Salah satunya adalah mendorong para pemakai narkoba tidak dimasukkan ke dalam lapas, namun cukup direhabilitasi.
"Persoalan kita adalah banyaknya napi narkoba. Kami hanya mendorong para pemakai jangan dimasukkan ke dalam (lapas). Pemakai atau pecandu itu harusnya direhabilitasi," ujar Yasonna di Kantor Kementerian Hukum dan HAM, Jakarta, Selasa (30/10/2018).
Yasonna mengatakan, pihaknya tengah membangun lapas khusus untuk narkoba.
Lapas yang dibangun nantinya dengan keamanan maksimum (super maksimum security) yang diperuntukkan untuk narapidana dengan risiko tinggi (high risk).
“Lapas maksimum security 1 orang 1 tidak ada sinyal dan 24 jam CCTV memantau mereka (narapidana narkoba),” ujar Menkumham.
Yasonna menjelaskan, untuk sementara ini pasca peristiwa kerusuhan di Mako Brimob banyak napi teroris dikirim ke Lapas Nusakambangan. Hal itu mengakibatkan, narapidana bandar narkoba belum bisa dipindahkan ke Lapas Nusakambangan.
“Lapas Batu yang sudah bisa sepenuhnya untuk bandar narkoba sementara ini diisi oleh napi teroris. Sekarang masih persis persiapan pembangunan lapas super maksimum security di Karanganyar, mungkin sudah 50 persen,” jelas Yasonna.
Yasonna mengatakan, pihaknya ingin mengubah paradigma lapas yang semula terkesan sebagai tempat yang “angker” menjadi tempat yang lebih humanis.
“Di Lapas kita dorong terus untuk meningkatkan program kemandirian napi dengan membina sebagai warga mandiri,” kata Yasonna.
Ia mencontohkan, kegiatan para narapidana yang bisa menciptakan produk kerajinan yang berbasis industri.
“Napi bisa buat band yang baik, napi-napi kita latih jadi barista. Membuat craft tas kulit, kerajinan tangan yang betul-betul,” tutur Yasonna.
https://nasional.kompas.com/read/2018/10/30/18450821/menkumham-dorong-para-pencandu-narkoba-tidak-dipenjara-tapi-direhabilitasi