Salin Artikel

Lemahnya Inspektorat dan Biaya Politik Mahal Dinilai Penyebab Korupsi 34 Kepala Daerah

Faktor utama yang dinilai menyebabkan korupsi kepala daerah adalah lemahnya pengawasan dan biaya politik yang terlalu mahal.

"Ini tentu merusak tujuan proses demokrasi lokal termasuk Pilkada serentak yang diharapkan dapat menghasilkan pemimpin yang lebih berorientasi pada kepentingan rakyat, bukan hanya mengumpulkan kekayaan pribadi dan pembiayaan politik," ujar Juru Bicara KPK Febri Diansyah melalui keterangan tertulis, Minggu (7/10/2018).

Penerimaan uang sebagai fee proyek merupakan modus yang menonjol pada hampir semua kasus yang melibatkan kepala daerah.

Ada juga beberapa kasus yang menerima uang terkait perizinan, pengisian jabatan di daerah dan pengurusan anggaran otonomi khusus.

Masyarakat dirugikan berkali-kali ketika praktik suap kepala daerah terus terjadi. Korupsi dalam proses pengadaan berisiko mengurangi kualitas bangunan, jembatan, sekolah, peralatan kantor, rumah sakit dan lain-lain yang dibeli.

Pengawasan internal

Penguatan aparat pengawas internal secara struktural dinilai semakin mendesak. Bukan hanya agar aparatur pengawas memahami bagaimana celah dan bentuk penyimpangan yang terjadi, tetapi juga revitalisasi posisi pengawas internal yang selama ini tersandera di bawah kepala daerah.

Pemerintah diminta segera membuat regulasi baru mengenai struktur pengawas internal agar tidak dikendalikan oleh kepala daerah.

Salah satunya, rancangan undang-undang sistem pengawasan internal daerah.

"Sulit membayangkan inspektorat yang diangkat dan diberhentikan kepala daerah kemudian dapat melakukan pengawasan terhadap atasannya tersebut, apalagi hingga penjatuhan sanksi," kata Febri.

Inspektorat yang lebih independen diharapkan dapat memetakan siapa saja pemegang proyek yang berulang kali menjadi pemenang tender di daerah.

Kemudian melakukan kajian sejak awal proses penganggaran, pengadaan hingga memfasilitasi keluhan dari masyarakat tentang adanya penyimpangan di sektor tertentu.

Butuh perhatian lebih dari Presiden dan DPR untuk menyusun aturan setingkat UU ini.

Biaya politik

Dalam beberapa kasus yang ditangani KPK, dapat diketahui bahwa biaya politik yang tinggi sebagai salah satu faktor pendorong korupsi kepala daerah.

Misalnya, beberapa pelaku mengakui mengumpulkan uang untuk tujuan pencalonan kembali, dan pengumpulan mantan tim sukses untuk mengelola proyek di daerah tersebut.

Menurut Febri, akuntabilitas sumbangan dana kampanye menjadi salah satu faktor krusial yang perlu diperhatikan.

Hubungan pelaku ekonomi dan politik yang tertutup rentan memicu persekongkolan dan penyalahgunaan wewenang saat kepala daerah menjabat.

"Utang dana kampanye tersebut berisiko dibayar oleh kepala daerah melalui alokasi proyek-proyek di daerah. Jika ini tidak diselesaikan, akan semakin sulit mengurai benang kusut korupsi politik di daerah," kata Febri.

https://nasional.kompas.com/read/2018/10/07/10381291/lemahnya-inspektorat-dan-biaya-politik-mahal-dinilai-penyebab-korupsi-34

Terkini Lainnya

Kemendikbud Sebut Kuliah Bersifat Tersier, Pimpinan Komisi X: Tidak Semestinya Disampaikan

Kemendikbud Sebut Kuliah Bersifat Tersier, Pimpinan Komisi X: Tidak Semestinya Disampaikan

Nasional
Wapres Minta Alumni Tebuireng Bangun Konsep Besar Pembangunan Umat

Wapres Minta Alumni Tebuireng Bangun Konsep Besar Pembangunan Umat

Nasional
Khofifah-Emil Dardak Mohon Doa Menang Pilkada Jatim 2024 Usai Didukung Demokrat-Golkar

Khofifah-Emil Dardak Mohon Doa Menang Pilkada Jatim 2024 Usai Didukung Demokrat-Golkar

Nasional
Pertamina Raih Penghargaan di InaBuyer 2024, Kado untuk Kebangkitan UMKM

Pertamina Raih Penghargaan di InaBuyer 2024, Kado untuk Kebangkitan UMKM

Nasional
Soal Isu Raffi Ahmad Maju Pilkada 2024, Airlangga: Bisa OTW ke Jateng dan Jakarta, Kan Dia MC

Soal Isu Raffi Ahmad Maju Pilkada 2024, Airlangga: Bisa OTW ke Jateng dan Jakarta, Kan Dia MC

Nasional
Cegah MERS-CoV Masuk Indonesia, Kemenkes Akan Pantau Kepulangan Jemaah Haji

Cegah MERS-CoV Masuk Indonesia, Kemenkes Akan Pantau Kepulangan Jemaah Haji

Nasional
Dari 372 Badan Publik, KIP Sebut Hanya 122 yang Informatif

Dari 372 Badan Publik, KIP Sebut Hanya 122 yang Informatif

Nasional
Jemaah Haji Indonesia Kembali Wafat di Madinah, Jumlah Meninggal Dunia Menjadi 4 Orang

Jemaah Haji Indonesia Kembali Wafat di Madinah, Jumlah Meninggal Dunia Menjadi 4 Orang

Nasional
Hari Keenam Penerbangan, 34.181 Jemaah Haji tiba di Madinah

Hari Keenam Penerbangan, 34.181 Jemaah Haji tiba di Madinah

Nasional
Jokowi Bahas Masalah Kenaikan UKT Bersama Menteri Pekan Depan

Jokowi Bahas Masalah Kenaikan UKT Bersama Menteri Pekan Depan

Nasional
KIP: Indeks Keterbukaan Informasi Publik Kita Sedang-sedang Saja

KIP: Indeks Keterbukaan Informasi Publik Kita Sedang-sedang Saja

Nasional
Digelar di Bali Selama 8 Hari, Ini Rangkaian Kegiatan World Water Forum 2024

Digelar di Bali Selama 8 Hari, Ini Rangkaian Kegiatan World Water Forum 2024

Nasional
Golkar Resmi Usung Khofifah-Emil Dardak di Pilkada Jatim 2024

Golkar Resmi Usung Khofifah-Emil Dardak di Pilkada Jatim 2024

Nasional
Fahira Idris: Jika Ingin Indonesia Jadi Negara Maju, Kuatkan Industri Buku

Fahira Idris: Jika Ingin Indonesia Jadi Negara Maju, Kuatkan Industri Buku

Nasional
Waspada MERS-CoV, Jemaah Haji Indonesia Diminta Melapor Jika Alami Demam Tinggi

Waspada MERS-CoV, Jemaah Haji Indonesia Diminta Melapor Jika Alami Demam Tinggi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke