Keempat anggota DPR tersebut adalah Wakil Ketua DPR Fadli Zon, Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah, Wakil Ketua Komisi II dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Mardani Ali Sera dan Anggota Komisi I Fraksi Partai Gerindra Rachel Maryam Sayidina.
Menurut Sugeng, seharusnya mereka tidak tergesa-gesa memberikan pernyataan kepada publik terkait kabar penganiayaan sebelum mendapat konfirmasi dari sumber lain, misalnya aparat kepolisian.
"Anggota dewan ini kan sarjana dan biasa bekerja sebagai pembentuk undang-undang. Sehingga mereka tahu ketika menyangkut suatu tindakan penganiayaan maka salurannya adalah polisi. Mereka harus koordinasikan ini kepada polisi, tidak kemudian menyatakan setuju dengan korban," ujar Sugeng saat ditemui di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (4/10/2018).
Seperti diketahui, kabar Ratna Sarumpaet dianiaya tersiar sejak Selasa (2/10/2018) kemarin. Kemudian hal itu dikonfirmasi oleh sejumlah politisi di kubu pendukung pasangan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno melalui pernyataan di media massa maupun media sosial.
Namun pada Rabu (3/10/2018) sore, Ratna mengakui bahwa cerita penganiayaan yang dialaminya hanya bohong belaka.
Sugeng menilai pernyataan anggota DPR soal penganiayaan Ratna tanpa menelusuri fakta mengakibatkan kegaduhan di tengah masyarakat. Pernyataan itu juga, kata Sugeng, berpotensi menimbulkan konflik horizontal.
"Kepercayaan publik terhadap lembaga DPR akan menurun. Ini adalah situasi yang harus mereka respons secara patut dan berdasarkan hukum bukan menyampaikan ke publik. Ini yang memperkeruh suasana," kata Sugeng.
"Jadi masyarakat tidak diedukasi. Mereka mengaduk pikiran masyarakat dengan prasangka," tuturnya.
Selain itu, Koalisi Advokat Pengawal Konstitusi melaporkan empat anggota DPR ke Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) atas dugaan pelanggaran kode etik terkait penyebaran kabar bohong penganiayaan Ratna Sarumpaet.
Keempat anggota DPR tersebut diduga melanggar Pasal 3 ayat (1) dan ayat (4) serta Pasal 9 ayat (2) Peraturan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Kode Etik DPR RI.
Kedua pasal tersebut intinya menyatakan anggota harus menghindari perilaku tidak pantas atau tidak patut yang dapat merendahkan citra dan kehormatan DPR baik didalam gedung DPR maupun di luar gedung DPR.
Selain itu, anggota DPR tidak diperkenankan berprasangka buruk atau bias terhadap seseorang atau suatu kelompok atas dasar alasan yang tidak relevan, baik dengan perkataan maupun tindakannya.
https://nasional.kompas.com/read/2018/10/04/19091681/advokat-kritik-sikap-empat-anggota-dpr-soal-pengakuan-ratna-sarumpaet