"Ada dua anomali munculnya tabloid Indonesia Barokah. Ketika kita saat ini berbicara tentang propaganda di media sosial, tapi tabloid ini justru lewat media cetak yang disebarkan di masjid-masjid," kata Agus dalam diskusi bertajuk "Tabloid Indonesia Barokah: Karya Jurnalistik atau Kumpulan Opini?" di Hotel Peninsula, Jakarta, Rabu (30/1/2019).
Alih-alih mempropagandakan politik yang bertujuan meraih suara di pemilih mengambang (swing voters), lanjutnya, tabloid Indonesia Barokah justru menyasar ke pemilih religius yang sebagian besar sudah loyal terhadap capres-cawapresnya.
"Kenapa kampanyenya justru masuk ke pemilih loyal. Saya menduga ini merupakan upaya untuk mengecoh agar kita fokus terhadap pemilih loyal, bukan swing voters," ungkapnya kemudian.
Munculnya tabloid ini dinilai akan menaikkan jumlah pemilih golongan putih (golput). Sebab, yang diinginkan pemilih swing voters adalah propaganda kampanye yang kreatif di media sosial.
irektur Eksekutif Indonesia Public Institute Karyono Wibowo menambahkan, tabloid Indonesia Barokah memiliki konten yang lebih mengarah kampanye negatif, bukan kampanye hitam.
"Kampanye negatif karena tabloid ini menyampaikan sisi negatif salah satu kandidat pilpres, namun dengan fakta," kata Karyono.
Sebelumnya, Dewan Pers telah menyimpulkan bahwa tabloid Indonesia Barokah bukan merupakan produk jurnalistik sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.
“Pihak-pihak yang merasa dirugikan oleh Indonesia Barokah dipersilakan menggunakan UU lain di luar UU 40/1999 tentang Pers, karena dilihat dari sisi adminitrasi dan konten, Indonesia Barokah bukan pers,” kata Ketua Dewan Pers Yosep Adi Prasetyo dalam keterangan tertulisny, Selasa (29/1/2019) malam.
Kajian Dewan Pers juga menyatakan bahwa tulisan dan konten dalam rubrik laporan utama dan liputan khusus hanya memuat beberapa pernyataan dari narasumber yang telah dimuat oleh media siber lain.
Yosep Adi Prasetyo, yang biasa disapa Stanley, mengatakan, tulisan yang terdapat pada tabloid Indonesia Barokah memuat opini yang mendiskreditkan salah satu calon presiden tanpa melakukan verifikasi, klarifikasi ataupun konfirmasi kepada pihak yang diberitakan.
Ia menyebutkan, konfirmasi merupakan kewajiban media sebagaimana termaktub dalam kode etik jurnalistik.
https://nasional.kompas.com/read/2019/01/30/16044691/dua-anomali-dari-terbitnya-tabloid-indonesia-barokah