Salin Artikel

Bantah SBY "Playing Victim", Demokrat Sebut Politisi PDI-P Panik

Hal itu disampaikan Ferdinand menanggapi pernyataan Ketua DPP PDI-P Komarudin Watubun yang meyebut SBY playing victim kala mengatakan TNI, Polri, dan BIN tidak netral di pilkada.

"Komaruddin Watubun terlihat panik ya memberikan penjelasan," kata Ferdinand melalui pesan singkat, Minggu (24/6/2018).

Ia menyatakan semua tudingan Komaruddin kepada SBY terkait penggunaan alat negara pada Pilpres 2004 dan 2009 tidak benar.

"Bahkan dia menyebut SBY menggunakan intelijen pada Pilpres 2004. Dia sampai lupa, saat itu Megawati Presiden yang menjadi calon incumbent atau petahana. Lantas bagaimana ceritanya SBY bisa peralat intelijen di 2004?" lanjut Ferdiand.

"Komarudin mungkin juga lupa atau pura-pura lupa kejadian Kombes (Pol) Maparessa 2004 silam yang terang-terangan peristiwanya saat Megawati jadi Presiden," tutur Ferdinand.

Terkait Pilpres 2009, Ferdinand mengatakan, tim yang dibentuk SBY berisikan orang-orang Partai Demokrat. Ia membantah tim bentukan SBY diisi oleh anggota intelijen.

Ihwal Anas Urbaningrum dan Andi Nurpati yang menjadi pengurus Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Demokrat, ia menilai hal itu merupakan pilihan politik pribadi keduanya.

Ferdinand membantah SBY melobi keduanya dengan jabatan di partai untuk menjadi kader Demokrat.

Sementara itu, ihwal tudingan terkait mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Antasari Azhar, Ferdinand mengatakan kasusnya sudah selesai dan jelas.

Ia membantah adanya keterkaitan kasus pembunuhan yang menyeret Antasari dengan upaya mantan Ketua KPK itu mengusut korupsi teknologi informasi Komisi Pemilihan Umum (KPU) pada Pilpres 2019.

"Saya sarankan Komaruddin, kalau panik karena ketahuan, sebaiknya tetap jaga emosi, stabil menjawab supaya tidak ngawur dan serampangan," lanjut dia.

Komaruddin sebelumnya menilai tuduhan Ketua Umum Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) ihwal penggunaan alat negara dalam pilkada berlebihan.

Menurut dia, hal itu merupakan strategi playing victim dari SBY.

Ia mengatakan era drama politik ala SBY tersebut sudah berakhir dan ketinggalan jaman, sebab rakyat sudah paham strategi playing victim tersebut.

"Publik sudah tahu, bahwa Pak SBY lebih dihantui oleh cara berpikirnya sendiri atas dasar apa yang dilakukan selama jadi Presiden," kata Komaruddin keterangan tertulis, Minggu (24/6/2018).

Ia pun menyinggung pelaksanaan Pilpres 2009 saat SBY menang telak. Menurut Komaruddin, kala itu SBY juga menggunakan alat negara dengan membujuk sejumlah Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang kemudian menjadi pengurus teras Partai Demokrat.

Para Komisioner KPU yang kemudian menjadi petinggi di Demokrat ialah Anas Urbaningrum dan Andi Nurpati.

Ia juga meminta SBY tak menyamakan pemerintahannya dengan Presiden Joko Widodo yang menurutnya tak pernah menggunakan alat negara untuk kepentingan partai.

Ia menyatakan, partainya sudah menang mutlak di pilkada yang lalu jika Presiden Jokowi terbukti menggunakan alat negara.

Komaruddin mengatakan, SBY sebaiknya menjelaskan kepada publik keanehan yang terjadi pada pelaksanaan Pilpres 2009.

Sebab, ia menilai SBY yang justru telah menggunakan alat negara untuk kepentingan politiknya saat menjabat Presiden.

“Siapa yang dibelakang tim alfa, bravo, dan delta yang dibentuk SBY, warga sipil kah? Mengapa Antasari (Azhar) Ketua KPK dipenjara hanya karena mau mengusut IT Pemilu?" tanya Komaruddin.

