Sumba Timur, Mensos Risma Minta Pemda dan Puskesmas Lakukan Ini

Nasional
Prabowo Ingin Bentuk 'Presidential Club', Jokowi Usul Pertemuannya Dua Hari Sekali

Prabowo Ingin Bentuk "Presidential Club", Jokowi Usul Pertemuannya Dua Hari Sekali

Nasional
Kelakar Hakim MK saat PKB Ributkan Selisih 1 Suara: Tambah Saja Kursinya...

Kelakar Hakim MK saat PKB Ributkan Selisih 1 Suara: Tambah Saja Kursinya...

Nasional
Prabowo Ingin Bentuk 'Presidential Club', Jokowi: Bagus, Bagus...

Prabowo Ingin Bentuk "Presidential Club", Jokowi: Bagus, Bagus...

Nasional
PPP Klaim Terjadi Perpindahan 5.958 Suara ke Partai Garuda di Dapil Sulawesi Tengah

PPP Klaim Terjadi Perpindahan 5.958 Suara ke Partai Garuda di Dapil Sulawesi Tengah

Nasional
Pernyataan Jokowi Bantah Bakal Cawe-cawe di Pilkada Diragukan

Pernyataan Jokowi Bantah Bakal Cawe-cawe di Pilkada Diragukan

Nasional
Komnas KIPI Sebut Tak Ada Kasus Pembekuan Darah akibat Vaksin AstraZeneca di Indonesia

Komnas KIPI Sebut Tak Ada Kasus Pembekuan Darah akibat Vaksin AstraZeneca di Indonesia

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke