Peristiwa yang terjadi di Banyuwangi, Jember, dan Malang, Jawa Timur, tersebut menelan ratusan korban jiwa. Berdasarkan data Komnas HAM, terdapat 194 korban jiwa di Banyuwangi, 108 korban di Jember, dan 7 orang di Malang.
Rekomendasi kepada Presiden Jokowi disampaikan oleh Ketua Tim Penyelidikan kasus tersebut, Beka Ulung Hapsara, saat konferensi pers di Media Center Komnas HAM, Selasa (15/1/2019).
"Rekomendasi kepada Presiden misalnya Presiden mendukung dan memberikan komitmen penuh terhadap upaya-upaya pemulihan korban," kata Beka.
Beka mengungkapkan, korban dan keluarga masih ada yang bermukim di daerah tempat terjadinya peristiwa itu.
Menurut Komnas HAM, upaya pemulihan terhadap korban maupun keluarganya sudah dilakukan oleh pemerintah daerah. Namun, upaya tersebut dinilai belum sistematis.
Oleh karena itu, Beka berharap Jokowi dapat menunjukkan komitmennya untuk memberikan atau memfasilitasi pemulihan korban.
"Kami berharap dengan dukungan Presiden setelah ada laporan penyelidikan ini, Presiden memberikan komitmen (terhadap upaya pemulihan korban)," katanya.
Tak hanya kepada korban kasus dukun santet, Komnas HAM juga meminta Jokowi menjadikan pemulihan korban pelanggaran HAM serta tolok ukur realisasinya menjadi sebuah program nasional.
Kemudian, rekomendasi berikutnya untuk Jokowi adalah meminta maaf kepada korban peristiwa pelanggaran HAM berat tersebut.
Terakhir, mereka meminta Jokowi memerintahkan kementerian hingga pemerintah daerah untuk mengalokasikan anggaran dan sumber daya lainnya demi mendukung upaya pemulihan kepada korban.
Di sisi lain, Komnas HAM juga meminta DPR mendukung serta menyiapkan anggaran untuk upaya pemulihan tersebut.
"Kepada DPR, mendukung dan memberikan komitmen penuh terhadap upaya-upaya pemulihan korban pelanggaran masa lalu dan memastikan pengalokasikan anggaran dan progran pemulihan korban pelanggaran HAM berat masa lalu," jelas Beka.
Pembunuhan dan penganiayaan
Komnas HAM telah menyerahkan laporan penyelidikan kasus itu kepada Kejaksaan Agung (Kejagung) pada 14 November 2018.
"Pada 14 November 2018, kami dari Komnas HAM secara resmi menyerahkan laporan ke Jaksa Agung ke penyidik," ungkap Beka.
Penyelidikan kasus yang terjadi di Banyuwangi, Jember, dan Malang tersebut telah dilakukan sejak tahun 2015.
Kemudian, ketika terjadi pergantian pimpinan di tahun 2017, penyelidikan dilanjutkan oleh tim yang diketuai oleh Beka, yang juga merupakan Komisioner Komnas HAM periode 2017-2022.
Dalam laporan tersebut, Komnas HAM menjabarkan penemuan mereka terkait pola kejadian. Dimulai dengan unsur pra-kejadian yaitu berkembangnya isu tentang etnis China dan isu tentara yang berada di daerah tersebut.
Selain itu, mereka juga menemukan adanya radiogram dari Bupati Banyuwangi kala itu terkait daftar orang yang diduga sebagai dukun santet.
Unsur lainnya adalah adanya massa sebagai para pelaku, muncul orang asing di daerah itu, tanda-tanda di rumah milik target, hingga eskalasi isu yang mulai menyasar ninja dan orang gila.
Pada pihak aparat, Komnas HAM juga menemukan adanya pembiaran karena lambatnya tindakan aparat, padahal memiliki informasi terkait situasi di lapangan.
Atas temuan tersebut, Komnas HAM menemukan bukti permulaan yang cukup untuk menduga kasus tersebut sebagai bentuk pelanggaran HAM berat.
Bukti permulaan tersebut yaitu terdapat dua tindakan kejahatan, yaitu pembunuhan dan penganiayaan.
"Kesimpulan kami kemudian ada bukti permulaan yang cukup (terjadinya kejahatan terhadap kemanusiaan). Misalnya terkait dengan pembunuhan Pasal 7 huruf b jo Pasal 9 huruf a UU Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM," jelas Beka.
https://nasional.kompas.com/read/2019/01/16/08575231/rekomendasi-komnas-ham-kepada-presiden-jokowi-terkait-kasus-pembunuhan-dukun