Salin Artikel

Mengapa Jokowi Pilih Ma'ruf dan Prabowo Pilih Sandiaga?

Para ahli mengatakan, nama yang muncul adalah hasil dari kompromi politik para elite politik yang mengabaikan harapan para publik dan hasil survei.

Petahana Joko "Jokowi" Widodo, yang mendukung isu pluralisme dan pergerakan hak asasi manusia dalam pemilu 2014 kemarin, secara dramatis justru memilih pasangan calon wakil presiden dari golongan konservatif, yakni Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia Ma'ruf Amin.

Pengangkatan Ma'ruf mengejutkan banyak orang karena banyak yang mengira Jokowi akan memilih Mahfud MD, mantan Ketua Mahkamah Konstitusi yang juga pluralis Islam, sebagai pasangannya.

Di sisi lain, lawan Jokowi, mantan anggota militer Prabowo Subianto, akan maju dengan pengusaha yang terjun ke politik yakni Wakil Gubernur DKI Jakarta Sandiaga Uno.

Penunjukan Sandiaga tidaklah mengejutkan. Sebelumnya, Prabowo bertemu dengan Ketua Umum Partai Demokrat yang juga mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) tentang kemungkinan membentuk koalisi dan mencalonkan anak SBY, Agus Harimurti Yudhoyono sebagai pendamping Prabowo.

Kami menanyakan para ahli untuk menjelaskan apa yang terjadi di balik keputusan yang mendadak ini.

Kompromi elite partai

Burhanuddin Muhtadi
Pengajar bidang pemilihan umum (Pemilu) dan perilaku pemilih di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah

Jokowi memilih Maruf sebagai kompromi atas tuntutan dari partai-partai koalisinya. Saat ini Jokowi telah didukung oleh koalisi yang terdiri dari 9 partai, termasuk di dalamnya para pemain lama, yakni Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P), Partai Golkar, dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB).

Ma'ruf yang telah berumur 75 tahun dipilih karena sosoknya yang mungkin diterima oleh partai koalisi sebagai pasangan Jokowi. Mengingat usia tuanya, Ma'ruf tidak akan menjadi ancaman bagi mereka dalam Pemilu 2024 mendatang.

Berbeda dari Ma'ruf, Mahfud yang berusia lebih muda, 61 tahun, dapat menjadi ancaman potensial untuk partai politik (parpol) besar dalam pemilu selanjutnya. Pencalonan Mahfud sebagai wakil presiden dapat membuka jalan baginya untuk maju sebagai presiden dalam Pemilu 2024. Ini sesuatu yang ingin dihindari oleh beberapa parpol. Jika Jokowi memilih Mahfud, dia akan menanggung risiko kehilangan dukungan Golkar.

Sementara itu, Prabowo memilih Sandiaga sebagai jalan keluar dari jalan buntu antara partai koalisinya mengenai siapa calon wakil presiden yang tepat untuk mendampinginya.

Sandiaga adalah pilihan aman di tengah ketegangan antara Partai Demokrat (PD) yang menginginkan putra Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) sebagai pasangan calon Prabowo, dengan Partai Amanat Nasional (PAN) dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang menawarkan calon lain di luar partai politik yang lebih netral untuk mendapatkan suara lebih banyak.

Calon wakil presiden yang tepat untuk Jokowi sebenarnya Mahfud. Hasil survei menunjukkan bahwa elektabilitasnya lebih tinggi dibandingkan dengan kandidat lainnya. Sosoknya diterima oleh semua pemilih Muslim.


Pengalaman Mahfud dalam pemerintahan juga mampu menambal kekurangan pemerintahan Jokowi dalam agenda hukum dan antikorupsi.

Sementara itu, pasangan sempurna untuk Prabowo seharusnya adalah Agus. Agus dapat menarik para pemilih muda. Berdasarkan hasil survei, elektabilitasnya lebih tinggi dibandingkan Sandiaga. Tetapi, pada akhirnya, para elit politiklah yang menentukan calon wakil presiden Jokowi dan Prabowo.

Hal positif utama dari Ma'ruf bagi Jokowi adalah bahwa ia menghancurkan kemungkinan koalisi ketiga yang dapat mengurangi kemungkinan Jokowi menang.

Kedua, latar belakang kuat Ma'ruf sebagai pemimpin Muslim diharapkan dapat melindungi Jokowi dari kampanye hitam yang menggunakan agama yang dilakukan oleh saingannya pada pemilihan umum sebelumnya. Pada Pilpres 2014, kubu Prabowo melabeli Jokowi sebagai pemimpin yang kurang Islami karena agenda pluralismenya.

Jokowi dikenal tidak populer di kalangan pemilih Muslim karena pendekatan otoriternya terhadap kaum konservatif Muslim selama pemerintahannya kemarin. Untuk itu, penunjukan Ma'ruf diharapkan dapat memengaruhi para pemilih Muslim.

Meskipun demikian, Ma'ruf mungkin juga dapat merusak elektabilitas Jokowi di kalangan pendukung dari kelompok minoritas. Ma'ruf adalah satu dari tokoh yang menyebabkan mantan Gubernur DKI Jakarta, Basuki "Ahok" Tjahaja Purnama dipenjara karena kasus penodaan agama.

Sementara itu, kekuatan Sandiaga terletak pada latar belakang usia yang relatif muda yang diharapkan dapat memengaruhi para pemilih milenial. Sebagai seorang pengusaha yang sukses, Sandiaga mungkin juga menguntungkan Prabowo dalam hal dukungan keuangan untuk kampanye.

Antisipasi dari Jokowi

Nyarwi Ahmad
Direktur Presidential Studies di Departemen Pusat Penelitian Media Digital dan Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Politik, Universitas Gadjah mada

Pencalonan Ma'ruf adalah bagian dari langkah taktis Jokowi untuk menarik pemilih Muslim. Tampaknya Jokowi ingin menghentikan perang yang sama yang dilakukan Prabowo pada pemilihan sebelumnya terulang.

Ma'ruf dipilih karena dia telah dianggap sosok yang paling aman oleh pihak lain dalam koalisi Jokowi. Partai politik lainnya menerima pencalonan Ma'ruf karena ia tidak akan menjadi ancaman baru dalam pemilihan 2024 nanti.

Pengalaman Ma'ruf yang banyak di lembaga legislatif, pemerintahan, dan organisasi Muslim diharapkan dapat memaksimalkan mesin politik Jokowi untuk memenangkan pemilihan.

Meskipun begitu, latar belakang Ma'ruf tampaknya tidak cocok dengan figur nasionalis Jokowi. Dengan kata lain, co-branding Jokowi dan Ma'ruf di kalangan pemilih tidak cukup solid. Jokowi mungkin perlu membuat strategi untuk meyakinkan pemilih bahwa dia dan pasangannya mendukung agenda yang sama.

Penunjukan Sandiaga juga merupakan kompromi politik. Penunjukan Sandiaga adalah strategi Prabowo untuk memastikan bahwa koalisinya akan tetap utuh.

Keputusan Prabowo untuk memilih Sandiaga karena dia melihat sosok Sandiada yang bertolak belakang dengan Ma'ruf. Sandiaga adalah seorang pemuda dan pebisnis profesional.

Hal ini bisa mendongkrak popularitas Prabowo di kalangan pemilih muda. Para pemilih muda dengan jumlah total 70 juta pemilih atau sepertiga dari pemilih Indonesia adalah kunci memenangi pemilihan berikutnya.

Penunjukan Sandiaga juga dapat memperkuat kampanye politik di belakang #2019GantiPresiden yang diluncurkan oleh kubu Prabowo. Citra muda dan profesional Sandiaga akan menjadi antitesis sempurna bagi citra lama dan birokrat Jokowi.

Prabowo juga memilih Sandiaga lebih dari kandidat lain adalah karena koneksi bisnisnya yang dapat menjadi sumber keuangan yang besar untuk mendukung kampanyenya.

Ma'ruf sasar pemilih Muslim, Sandi incar milenial

Arya Fernandes
Peneliti Centre for Strategic and International Studies (CSIS)

Perubahan skenario politik dalam pencalonan wakil presiden menunjukkan upaya pasangan calon untuk menjawab tantangan politik eksternal saat kampanye nanti.

Jokowi dihadapkan pada situasi harus berkompromi dengan partai politik dan kekuatan politik eksternal, seperti Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU). Posisi beberapa partai politik, terutama PKB, yang tidak menerima nama Mahfud MD membuat Jokowi berpikir ulang.

PKB mengancam akan keluar dari koalisi bila nama Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar tidak dipilih Jokowi. Selain itu, desakan PBNU agar Jokowi memilih kader NU dan memberikan peringatan keras bahwa Mahfud bukanlah representasi dari NU juga membuat posisi Jokowi bimbang.


Pilihan kepada Ma’ruf Amin bisa dilihat dalam dua perspektif. Pertama, akomodasi politik Jokowi kepada partai koalisi dan kekhawatiran berubahnya dukungan partai, terutama kemungkinan terbentuknya poros ketiga, yang bisa saja menganggu suara Jokowi dalam pemilu.