"Siapa yang menggunakan dana APBN melalui bansos untuk keperluan pemilu? Siapa yang memanipulasi DPT tahun 2009? Siapa yang gunakan intelijen untuk pilpres 2004 dan 2009?” lanjut dia.

https://nasional.kompas.com/read/2018/06/24/18510481/bantah-sby-playing-victim-demokrat-sebut-politisi-pdi-p-panik

Terkini Lainnya

Tawaran Posisi Penting untuk Jokowi Setelah Tak Lagi Dianggap Kader oleh PDI-P

Tawaran Posisi Penting untuk Jokowi Setelah Tak Lagi Dianggap Kader oleh PDI-P

Nasional
Diminta Mundur oleh TKN, Berikut 6 Menteri PDI-P di Periode Kedua Jokowi

Diminta Mundur oleh TKN, Berikut 6 Menteri PDI-P di Periode Kedua Jokowi

Nasional
Nasdem Tunggu Jawaban Anies Soal Tawaran Jadi Cagub DKI

Nasdem Tunggu Jawaban Anies Soal Tawaran Jadi Cagub DKI

Nasional
Minimalisasi Risiko Bencana Alam, DMC Dompet Dhuafa dan BNPB Tanam 1.220 Bibit Pohon di Bandung Barat

Minimalisasi Risiko Bencana Alam, DMC Dompet Dhuafa dan BNPB Tanam 1.220 Bibit Pohon di Bandung Barat

Nasional
Syaikhu Sebut Koalisi atau Oposisi Itu Kewenangan Majelis Syuro PKS

Syaikhu Sebut Koalisi atau Oposisi Itu Kewenangan Majelis Syuro PKS

Nasional
Jokowi Tak Lagi Dianggap Kader, PDI-P: Loyalitas Sangat Penting

Jokowi Tak Lagi Dianggap Kader, PDI-P: Loyalitas Sangat Penting

Nasional
PPP Buka Peluang Usung Sandiaga Jadi Cagub DKI

PPP Buka Peluang Usung Sandiaga Jadi Cagub DKI

Nasional
Soal Jokowi dan PDI-P, Joman: Jangan karena Beda Pilihan, lalu Dianggap Berkhianat

Soal Jokowi dan PDI-P, Joman: Jangan karena Beda Pilihan, lalu Dianggap Berkhianat

Nasional
Surya Paloh Buka Peluang Nasdem Usung Anies pada Pilkada DKI

Surya Paloh Buka Peluang Nasdem Usung Anies pada Pilkada DKI

Nasional
Dukung Prabowo-Gibran, Surya Paloh Sebut Nasdem Belum Dapat Tawaran Menteri

Dukung Prabowo-Gibran, Surya Paloh Sebut Nasdem Belum Dapat Tawaran Menteri

Nasional
PKS: Pak Anies Sudah Jadi Tokoh Nasional, Kasih Kesempatan Beliau Mengantarkan Kader Kami Jadi Gubernur DKI

PKS: Pak Anies Sudah Jadi Tokoh Nasional, Kasih Kesempatan Beliau Mengantarkan Kader Kami Jadi Gubernur DKI

Nasional
Soal Bertemu Prabowo, Sekjen PKS: Tunggu Saja, Nanti Juga Kebagian

Soal Bertemu Prabowo, Sekjen PKS: Tunggu Saja, Nanti Juga Kebagian

Nasional
Prabowo Absen dalam Acara Halalbihalal PKS

Prabowo Absen dalam Acara Halalbihalal PKS

Nasional
Joman: Jokowi Dukung Prabowo karena Ingin Penuhi Perjanjian Batu Tulis yang Tak Dibayar Megawati

Joman: Jokowi Dukung Prabowo karena Ingin Penuhi Perjanjian Batu Tulis yang Tak Dibayar Megawati

Nasional
Langkah Mahfud Membersamai Masyarakat Sipil

Langkah Mahfud Membersamai Masyarakat Sipil

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke