Kewajiban menyerahkan LHKPN kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) itu akan diatur dalam Peraturan KPU (PKPU) tentang Pencalonan Peserta Pemilu Anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota untuk kali pertama.
Ketua DPP bidang Hukum dan Advokasi Partai Perindo Christophorus Taufik mengatakan, caleg seharusnya cukup menyerahkan surat pemberitahuan tahunan (SPT) pajak.
"Di dalam SPT, kan, ada juga pelaporan mengenai harta kekayaan. Apakah nilai yang dicantumkan di dalam SPT diragukan keabsahannya?" ucap Chris di Kantor KPU RI, Jakarta, Kamis (5/4/2018).
Chris berpendapat, idealnya caleg yang terpilih baru menyerahkan LHKPN kepada KPK dan bukan seperti rencana KPU saat ini.
"Ketika dia (caleg) sudah terpilih, dia wajib melaporkan kepada KPK. Tapi, kalau belum (terpilih) terus sudah lapor, iya kalau terpilih, kalau tidak bagaimana?" ujarnya.
Apalagi, menurut Chris, subtansi SPT dan LHKPN sama, yang berbeda hanya lembaganya sebagai pemeriksa.
"Substansinya sama, yakni menyampaikan apa yang dipunyai, hanya formatnya yang berbeda dan instansinya berbeda," kata Chris.
Ia khawatir, jika penyerahan LHKPN tersebut diwajibkan, hal itu justru akan membebani KPK.
"Kami percaya KPK pasti sanggup. Tapi apa iya kita tega merepotkan KPK dengan hal-hal yang sebenarnya bisa dieliminir, kasihan, kan," ujarnya.
Tak berbeda, Ketua DPP Partai Hanura Sutrisno Iwantono juga tak sepakat dengan rencana tersebut.
Adapun bukti pelaporan itu diserahkan ke KPU sebagai syarat pencalonan pileg mendatang.
"Sebaiknya caleg itu tidak dipersyaratkan untuk memberikan LHKPN," kata Sutrisno.
Menurut Sutrisno, lain halnya jika caleg tersebut menang dan terpilih sebagai wakil rakyat periode 2019-2022.
"Kalau jadi (terpilih) oke, tapi kalau (baru) calon ini agak sulit. Kami usulkan tidak," ujar Sutrisno.
Sementara itu, Wakil Kepala Badan Saksi Pemilu Nasional (BSPN) Pusat PDI-P Eko Sigit Rukminto Kurniawan menganggap tidak semua caleg merupakan penyelenggara negara.
Karenanya, kata dia, kewajiban untuk menyerahkan LHKPN tersebut semestinya tak diberlakukan rata kepada semua caleg yang akan ikut pileg.
"Secara prinsip LHKPN itu nomenklaturnya laporan harta kekayaan penyelenggara negara. Caleg tidak semua penyelenggara negara," kata dia.
Sementara itu, Ketua Bidang Pemenangan Presiden Partai Bulan Bintang (PBB) Sukmo Harsono juga menganggap, kewajiban menyerahkan LHKPN bagi caleg tersebut tak punya dasar.
"Tidak ada dasar hukumnya. Bagaimana caleg yang bukan aparat negara, bahkan mungkin hanya seorang santri harus membuat LHKPN kepada KPK," ujar Sukmo.
Sukmo menyarankan agar KPU membatalkan rencananya tersebut. Sebab, itu justru akan mengacaukan kontestasi yang ada.
"Lebih baik KPU membatalkan rencana aturan ini. Jika syarat ini diwajibkan sehingga bisa menggugurkan caleg, sungguh berbahaya aturan ini," kata dia.
Wakil Ketua DPP Demokrat Andi Nurpati menambahkan, jika memaksakan caleg wajib menyerahkan LHKPN, KPU justru melanggar UU.
"Karena tidak ada di UU. KPU tidak sesuai UU. Itu sebetulnya bertentangan dengan UU," kata mantan Komisioner KPU tersebut.
Untuk itu, kata Andi, sebaiknya KPU menghapus pasal yang mengatur LHKPN tersebut dalam rancangan PKPU tentang Pencalonan Pileg mendatang.
"Demokrat meminta kepada KPU agar pasal tersebut dicoret atau ditiadakan. Ini tentu memberatkan para caleg. Persyaratan caleg sesuaikan saja yang sudah tercantum dalam UU," ujarnya.
Dalam Pasal 8 Ayat 1 huruf (v) rancangan PKPU tentang Pencalonan Peserta Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota disebutkan para bakal calon harus memenuhi persyaratan telah melaporkan kekayaannya kepada instansi yang berwewenang memeriksa laporan kekayaaan penyelenggara negara.
Sementara dalam Pasal 9 Ayat 1 huruf (j) menyatakan pelaporan harta kekayaan para bakal calon dinyatakan dengan bukti tanda terima penyerahan laporan harta kekayaan pribadi/pejabat negara dari KPK.
https://nasional.kompas.com/read/2018/04/05/18123561/parpol-ramai-ramai-tolak-syarat-penyerahan-lhkpn-bagi-caleg-2019