Menurut Muzani, serangkaian aksi teror bom yang terjadi belakangan ini bukan karena lemahnya instrumen hukum.
Ia menyoroti ketidakmampuan aparat keamanan dalam mendeteksi aksi teror secara dini.
"Sekali lagi, menurut saya, bukan problem pada kewenangan, tapi problem pada ketidaksiapan, ketidakmampuan aparat kita dalam mendeteksi dini lebih awal," ujar Muzani di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (16/5/2018).
Muzani menuturkan, selama ini aparat keamanan telah diberikan berbagai komponen dalam menjalankan tugas pokok dan fungsinya.
Dari mulai anggaran, instrumen hukum dan penguatan koordinasi atau kerja sama antar-lembaga.
Ia menilai, aksi teror yang tak mampu diantisipasi disebabkan karena kurangnya tingkat kewaspadaan.
"Kalau persoalannya koordinasi sudah ada koordinasi, persoalannya anggaran tidak kurang anggaran, persoalannya kerja sama sudah, apalagi? Undang-Undang menurut saya juga siap. Jadi problemnya bukan di Perppu, bukan di situ sekarang ini. Apakah kalau ada perppu terus kemudian persoalan ini selesai," kata Muzani.
"Jadi kewaspadaan kita itu sekarang ini selalu terlambat tiba-tiba kita dikagetkan," ucapnya.
Aksi teror kembali terjadi di markas kepolisian. Lima terduga teroris menyerang Mapolda Riau dengan menggunakan mobil pada Rabu (16/5/2018).
Empat pelaku ditembak mati, sementara seorang pelaku ditangkap setelah mencoba kabur.
Sementara, satu orang polisi meninggal dunia karena ditabrak terduga teroris.
Sebelumnya, aksi teror bom bunuh diri terjadi di Mapolrestabes Surabaya pada Senin (14/5/2018). Empat anggota polisi dan enam warga sipil terluka dalam peristiwa tersebut.
Peristiwa tersebut terjadi sehari setelah serangan bom di tiga gereja, yakni Gereja Maria Tak Bercela, Gereja Kristen Indonesia dan Gereja Pantekosta Pusat.
https://nasional.kompas.com/read/2018/05/16/13325241/aksi-teror-kembali-terjadi-wakil-ketua-mpr-soroti-kemampuan-deteksi-dini