Kedua, respons terhadap kondisi politik eksternal terutama kekhawatiran Jokowi pada menguatnya politik identitas yang akan menggerus suara Jokowi.

Ketakutan Jokowi dipersepsikan tidak ramah dengan kelompok pemilih Muslim juga membuat Jokowi akhirnya harus menerima nama Ma’ruf. Sebagai Ketua Umum MUI, Ma’ruf diharapkan Jokowi dapat menetralkan isu negatif terkait politik identitas.

Sementara itu, pilihan Prabowo Subianto kepada Sandiaga Uno juga menunjukkan mulai terjadinya perubahan narasi kampanye Prabowo. Bila Prabowo masih menggunakan narasi lama, sepertinya akan susah bersaing dengan Jokowi.

Bila narasi kampanye Prabowo-Sandiaga berubah, misalnya proinvestasi, propasar, protoleransi, Jokowi akan kesulitan memenangi pemilu.

Nama Sandiaga yang menguat pada menit akhir menunjukkan kemampuannya berunding dan lobi politik pada waktu yang krusial di tengah deadlock politik internal. Sandiaga mampu membaca kebuntuan politik menjelang penetapan calon wakil presiden karena beberapa partai koalisi tidak sepenuhnya menyetujui nama Salim Assegaf dan Agus.

Pertimbangan Prabowo memilih Sandiaga, selain sebagai jalan tengah, juga karena mewakili elite politik baru yang berasal dari kalangan pengusaha-profesional, yang diharapkan mampu mengelola isu-isu ekonomi.

Pertimbangan lainnya adalah Sandiaga diharapkan bisa menarik suara dari kelompok milenial, pemilih pemula, perempuan, dan ibu rumah tangga.

Mengabaikan pemilih perempuan dan pemuda

Ella S Prihatini
Penerima beasiswa Endeavour dan kandidat PhD dari University of Western Australia

Kandidat presiden dan wakil presiden menunjukkan gagalnya regenerasi dalam proses demokrasi di Indonesia. Petahana berdampingan dengan ulama yang berusia 75 tahun. Prabowo juga memilih tokoh politik yang sudah memegang kekuasaan di pemerintahan sebagai Wakil Gubernur DKI Jakarta.

Pilihan-pilihan yang dibuat kandidat presiden jelas menunjukkan bahwa para kandidat mengabaikan kelompok-kelompok besar di populasi pemilih, tetapi sering tidak terwakilkan: perempuan dan generasi muda.

Jumlah perempuan setengah dari populasi nasional. Namun, mereka tidak diwakili dalam pasangan calon saat ini. Pemilu saat ini masih didominasi leh laki-laki, lebih khusus lagi laki-laki di atas usia 45 tahun.

Pencalonan pasangan presiden dan wakil presiden ini menunjukkan pentingnya revisi aturan syarat minimal usia untuk menjadi caleg (calon legislatif).

UU Pemilu mengatur seseorang minimal berusia 21 tahun untuk bisa maju menjadi caleg, sedangkan syarat jadi pemilih adalah 17 tahun.

Kenapa ada jurang pemisah ini? Bila usia 17 tahun dianggap sudah cukup bertanggung jawab atas pilihan politik sehingga diizinkan untuk memilih, kenapa tidak dianggap pantas untuk dipilih?

Jika kita lihat batas minimal usia caleg di negara lain, seperti Australia dan Jerman, mereka yang berusia 18 tahun sudah bisa mendaftarkan dirinya untuk maju dan turut serta dalam pencalonan anggota parlemen tingkat nasional.

Hal ini bisa menjadi salah satu strategi untuk memupuk bibit-bibit politisi yang lebih muda dan lebih mewakili populasi pemilih.

Catatan Redaksi:
Artikel ini ditayangkan di Kompas.com atas kerja sama dengan The Conversation Indonesia. Isi artikel dikutip dari artikel berjudul "Prabowo pilih Sandiaga, Jokowi pilih Ma'ruf, kompromi politik? Ini analisis para ahli". Isi di luar tanggung jawab redaksi Kompas.com

https://nasional.kompas.com/read/2018/08/13/20113061/mengapa-jokowi-pilih-maruf-dan-prabowo-pilih-sandiaga

Terkini Lainnya

Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Nasional
Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Nasional
Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Nasional
Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Nasional
Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Nasional
Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Nasional
Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Nasional
Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Nasional
Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Nasional
PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

Nasional
Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan 'Nasib' Cak Imin ke Depan

Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan "Nasib" Cak Imin ke Depan

Nasional
Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Nasional
Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Nasional
Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Nasional
PSI Buka Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Pilkada 2024

PSI Buka Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Pilkada 2024

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke