"Kalau putusan MK salah terkait pembatasan masa jabatan Presiden dan wakil presiden, apalagi salah penfsiran, maka akan menimbulkan masalah seperti kegamangan konstitusi atau kekacauan konstitusi," kata Rambe dalam keterangan tertulisnya, di Jakarta, Senin (30/7/2018).
Rambe mengatakan, sebelum amandemen ke-4, Pasal 7 UUD 1945 memang tidak mengatur batas masa jabatan presiden dan wapres.
Pasal sebelum amandemen hanya mengatur bahwa presiden dan wakil presiden memiliki masa jabatan selama 5 tahun dan sesudahnya dapat dipilih kembali.
"Nah inilah yang menjadi soal, karena tafsirnya itu sesudahnya dapat dipilih kembali, jadi tafsirnya disitu beberapa kali dapat dipilih bisa, padahal kan tidak demikian," ujarnya.
Oleh karena itulah, pasca kejatuhan rezim Soeharto yang sempat menjabat selama 32 tahun, pasal 7 UUD 1945 direvisi.
Pasal itu kini berbunyi, presiden dan wakil presiden RI memegang jabatan selama masa 5 tahun dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama hanya untuk satu kali masa jabatan.
"Jadi pokoknya pembatasan masa jabatan itu 10 tahun mau berturut-turut atau tidak berturut-turut," kata Rambe.
Perindo sebelumnya mengajukan uji materi syarat menjadi capres dan cawapres dalam pasal 169 huruf n Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Menurut Perindo, pasal itu bertentangan dengan pasal 7 UUD 1945.
Perindo meminta aturan yang membatasi masa jabatan presiden dan wapres maksimal dua periode tersebut hanya berlaku apabila presiden dan wapres itu menjabat secara berturut-turut.
Dengan begitu, Jusuf Kalla yang sudah dua kali menjadi wapres namun tidak berturut-turut bisa kembali mencalonkan diri sebagai wapres di Pilpres 2019.
Belakangan, Kalla juga mengajukan diri sebagai pihak terkait dalam gugatan Perindo tersebut.
https://nasional.kompas.com/read/2018/07/30/08422051/putusan-mk-soal-masa-jabatan-wapres-jangan-bikin-gamang-konstitusi