Tonny yang sudah berstatus tersangka itu dihadirkan sebagai saksi dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (18/12/2017).
Dalam persidangan, jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menanyakan perihal 33 tas berisi uang yang ditemukan di kamar tidurnya di Mess Perwira Dirjen Perhubungan Laut di Jalan Gunung Sahari, Jakarta Pusat, saat penangkapan pada Agustus 2017.
"Di dalam tas ada mata uang yang bervariasi. Menurut penyidik jumlahnya Rp 18 miliar," ujar Tonny kepada jaksa.
Menurut Tonny, di dalam tas itu ada beberapa mata uang asing, yakni dollar Amerika Serikat, dollar Singapura, mata uang Vietnam, ringgit Malaysia dan poundsterling.
Kepada jaksa, Tonny mengatakan, mata uang poundsterling memang selalu ia siapkan dalam bentuk tunai untuk keperluan menghadiri sidang tahunan International Maritime Organization di London, Inggris.
Kemudian, ia juga sering bertugas ke Singapura untuk mengikuti kegiatan kerja sama Indonesia, Malaysia dan Singapura.
Menurut Tonny, ketersediaan uang tunai akan memudahkan dirinya untuk melakukan transaksi tanpa harus ke bank. Sebagai contoh, saat ia mengikuti kegiatan pencarian pesawat Air Asia yang hilang kontak pada Desember 2014.
Uang tunai diperlukan untuk membiayai kegiatan operasional mendadak yang tidak tersedia di anggaran.
"Itu sudah bertahun-tahun saya simpan. Ada yang karetnya sudah meleleh, sampai menempel sama uang," ujar Tonny.
https://nasional.kompas.com/read/2017/12/18/16044421/alasan-dirjen-hubla-simpan-uang-dalam-33-tas-ransel-di-kamarnya