Salin Artikel

Penjabat Gubernur dari Jenderal Polisi dan Tudingan ke PDI-P

Asisten Operasi (Asops) Kapolri, Inspektur Jenderal Pol Mochamad Iriawan diusulkan menjadi Penjabat Gubernur Jawa Barat. Sedangkan Kepala Divisi Propam Polri Inspektur Jenderal Pol Martuani Sormin diusulkan sebagai Penjabat Gubernur Sumatera Utara.

Keduanya akan mengisi kekosongan jabatan karena dua gubernur di daerah tersebut akan penisun pada Juni 2018. Di saat yang bersamaan, belum ada Gubernur baru yang menggantikan karena pilkada di dua daerah itu baru dimulai pada akhir Juni.

Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo beralasan, penunjukan jenderal aktif ini karena dua provinsi tersebut memiliki potensi kerawanan jelang pilkada.

"Pendekatan stabilitas dan gelagat kerawanan," ujar Tjahjo melalui pesan singkat, Kamis  (25/1/2018) malam.

Di Aceh, penjabat gubernurnya adalah Mayjen TNI (Purn) Soedarmo yang menjabat Direktur Jenderal Politik dan Pemerintahan Umum Kemendagri.

Sementara itu, di Sulbar, penjabat gubernurnya adalah Irjen Carlo Brix Tewu. Saat itu, Carlo menjabat Plh Deputi V Bidang Keamanan Nasional Kemenko Polhukam dan Staf Ahli Bidang Ideologi dan Konstitusi Kemenko Polhukam.

"Tidak jadi masalah dan pilkada aman," katanya.

Tjahjo menjamin, perwira TNI-Polri yang akan ditugaskan sebagai penjabat gubernur atau jabatan lain setingkat kepala daerah akan netral selama pilkada. Ia juga memastikan usulan ini mempunya dasar hukum yang jelas.

Aturan tersebut tertuang dalam Pasal 201 Ayat 10 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada yang menyebutkan, "Untuk mengisi kekosongan jabatan Gubernur, diangkat penjabat Gubernur yang berasal dari jabatan pimpinan tinggi madya sampai dengan pelantikan Gubernur sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan".

Selain itu, aturan lain yang menjadi dasar usulan pengangkatan penjabat gubernur dari Polri adalah Pasal 4 Ayat 2 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 11 Tahun 2018 tentang Cuti di Luar Tanggungan Negara yang berbunyi, "Penjabat gubernur berasal dari pejabat pimpinan tinggi madya/setingkat di lingkup pemerintah pusat atau pemerintah daerah provinsi".

Pejabat pimpinan tinggi madya di tingkat TNI/Polri diartikan sebagai Mayor Jenderal/Inspektur Jenderal.

Tuai protes

Usulan Kemendagri ini lantas menuai protes mulai dari kalangan masyarakat sipil hingga politisi.

Wakil Ketua DPR yang juga Wakil Ketua Umum Partai Gerindra mengatakan, semestinya penunjukan Penjabat Gubernur mengedepankan prinsip netralitas dalam pelaksanaan pilkada.

Fadli menyoroti pilkada Jawa Barat, dimana ada petinggi Polri yang mencalonkan diri sebagai calon wakil gubernur yakni Irjen (Pol) Anton Charliyan. Ia khawatir akan terjadi konflik kepentingan karena Iriawan dan Anton pernah sama-sama bertugas di korps Bhayangkara.

"Justru itu bisa terjadi konflik kepentingan. Kan mereka pasti berhubungan. Artinya bisa terkait. Kalaupun misalnya taruhlah yang Penjabat ini bertindak betul-betul adil dan tidak berpihak, tetapi secara image kan bisa menimbulkan sangkaan dan hal-hal yang tidak perlu," kata Fadli.

Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah juga mempertanyakan langkah Kemendagri. Ia menilai, langkah tersebut bisa dicurigai sebagai upaya Jokowi melakukan konsolidasi jelang pilkada 2018 dan pilpres 2019.

"Jadi ini muaranya itu konsolidasi Pak Jokowi. Orang curiganya itu loh," kata Fahri.

Fahri menilai, secara aturan juga belum jelas apakah aturan memang memperbolehkan perwira polri diangkat sebagai pejabat gubernur.  Sebab dalam UU, hanya disebut jabatan pimpinan tinggi madya.

Fahri mengaku tidak mempermasalahkan apabila Jokowi ingin melakukan konsolidasi jelang tahun politik. Namun, kata dia, konsolidasi harusnya dilakukan tanpa berpotensi menabrak aturan.

"Kita sulit mencegah Pak Jokowi melakukan konsolidasi tapi caranya melanggar. Ini kan juga jadi problem," kata dia.

Wakil Sekretaris Jenderal Partai Demokrat Didi Irawadi Syamsudin meragukan netralitas Polri jika pejabat aktifnya menjadi penjabat gubernur Jawa Barat dan Sumatera Utara.

"Walaupun mungkin maksudnya untuk mengisi kekosongan jabatan sementara. Tetapi bagaimana bisa menjamin netralitasnya di kemudian hari?" ujar Didi.

Kritik tak hanya datang dari partai oposisi, tapi juga parpol pemerintah.

Ketua DPP Nasdem bidang Hukum dan HAM Taufik Basari meminta Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo mempertimbangkan kembali rencana menunjuk dua petinggi Polri menjadi penjabat sementara Gubernur Jawa Barat dan Sumatera Utara.

"Sejauh ini, hal itu sudah kami diskusikan, kami berharap agar usulan tersebut ditinjau kembali," ujar Taufik.


Siap diberi sanksi

Pasca polemik mencuat, Tjahjo tetap kukuh bahwa usulannya sudah tepat. Tjahjo bahkan menegaskan dirinya siap diberi sanksi oleh Presiden Jokowi jika usulannya menunjuk petinggi Polri sebagai Penjabat Gubernur Jawa Barat dan Sumatera Utara ternyata keliru.

"Kalau apa yang saya sampaikan salah saya terima. Kalau melanggar melanggar yang mana? Saya siap mau diberi sanksi mau dianggap salah mau dianggap apa kami siap," kata Tjahjo.

Presiden Joko Widodo sendiri saat ini masih dalam rangkaian kunjungan ke sejumlah negara di Asean. Belum ada pernyataan dari Jokowi atau pun pihak istana terkait polemik ini.

Adapun usulan Mendagri ini tetap harus disetujui terlebih dahulu oleh Jokowi dan ditetapkan melalui Keputusan Presiden.

PDI-P membantah

Status Tjahjo sebagai politisi PDI-P lantas membuat partai berlambang banteng tersebut menjadi tertuduh. Ada anggapan, PDI-P sengaja meminta Tjahjo untuk membuat usulan penjabat gubernur dari Jenderal Polisi ini. Dengan begitu, PDI-P bisa menang di Pilgub Sumut dan Jabar.

Sementara di Pilkada Jawa Barat, PDI-P maju sendiri dengan mengusung kadernya Tubagus Hasanuddin berpasangan dengan mantan Kapolda Jabar Irjen Anton Charliyan.

Namun, tuduhan ini langsung dibantah oleh Sekjen PDI-P Hasto Kristiyanto. Ia menegaskan partainya tidak mengintervensi Tjahjo dalam menunjuk penjabat Gubernur.

"PDI-P tidak pernah mendorong alat negara untuk dipakai sebagai alat pemenangan bagi PDI-P. Kalau kami menggunakan alat negara untuk pemenangan kami sudah menang di (pilkada) Banten," kata Hasto.

Hasto balik menuding balik bahwa pihak-pihak yang memunculkan isu tersebut mungkin mempunyai pengalaman pernah menggunakan alat negara demi menang Pilkada.

"Kepada pihak yang berpikir itu merupakan bagian dari pemenangan segala cara, mungkin masa lalunya mereka pernah punya pengalaman menggunakan alat-alat kekuasaan demi menang," ujar Hasto.

Wakil Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan Ahmad Basarah mengatakan, Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo perlu mempertimbangkan suara publik terkait usulan pengangkatan perwira tinggi Polri sebagai penjabat gubernur Jawa Barat dan Sumatera Utara.

Basarah mengakui, publik meragukan netralitas perwira tinggi Polri jika diangkat sebagai penjabat gubernur. Khususnya di Jabar.

Publik menilai ada Anton Charliyan sebagai mantan Kapolda Jabar yang diusulkan sebagai calon wakil gubernur Jabar. "Itulah yang dikaitkan dengan netralitas Polri, jangan-jangan Pak Iriawan akan bersikap tidak netral. Asumsi-asumsi seperti ini perlu diperhatikan Mendagri," ujar Basarah.

https://nasional.kompas.com/read/2018/01/29/11060311/penjabat-gubernur-dari-jenderal-polisi-dan-tudingan-ke-pdi-p

Terkini Lainnya

Pemerintah Akan Bangun Sekolah Aman Bencana di Tiga Lokasi

Pemerintah Akan Bangun Sekolah Aman Bencana di Tiga Lokasi

Nasional
KPK Pertimbangkan Anggota DPR yang Diduga Terima THR dari Kementan jadi Saksi Sidang SYL

KPK Pertimbangkan Anggota DPR yang Diduga Terima THR dari Kementan jadi Saksi Sidang SYL

Nasional
PDI-P Sebut Prabowo-Gibran Bisa Tak Dilantik, Pimpinan MPR Angkat Bicara

PDI-P Sebut Prabowo-Gibran Bisa Tak Dilantik, Pimpinan MPR Angkat Bicara

Nasional
Cak Imin Sebut Pemerintahan Jokowi Sentralistik, Kepala Daerah PKB Harus Inovatif

Cak Imin Sebut Pemerintahan Jokowi Sentralistik, Kepala Daerah PKB Harus Inovatif

Nasional
Pemerintah Akan Pastikan Status Tanah Warga Terdampak Erupsi Gunung Ruang serta Longsor Tana Toraja dan Sumbar

Pemerintah Akan Pastikan Status Tanah Warga Terdampak Erupsi Gunung Ruang serta Longsor Tana Toraja dan Sumbar

Nasional
Ahmed Zaki Daftarkan Diri ke PKB untuk Pilkada DKI, Fokus Tingkatkan Popularitas

Ahmed Zaki Daftarkan Diri ke PKB untuk Pilkada DKI, Fokus Tingkatkan Popularitas

Nasional
Sengketa Pileg, Golkar Minta Pemungutan Suara Ulang di 36 TPS Sulbar

Sengketa Pileg, Golkar Minta Pemungutan Suara Ulang di 36 TPS Sulbar

Nasional
Mendagri Sebut Biaya Pilkada Capai Rp 27 Triliun untuk KPU dan Bawaslu Daerah

Mendagri Sebut Biaya Pilkada Capai Rp 27 Triliun untuk KPU dan Bawaslu Daerah

Nasional
Airin Ingin Bentuk Koalisi Besar untuk Mengusungnya di Pilkada Banten

Airin Ingin Bentuk Koalisi Besar untuk Mengusungnya di Pilkada Banten

Nasional
Sebut Warga Ingin Anies Balik ke Jakarta, Nasdem: Kinerjanya Terasa

Sebut Warga Ingin Anies Balik ke Jakarta, Nasdem: Kinerjanya Terasa

Nasional
Caleg PSI Gugat Teman Satu Partai ke MK, Saldi Isra: Berdamai Saja Lah

Caleg PSI Gugat Teman Satu Partai ke MK, Saldi Isra: Berdamai Saja Lah

Nasional
Irigasi Rentang Targetkan Peningkatan Indeks Pertanaman hingga 280 Persen

Irigasi Rentang Targetkan Peningkatan Indeks Pertanaman hingga 280 Persen

Nasional
Kuasa Hukum Caleg Jawab 'Siap' Terus, Hakim MK: Kayak Latihan Tentara, Santai Saja...

Kuasa Hukum Caleg Jawab "Siap" Terus, Hakim MK: Kayak Latihan Tentara, Santai Saja...

Nasional
Heboh Brigadir RAT Jadi Pengawal Bos Tambang, Anggota DPR: Tak Mungkin Atasan Tidak Tahu, Kecuali...

Heboh Brigadir RAT Jadi Pengawal Bos Tambang, Anggota DPR: Tak Mungkin Atasan Tidak Tahu, Kecuali...

Nasional
Geledah Setjen DPR dan Rumah Tersangka, KPK Amankan Dokumen Proyek hingga Data Transfer

Geledah Setjen DPR dan Rumah Tersangka, KPK Amankan Dokumen Proyek hingga Data Transfer

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke