Wakil Ketua KPK Basaria Pandjaitan mengatakan, sandi suap yang digunakan yakni "koli kalender".
"Teridentifikasi, sandi yang digunakan adalah 'koli kalender' yang diduga mengacu pada arti uang satu miliar," kata Basaria, dalam jumpa pers di gedung KPK, Kuningan, Jakarta, Kamis (1/3/2018).
Adriatma merupakan salah satu tersangka penerima suap dalam proyek pengadaan barang dan jasa di lingkungan Pemkab Kendari tahun 2017-2018.
Total uang suap yang diduga diberikan untuk Adriatma senilai Rp 2,8 miliar. Uang suap tersebut diberikan oleh Direktur PT Sarana Bangun Nusantara Hasmun Hamzah melalui anak buahnya.
Adriatma juga diduga menggunakan perantara untuk menerima uang suap tersebut.
KPK juga menyatakan suap untuk Adriatma diduga untuk biaya politik ayahnya, Asrun, yang mencalon diri sebagai calon Gubernur Sultra di Pilgub Sultra 2018.
"Permintaan (uang) wali kota (Adriatma) untuk kepentingan biaya politik yang diperlukan cagub (Asrun) ayah yang bersangkutan," kata Basaria, dalam jumpa pers di kantor KPK, Kuningan, Jakarta, Kamis (1/3/2018).
Sebesar Rp 1,5 miliar ditarik dari Bank Mega dan Rp 1,3 Miliar diambil dari kas perusahaan.
Basaria mengatakan, PT SBN kerap mendapatkan proyek dari Wali Kota Kendari. PT SBN merupakan rekanan kontraktor jalan di Pemkab Kendari sejak 2012.
Kemudian Januari 2018, PT SBN memenangkan lelang proyek jalan di Kendari dengan nilai proyek Rp 60 miliar.
"Ada permintaan ADR kepada HAS untuk biaya politik yang semakin tinggi," kata Basaria.
Dalam kasus ini, KPK menetapkan empat orang sebagai tersangka, yakni Adriatma, Asrun, Hasmun dan Fatmawaty Faqih. Fatmawaty adalah mantan Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Kota Kendari.
https://nasional.kompas.com/read/2018/03/01/17091581/sandi-koli-kalender-di-kasus-suap-wali-kota-kendari