Salin Artikel

Saat Fadli Zon Diingatkan Kalau DPR Juga Suka Langgar Konstitusi dan Putusan MK..

Fadli membandingkan keduanya lantaran sama-sama menimbulkan polemik di masyarakat.

Saat ini, ia menilai PKPU tersebut yang memuat larangan pencalegan mantan koruptor bertentangan dengan Undang-undang No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.

Selain itu larangan tersebut juga dinilai melanggar konstitusi yang menjamin hak politik warga negara untuk dipilih dan memilih.

Namun, saat ditanya beberapa undang-undang yang dibuat DPR bertentangan dengan konstitusi dan putusan Mahkamah Konstitusi (MK), Fadli menjawab pihaknya telah menyusunnya sesuai dengan koridor hukum.

Ia pun legawa dengan putusan MK yang membatalkan sejumlah undang-undang yang disusun DPR, termasuk Undang-undang MD3.

"Jadi terkait misalnya aturan-aturan yang ada, kami juga tentu harus legowo ya," kata Fadli di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (3/7/2018).

Meskipun sudah dibatalkan, ia tetap berkilah bahwa sejumlah aturan dalam UU MD3 itu bertentangan dengan peraturan perundang-undangan di atasnya. 

Sebaliknya, ia malah mengatakan DPR hanya berupaya menjaga kekuasaan legislatif.

Salah satu yang dicontohkan Fadli ialah pasal pemanggilan paksa yang dibatalkan MK.

"Meskipun menurut saya semangat dari undang-undang itu, pemanggilan paksa itu, kan bagian dari fungsi DPR untuk melakukan kontrol atau pengawasan. Dan saya pikir sejauh itu masih dalam koridor. Kalau tidak itu maka kekuasaan legislatif tidak bisa maksimal," lanjut dia.

Seperti diketahui, MK membatalkan dan mengoreksi sejumlah pasal kontroversial dalam UU MD3. Setidaknya ada dua pasal kontroversial yang dibatalkan dan satu pasal yang dikoreksi.

Putusan ini diambil oleh MK dengan suara bulat dalam sidang putusan uji materi UU MD3 di Gedung MK, Jakarta, Kamis (28/6/2018) kemarin. MK mengabulkan untuk sebagian uji materi yang diajukan oleh sejumlah pihak kelompok masyarakat terhadap UU MD3.

Pasal pertama yang dibatalkan oleh MK adalah pasal pasal 73 ayat (3), ayat (4), ayat (5) dan ayat (6) UU MD3. Dalam pasal tersebut, DPR berhak melakukan panggilan paksa setiap orang yang tidak hadir setelah dipanggil tiga kali berturut-turut tanpa alasan yang patut dan sah.

Panggilan paksa ini dilakukan dengan menggunakan kepolisian. Dijelaskan pula bahwa dalam menjalankan panggilan paksa, kepolisian dapat menyandera setiap orang untuk paling lama 30 hari.

Pasal berikutnya yang dibatalkan MK adalah pasal 122 huruf l UU MD3.

Pasal tersebut berbunyi: (MKD bertugas) mengambil langkah hukum dan/atau langkah lain terhadap orang perseorangan, kelompok orang, atau badan hukum yang merendahkan kehormatan DPR dan anggota DPR.

MK mengabulkan permohonan pemohon untuk membatalkan ketentuan pasal tersebut.

"Pasal 122 huruf l [...] bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat," kata Anwar Usman.

Dalam pertimbangannya, MK berpendapat, MKD bukanlah alat kelengkapan yang dimaksudkan sebagai tameng DPR untuk mengambil langkah hukum terhadap orang perorangan yang dinilai telah merendahkan martabat DPR atau anggota DPR.

Pasal tersebut semula berbunyi: Pemanggilan dan permintaan keterangan kepada anggota DPR sehubungan dengan terjadinya tindak pidana yang tidak sehubungan dengan pelaksanaan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 224 harus mendapatkan persetujuan tertulis dari Presiden setelah mendapat pertimbangan dari Mahkamah Kehormatan Dewan.

Namun MK menilai pemeriksaan anggota DPR cukup mendapatkan izin Presiden, tanpa harus melalui pertimbangan dari MKD. MK pun menghapus frasa 'setelah mendapat pertimbangan dari Mahkamah Kehormatan Dewan' sehingga pasal tersebut berbunyi:

Pemanggilan dan permintaan keterangan kepada anggota DPR yang diduga melakukan tindak pidana yang tidak sehubungan dengan pelaksanaan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 224 harus mendapatkan persetujuan tertulis dari Presiden.

https://nasional.kompas.com/read/2018/07/03/16584881/saat-fadli-zon-diingatkan-kalau-dpr-juga-suka-langgar-konstitusi-dan-putusan

Terkini Lainnya

Jokowi dan Mentan Amran Sulaiman Bersepeda Bareng di Mataram

Jokowi dan Mentan Amran Sulaiman Bersepeda Bareng di Mataram

Nasional
'Jokowi Tembok Tebal yang Halangi PDI-P Berkoalisi dengan Prabowo'

"Jokowi Tembok Tebal yang Halangi PDI-P Berkoalisi dengan Prabowo"

Nasional
Projo Ungkap Kemungkinan Jokowi Akan Gabung Parpol Lain Setelah Tak Dianggap PDI-P

Projo Ungkap Kemungkinan Jokowi Akan Gabung Parpol Lain Setelah Tak Dianggap PDI-P

Nasional
Jokowi Makan Mie Gacoan di NTB, Pesan Mi Level 0

Jokowi Makan Mie Gacoan di NTB, Pesan Mi Level 0

Nasional
Kaum Intelektual Dinilai Tak Punya Keberanian, Justru Jadi Penyokong Kekuasaan Tirani

Kaum Intelektual Dinilai Tak Punya Keberanian, Justru Jadi Penyokong Kekuasaan Tirani

Nasional
[POPULER NASIONAL] Para Sesepuh Kopassus Bertemu | Prabowo Ingin Libatkan Megawati Susun Kabinet

[POPULER NASIONAL] Para Sesepuh Kopassus Bertemu | Prabowo Ingin Libatkan Megawati Susun Kabinet

Nasional
Rute Transjakarta 9F Rusun Tambora - Pluit

Rute Transjakarta 9F Rusun Tambora - Pluit

Nasional
Tanggal 4 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 4 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Tanggal 3 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 3 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Sidang Perdana Hakim Agung Gazalba Saleh di Kasus Gratifikasi dan TPPU Digelar 6 Mei 2024

Sidang Perdana Hakim Agung Gazalba Saleh di Kasus Gratifikasi dan TPPU Digelar 6 Mei 2024

Nasional
Respons MA soal Pimpinan yang Dilaporkan ke KY karena Diduga Ditraktir Makan Pengacara

Respons MA soal Pimpinan yang Dilaporkan ke KY karena Diduga Ditraktir Makan Pengacara

Nasional
KY Verifikasi Laporan Dugaan Pelanggaran Etik Pimpinan MA, Dilaporkan Ditraktir Makan Pengacara

KY Verifikasi Laporan Dugaan Pelanggaran Etik Pimpinan MA, Dilaporkan Ditraktir Makan Pengacara

Nasional
Terbaik di Jatim, KPK Nilai Pencegahan Korupsi dan Integritas Pemkot Surabaya di Atas Rata-rata Nasional

Terbaik di Jatim, KPK Nilai Pencegahan Korupsi dan Integritas Pemkot Surabaya di Atas Rata-rata Nasional

BrandzView
Saksi Sebut SYL Bayar Biduan Rp 100 Juta Pakai Duit Kementan

Saksi Sebut SYL Bayar Biduan Rp 100 Juta Pakai Duit Kementan

Nasional
Dukung Pemasyarakatan Warga Binaan Lapas, Dompet Dhuafa Terima Penghargaan dari Kemenkumham

Dukung Pemasyarakatan Warga Binaan Lapas, Dompet Dhuafa Terima Penghargaan dari Kemenkumham

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke