Pada tahap pencalonan, Komisi Pemilihan Umum (KPU) tidak meloloskan eks koruptor sebagai caleg.
KPU berpegang pada Peraturan KPU (PKPU) Pasal 4 ayat 3 Nomor 20 Tahun 2018 yang melarang mantan napi korupsi mencalonkan diri sebagai anggota DPR.
Selain itu, Pasal 60 huruf j PKPU Nomor 26 Tahun 2018 tentang Perubahan Kedua atas PKPU Nomor 14 Tahun 2018 Tentang Pencalonan Anggota DPD yang melarang eks koruptor maju sebagai caleg DPD.
Merespons sikap KPU, sejumlah eks koruptor yang tak diloloska mengajukan gugatan sengketa ke Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).
Hasilnya, Bawaslu meloloskan belasan mantan napi korupsi sebagai caleg.
Mereka mengklaim berpegang pada Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 yang tidak menyebutkan larangan eks koruptor untuk menjadi wakil rakyat.
Saat itu, KPU menolak menjalankan putusan Bawaslu. KPU akan merevisi keputusannya soal pencalonan caleg eks koruptor jika hasil uji materi Mahkamah Agung (MA) menyatakan PKPU Nomor 20 Tahun 2018 bertentangan dengan Undang-Undang Pemilu.
Putusan MA anulir larangan eks koruptor "nyaleg"
Perjalanan caleg eks koruptor menempuh babak baru setelah MA mengeluarkan hasil uji materi mereka.
Dalam putusannya, MA menyatakan bahwa larangan mantan narapidana kasus korupsi menjadi caleg bertentangan dengan UU Pemilu.
Hal itu berlaku untuk PKPU Nomor 20 Tahun 2018 maupun PKPU Nomor 26 Tahun 2018.
Artinya, berdasarkan putusan MA, mantan napi korupsi diperbolehkan maju sebagai caleg.
Menindaklanjuti putusan MA tersebut, KPU akhirnya merevisi dua PKPU dan menghapus frasa larangan nyaleg untuk mantan napi korupsi.
Penetapan 41 caleg eks koruptor
KPU akhirnya melakukan penetapan caleg DPR dan DPD bersamaan dengan penetapan capres-cawapres.
Penetapan caleg juga dilakukan terhadap para caleg eks koruptor yang dinyatakan memenuhi syarat oleh KPU.
Total, ada 41 mantan narapidana korupsi yang ditetapkan sebagai caleg. Jumlah itu terdiri dari 38 caleg DPR dan 3 caleg DPD.
Dari 38 caleg DPR eks koruptor, 12 caleg maju di tingkat DPRD Provinsi dan 26 caleg DPRD Kabupaten/Kota.
Sebanyak 38 caleg tersebut diajukan oleh 13 dari total 16 partai politik peserta Pemilu 2019.
Tiga partai yang tak mencalonkan caleg eks koruptor antara lain Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Partai Persatuan Pembangunan (PPP), dan Partai Solidaritas Indonesia (PSI).
Saat pendaftaran bakal caleg, ada sejumlah caleg eks koruptor yang diusung PKB dan PPP. Namun, caleg-caleg tersebut ditarik mundur oleh partai, dan diganti dengan caleg yang tidak punya rekam jejak kasus korupsi.
Sementara PSI, sejak awal masa pendaftaran bakal caleg tidak mengajukan satu pun caleg mantan napi korupsi.
Di tingkat DPRD Provinsi, Partai Gerindra menjadi penyumbang caleg eks koruptor paling banyak, yaitu 3 orang.
Sedangkan di tingkat DPRD Kabupaten/Kota, Partai Demokrat paling banyak ajukan caleg eks koruptor, yaitu 4 orang.
Berikut daftar caleg eks koruptor DPRD Provinsi:
Daftar caleg eks koruptor DPRD Provinsi:
1. Partai Kebangkitan Bangsa: 0
2. Partai Gerindra: 3 orang
3. PDI Perjuangan: 0
4. Partai Golkar: 1 orang
5. Partai Nasdem: 0
6. Partaj Garuda: 0
7. Partai Berkarya: 2 orang
8. PKS: 0
9. Partai Perindo: 1 orang
10. Partai Persatuan Pembangunan (PPP): 0
11. Partai Solidaritas Indonesia (PSI): 0
12. Partai Amanat Nasional (PAN): 1 orang
13. Partai Hanura: 3 orang
14. Partai Demokrat: 0
15. Partai Bulan Bintang (PBB): 1 orang
16. PKP Indonesia: 0
Daftar caleg eks koruptor DPRD Kabupaten/Kota:
1. Partai Kebangkitan Bangsa: 0
2. Partai Gerindra: 3 orang
3. PDI Perjuangan: 1 orang
4. Partai Golkar: 3 orang
5. Partai Nasdem: 2 orang
6. Partai Garuda: 2 orang
7. Partai Berkarya: 2 orang
8. PKS: 1 orang
9. Partai Perindo: 1 orang
10. Partai Persatuan Pembangunan (PPP): 0
11. Partai Solidaritas Indonesia (PSI): 0
12. Partai Amanat Nasional (PAN): 3 orang
13. Partai Hanura: 2 orang
14. Partai Demokrat: 4 orang
15. Partai Bulan Bintang (PBB): 0
16. PKP Indonesia: 2 orang
https://nasional.kompas.com/read/2018/12/26/15244631/kaleidoskop-2018-polemik-pencalonan-caleg-eks-koruptor