Ketiga aspek itu menyangkut perizinan dan tata niaga, keuangan negara, dan penegakan hukum serta reformasi birokrasi.
"Saya berharap walaupun ke tiga hal tadi, saya berharap rencana aksi nasional pencegahan korupsi, bisa mendorong perubahan yang mendasar dan signifikan bagi perkembangan kita ke depan," kata Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Agus Rahardjo dalam konferensi pers di gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Rabu (15/8/2018).
Ia mengungkapkan, upaya pemberantasan korupsi harus melibatkan banyak pihak. Sebab, ruang lingkup penanganan pemberantasan korupsi sangat luas di berbagai sektor.
Beberapa di antaranya seperti rekrutmen pegawai negeri sipil, independensi peradilan, pengadaan barang dan jasa, perizinan tambang hingga pemanfaatan anggaran negara.
"Ini kan hal-hal yang membutuhkan kerja sama. Karena KPK enggak mungkin sendirian. Ini kerja bersama. Sistem harus diperbaiki," katanya.
Agus juga menjamin keberadaan perpres ini tak berpengaruh pada independensi kinerja KPK. Sebab, dalam perpres ini, KPK memiliki posisi strategis dan terlibat aktif dalam menyusun rencana aksi nasional pencegahan korupsi.
Di sisi lain, Kepala Kantor Staf Presiden (KSP) Moeldoko menilai perpres ini merupakan terobosan baru di Indonesia. KPK, kata Moeldoko, menjadi koordinator dalam penyusunan strategi nasional pencegahan korupsi.
"KPK akan berkoordinasi dengan Bappenas, dengan Kemendagri untuk outcome di pemerintahan daerah, (Kementerian) PAN-RB untuk reformasi birokrasi dan KSP untuk agenda prioritas pembangunan," kata Moeldoko.
Perpres ini juga diharapkan mendorong keseimbangan penindakan dan pencegahan kejahatan korupsi yang dilakukan oleh KPK. Moeldoko melihat pencegahan korupsi justru akan lebih baik dibandingkan penindakan.
"Kalau penindakan kan mesti uangnya sudah hilang, diambil tuh. Tapi kalau pencegahan uangnya belum keambil," kata dia.
Moeldoko sepakat dengan pernyataan Agus, bahwa perpres ini bisa menghasilkan perubahan mendasar. Pertama, ia berharap adanya kemudahan dan transparansi dalam berusaha. Kedua, perbaikan indeks persepsi korupsi Indonesia yang belum membaik. Ketiga, perbaikan birokrasi pemerintahan dan aparaturnya.
Lebih fokus dan terkoordinasi
Sementara itu, Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro melihat perpres ini lebih fokus dibanding perpres sebelumnya. Dalam perpres ini ada tiga aspek yang menjadi permasalahan utama di Indonesia saat ini.
"Perpres lama fokusnya lebih banyak. Nah, kami coba buat lebih fokus sesuai arahan Bapak Presiden (Joko Widodo), bahwa presiden menginginkan pencegahan korupsi itu yang fokus pada kegiatan atau hal yang berpotensi menimbulkan korupsi," kata Bambang.
Ia juga menekankan perpres ini bisa mencegah korupsi dari akarnya. Sebab, perpres ini akan membuat pencegahan korupsi berlangsung sistematis dan terkoordinasi dengan baik bersama lembaga/kementerian terkait.
"Sehingga akhirnya apapun yang kami rencanakan dan diimplementasikan bisa berjalan mulus sesuai harapan, sesuai target yang sudah kami setting," kata dia.
"Ke depannya KPK diharapkan tidak lagi melakukan penindakan bukan karena KPK tidak mau, tapi karena korupsinya juga berkurang atau hilang," sambung dia.
Di sisi lain, Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo menilai persoalan mendasar yang ada di Indonesia, adalah rendahnya komitmen dan integritas di kalangan aparatur dan pejabat di pemerintahan pusat dan daerah. Sehingga, perlu penanganan sistematis dan terkoordinasi dengan baik.
Ia mengungkapkan, Kemendagri menemukan banyak kasus yang berkaitan dengan kejahatan korupsi di daerah, seperti penyalahgunaan wewenang, pernainan proyek fiktif, penyalahgunaan anggaran, laporan fiktif, serta suap dan gratifikasi.
"Mudah-mudahan perpres ini bisa lebih meningkatkan komitmen kita semua, karena ini permasalahan serius yang harus kita hadapi bersama," kata Tjahjo.
https://nasional.kompas.com/read/2018/08/15/14514221/perpres-tentang-pencegahan-korupsi-diharapkan-buat-perubahan-mendasar