Salin Artikel

Pimpinan KPK Beberkan Modus Pemberian Izin Pengelolaan SDA Jelang Pilkada

JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Laode M Syarif membeberkan modus pemberian izin pengelolaan sumber daya alam (SDA) yang tak terkontrol jelang kontestasi Pilkada 2018.

Dia mencontohkan, kasus seperti ini terjadi di sejumlah daerah di Kalimantan dan Sulawesi, dengan mencakup wilayah yang sangat luas. 

"Di Kalimantan Timur dan Kalimantan Utara lebih luas izin daripada luas wilayah. Di Sulawesi Utara juga lebih banyak luas izin ketimbang luas wilayah," kata Syarif, dalam sebuah diskusi di gedung penunjang KPK, Jakarta, Kamis (31/5/2018).

Syarif menduga, praktek pemberian izin yang tak terkontrol itu melibatkan politik transaksional antara pelaku bisnis dan pejabat daerah. Ia juga menduga, hal seperti itu dilakukan demi mencari pendanaan politik.

"Di mana logikanya kalau izin lebih luas daripada luas wilayahnya, kalau tidak dibayar pakai duit," kata Syarif.

Menurut dia, pendanaan politik dari perusahaan tambang ke calon kepala daerah tak hanya berupa uang. Dukungan biaya politik biasanya diubah menjadi dukungan jasa untuk menunjang aktivitas kampanye.

"Setiap mau pilkada, 'saya kasih izin, tolong kirimkan penyanyi dangdut, buat spanduk, biayai saksi-saksi saya', itu penelitian KPK dan LIPI," kata dia.

Cara semacam ini membuat KPK seringkali kesulitan dalam melacak potensi korupsi dalam pemberian izin jelang pemilihan. "Itu bukan tindak pidana korupsi, tapi pasti ada potensi korupsinya. Tapi, untuk membuktikannya sulit dan karena ini berhubungan dengan pilkada," kata dia.

Masalah izin tambang yang diberikan secara tidak terkontrol ini juga berpotensi membuat negara rugi. Menurut dia, ada kasus ketika masa izin pengelolaan sudah habis, masih ada perusahaan yang tak bertanggung jawab dengan laporan kinerja dan pembayaran dana jaminan, misalnya jaminan pascatambang.

"Kita harus stop, tidak usah diperpanjang lagi. Karena banyak, karena dia tidak bisa melaporkan apa yang dia kerjakan dia tidak bisa bayar pascareklamasi yang banyak sekali," kata dia.

Ia juga menyayangkan banyaknya potensi pendapatan negara dalam pengelolaan SDA yang belum dibayarkan perusahaan tambang kepada pemerintah.

"Misalnya piutang PNPB kontrak karya dan izin usaha pertambangan itu sekitar Rp 800 miliar lebih. Sedangkan outstanding kewajiban finansial eksplorasi migas belum dibayar itu ada 336 juta dollar Amerika Serikat," ungkap dia.

Melihat kenyataan itu, Syarif menekankan pentingnya masyarakat sipil untuk mewaspadai calon kepala daerah yang bermain-main dengan pemberian izin pengelolaan SDA.

Ia juga meminta masyarakat waspada dan jeli terhadap calon petahana yang diam-diam memiliki konsesi tambang.

"Para cakada (calon kepala daerah) ini biasanya mempunyai ikatan emosional yang kuat bahkan memiliki konsesi tambang sehingga perlu diwaspadai masyarakat," kata dia.

Jika salah pilih, kata Laode, akan berbahaya bagi nasib masyarakat dan memperparah potensi kerusakan lingkungan hidup di masa depan.

