Menurut Erasmus, pasal tersebut merupakan bentuk pembangkangan terhadap konstitusi.
"Dengan dimasukkannya kembali pasal lesse majeste (penghinaan terhadap presiden) dalam RKUHP sama saja membangkang pada konstitusi," ujar Erasmus kepada Kompas.com, Minggu (4/2/2018).
Pasal 263 Ayat (1) RKUHP menyatakan, setiap orang yang di muka umum menghina Presiden atau Wakil Presiden, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak kategori IV.
Namun, pasal penghinaan terhadap presiden dalam KUHP yang lama, yakni Pasal 134, Pasal 136, dan Pasal 137, telah dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi (MK) melalui putusan Nomor 013-022/PUU-IV/2006.
Erasmus menjelaskan, dalam putusannya MK memandang Indonesia sebagai suatu negara hukum yang demokratis, berbentuk republik, dan berkedaulatan rakyat, serta menjunjung tinggi hak asasi manusia sebagaimana telah ditentukan dalam UUD 1945, tidak relevan lagi jika dalam KUHP masih memuat pasal-pasal seperti Pasal 134, Pasal 136, dan Pasal 137.
Pasal-pasal tersebut dinilai menegasi prinsip persamaan di depan hukum, mengurangi kebebasan mengekspresikan pikiran dan pendapat, kebebasan akan informasi dan prinsip kepastian hukum.
"Sehingga, dalam RKUHP yang merupakan upaya pembaharuan KUHP warisan kolonial juga harus tidak lagi memuat pasal-pasal yang isinya sama atau mirip dengan Pasal 134, Pasal 136 dan Pasal 137 KUHP," kata Erasmus.
https://nasional.kompas.com/read/2018/02/05/08434601/pasal-penghinaan-presiden-dalam-rkuhp-dinilai-membangkangi-konstitusi