Dalam PKPU itu mengatur larangan pencalonan mantan koruptor, mantan bandar narkoba dan mantan pelaku kejahatan seksual anak.
PKPU itu menjadi polemik, khususnya terkait pelarangan mantan koruptor menjadi calon wakil rakyat.
Arief mengklaim PKPU tersebut sah dan bisa diberlakukan meskipun belum diundangkan oleh Kementerian Hukum dan HAM.
KPU menganggap, pengesahan peraturan lembaga negara sedianya dilakukan oleh lembaga negara yang bersangkutan, bukan Kemenkumham.
"Misalnya, Peraturan Menteri Perindustrian, yang mengesahkan siapa? Menteri Perindustrian," kata Arief di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (2/7/2018).
Ia menambahkan, KPU harus mengumumkan PKPU tersebut pada 1 Juli 2018, lantaran harus mematuhi tahapan pemilu.
Arief memastikan PKPU tersebut sudah bisa menjadi rujukan bagi partai politik peserta pemilu untuk mendaftarkan calegnya pada 4-17 Juli.
"Makanya hari Sabtu, itu sudah kami publikasikan menjadi PKPU No. 20 Tahun 2018. Tanggal 1-3 sudah diumumkan," kata dia.
"Tanggal 4-17 nanti, itu akan menjadi masa bagi partai politik peserta pemilu untuk menyampaikan daftar kandidatnya. Orang-orang yang akan dicalonkan baik untuk DPRD Provinsi, Kabupaten atau Kota, maupun DPR RI. Termasuk bagi calon DPD," lanjut dia.
Sebelumnya Kemenkumham menolak mengundangkan PKPU tersebut dengan alasan melanggar undang-undang.
Kemenkumham meminta pelarangan pencalonan mantan koruptor, mantan bandar narkoba dan mantan pelaku kejahatan seksual anak dihapus.
Namun, KPU bersikukuh mempertahankan aturan tersebut. Akhirnya, KPU mempublikasikan PKPU tanpa pengesahan Kemenkumham.
https://nasional.kompas.com/read/2018/07/02/11593101/ketua-kpu-anggap-sah-pkpu-larangan-mantan-koruptor-jadi-caleg