"Karena proses ketika di TPS, mencoblos itu mempengaruhi masa depan kita," papar Syarif.

https://nasional.kompas.com/read/2018/06/01/14500281/pimpinan-kpk-beberkan-modus-pemberian-izin-pengelolaan-sda-jelang-pilkada

Terkini Lainnya

Anggota Komisi VIII Kritik Kemensos karena Tak Hadir Rapat Penanganan Bencana di Sumbar

Anggota Komisi VIII Kritik Kemensos karena Tak Hadir Rapat Penanganan Bencana di Sumbar

Nasional
PAN Tak Mau Ada Partai Baru Dukung Prabowo Langsung Dapat 3 Menteri

PAN Tak Mau Ada Partai Baru Dukung Prabowo Langsung Dapat 3 Menteri

Nasional
Ahli Sebut Keawetan dan Usia Tol MBZ Berkurang karena Spesifikasi Material Diubah

Ahli Sebut Keawetan dan Usia Tol MBZ Berkurang karena Spesifikasi Material Diubah

Nasional
PKB Siapkan Ida Fauziyah Jadi Kandidat Cagub Jakarta, Bukan Anies

PKB Siapkan Ida Fauziyah Jadi Kandidat Cagub Jakarta, Bukan Anies

Nasional
PKB Akui Pertimbangkan Airin Jadi Bacagub di Pilkada Banten 2024

PKB Akui Pertimbangkan Airin Jadi Bacagub di Pilkada Banten 2024

Nasional
Bantah Dapat Jatah 4 Menteri dari Prabowo, PAN: Jangan Tanggung-tanggung, 6 Lebih Masuk Akal

Bantah Dapat Jatah 4 Menteri dari Prabowo, PAN: Jangan Tanggung-tanggung, 6 Lebih Masuk Akal

Nasional
Kisah Runiti Tegar Berhaji meski Suami Meninggal di Embarkasi

Kisah Runiti Tegar Berhaji meski Suami Meninggal di Embarkasi

Nasional
Jokowi Mengaku Tak Bahas Rencana Pertemuan dengan Megawati Saat Bertemu Puan di Bali

Jokowi Mengaku Tak Bahas Rencana Pertemuan dengan Megawati Saat Bertemu Puan di Bali

Nasional
Soal Efek Samping Vaksin AstraZeneca, Menkes Sebut WHO Sudah Ingatkan Risikonya

Soal Efek Samping Vaksin AstraZeneca, Menkes Sebut WHO Sudah Ingatkan Risikonya

Nasional
Kemendikbud Akan Turun Periksa Kenaikan UKT, Komisi X DPR: Semoga Bisa Jawab Kegelisahan Mahasiswa

Kemendikbud Akan Turun Periksa Kenaikan UKT, Komisi X DPR: Semoga Bisa Jawab Kegelisahan Mahasiswa

Nasional
TII Serahkan Petisi Pansel KPK, Presiden Jokowi Didesak Pilih Sosok Berintegritas

TII Serahkan Petisi Pansel KPK, Presiden Jokowi Didesak Pilih Sosok Berintegritas

Nasional
Dilaporkan Nurul Ghufron ke Polisi, Ketua Dewas KPK: Ini Tidak Mengenakkan

Dilaporkan Nurul Ghufron ke Polisi, Ketua Dewas KPK: Ini Tidak Mengenakkan

Nasional
Tak Takut Dilaporkan ke Bareskrim, Dewas KPK: Orang Sudah Tua, Mau Diapain Lagi Sih?

Tak Takut Dilaporkan ke Bareskrim, Dewas KPK: Orang Sudah Tua, Mau Diapain Lagi Sih?

Nasional
Kemendikbud Kini Sebut Pendidikan Tinggi Penting, Janji Buka Akses Luas untuk Publik

Kemendikbud Kini Sebut Pendidikan Tinggi Penting, Janji Buka Akses Luas untuk Publik

Nasional
26 Tahun Reformasi, Aktivis 98 Pajang Nisan Peristiwa dan Nama Korban Pelanggaran HAM

26 Tahun Reformasi, Aktivis 98 Pajang Nisan Peristiwa dan Nama Korban Pelanggaran HAM

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke