Daoed Joesoef berpulang, Selasa (23/1/2018) tengah malam, karena sakit, di usia 91 tahun.
Banyak hal yang bisa dikenang dari sosok Menteri Pendidikan dan Kebudayaan tahun 1978-1983 itu.
Dengan segala prestasi dan kontribusi yang diberikannya, orang-orang dekat tetap saja mengenalnya sebagai pribadi yang sangat sederhana.
"Betul, Bapak (Daoed) itu orangnya enggak neko-neko. Apa adanya saja," ujar menantu Daoed, Bambang Pharmasetiawan kepada Kompas.com, usai pemakaman Daoed, Rabu (24/1/2018) sore.
Ia mencontohkan, sebagai seorang mantan menteri, penulis, seniman serta pembicara di berbagai event, Daoed bisa saja membeli mobil baru untuk kegiatannya sehari-hari. Namun, itu tidak dilakukannya.
Pria kelahiran Medan, 8 Agustus 1926 itu lebih memilih Toyota Kijang keluaran tahun 2000 sebagai kendaraan operasionalnya sehari-hari.
Mobil itu pula yang membawa Daoed ke Rumah Sakit Medistra untuk dirawat pada 20 Januari 2018, hingga akhirnya pergi untuk selama-lamanya tiga hari kemudian.
Demikian pula soal busana. Bambang ingat betul saat Daoed membeli kaos oblong putih di pasar tradisional untuk dipakai sehari-hari di rumah. Celananya yang dikenakan pun celana pendek.
Saat menghadiri acara resmi, Daoed memilih busana bernuansa biru. Entah batik berwarna biru, kemeja berwarna biru, atau safari berwarna biru.
Ya, Daoed memang penyuka warna biru. Ia tinggal memadukannya dengan sepatu sandal yang harganya juga tidak mahal.
"Palingan kalau enggak biru, putih. Itu-itu saja ya. Karena kemeja Beliau juga enggak begitu banyak," lanjut Bambang.
Kesederhanaan juga tampak di kediamannya, Jalan Bangka VII, Mampang, Jakarta Selatan. Tak banyak benda seni yang terpajang di sana.
Jika ada, itu pun bernuansa etnik dan jauh dari kesan mewah dan mahal.
Ternyata, benda-benda seni yang menjadi pajangan itu juga tidak dibelinya. Kebanyakan, barang-barang tersebut adalah cinderamata yang diberikan kepada Daoed ketika masih menjabat menteri.
"Ya kalau waktu itu dikasih benda seni dari Asmat, itu yang dipajang di rumah. Kalau ada dari Dayak, itu juga yang dipajang di rumah. Enggak ada benda seni yang wah begitu," ujar Bambang.
Kesederhanaan yang ditunjukkan Daoed juga tertanam di keluarga.
"Anak cucu juga begitu. Kalau weekend, malas mau ke mal atau ke mana. Paling beli mie Jawa, lalu makan di rumah. Atau cucu beliau bikin mie Jawa, lalu makan rame -rame," kenang Bambang.
Baca: Daoed Joesoef di Mata Wapres Kalla...
Hanya saja, ketika Daoed mulai divonis mengidap penyakit jantung, acara makan-makan sederhana ini mulai dikurangi.
Makan tetap dilakukan bersama-sama, namun Daoed tidak menikmati mie Jawa lagi. Hanya buah-buahan dan puding yang dibuat khusus.
Kini Daoed telah berpulang ke pangkuan Ilahi. Kesederhanaan-kesederhanaannya pun menjadi warisan abadi. Terima kasih, Pak Daoed...
https://nasional.kompas.com/read/2018/01/25/08465211/mengenang-daoed-joesoef-dan-kesederhanaannya