“Kita melakukan penundaan eksekusi dengan pertimbangan persepsi keadilan yang berkembang dan terus berkembang di masyarakat,” ujar Kepala Pusat Penerangan Kejaksaan Agung Mukri melalui sambungan telepon kepada Kompas.com, Senin (19/11/2018).
Mukri menjelaskan, keputusan penundaan eksekusi diambil menyusul polemik yang berkembang di masyarakat bukan saja di level lokal, namun sudah dalam skala nasional.
Mukri mengungkapkan keputusan itu sudah melalui sejumlah pertimbangan di internal Kejaksaan Agung. Salah satu pertimbangannya adalah terkait persepsi keadilan.
“Dasar pertimbangan itulah (persepsi keadilan) kita lakukan diskusi dan kajian. Lebih urgent adalah pertimbangan persepsi keadilan itu,” tutur Mukri.
Surat permohonan penundaan eksekusi Bariq Nuril, kata Mukri, telah diterima Kejari Mataram.
Kejagung, lanjut Mukri, meminta, Baiq Nuril untuk segera melakukan peninjauan kembali (PK) atas putusan yang ia terima di Mahkamah Agung.
“Insyallaah kalau putusan PK (Peninjauan Kembali) sudah turun barulah kita eksekusi, karena sudah tidak ada upaya hukum lain,” tutur Mukri.
Di sisi lain, Mukri menjelaskan, terdakwa terbukti melakukan penyebaran informasi yang menyangkut tindakan kesusilaan.
Terdakwa terbukti melanggar Pasal 27 ayat (1) UU ITE 19 Tahun 2016 dengan hukuman enam bulan penjara dan denda Rp 500 juta subsider tiga bulan penjara.
“Yang bersangkutan atau Bariq Nuril itu mengetahui adanya suatu perselingkuhan kemudian dia rekam, rekaman itu oleh yang bersangkutan ditransfer ke laptop dan beredarlah itu ke publik,” jelas Mukri.
“Akhirnya orang yang keberatan terhadap informasi itu dilaporkanlah dan diproses,” sambung Mukri.
Nuril diputus bersalah setelah Mahkamah Agung (MA) memenangkan kasasi yang diajukan penuntut umum atas putusan bebas Pengadilan Negeri Mataram. MA memutuskan Nuril bersalah telah melanggar Pasal 27 ayat 1 UU ITE karena dianggap menyebarkan informasi elektronik yang mengandung muatan asusila.
“Sudah menjadi ketetapan di internal kami dalam standar operasional prosedur (SOP) terkait dengan putusan bebas itu maka jaksa wajib melakukan kasasi,” tutur Mukri.
Atas putusan tersebut, Nuril yang telah bebas terancam kembali dipenjara dengan hukuman enam bulan penjara dan denda Rp 500 juta.
Jika pidana denda tidak dibayar, maka diganti dengan pidana kurungan selama tiga bulan.
Kasus Nuril merebut simpati banyak pihak. Sebab, Baiq Nuril merupakan korban dalam kasus pelecehan seksual. Dia merasa dilecehkan atas telepon dari Kepala Sekolah yang menceritakan mengenai kehidupan seksualnya.
Dia terjerat UU ITE karena dianggap telah menyebarluaskan rekaman pembicaraan itu.
https://nasional.kompas.com/read/2018/11/19/22420301/kejagung-tunda-eksekusi-penahanan-baiq-nuril