Surat itu ditujukan kepada Dewan Pimpinan Pusat Partai Golkar, diberi materai, dan ditandatangani pada hari ini, Selasa (21/11/2017).
Dalam surat tersebut, Novanto menegaskan bahwa ia tetap sebagai Ketua Umum Golkar meski saat ini ditahan KPK.
"Tidak ada pembahasan pemberhentian sementara/permanen terhadap saya selaku ketua umum Partai Golkar," tulis Novanto dalam surat itu.
Baca: Dari Dalam Tahanan, Novanto Tulis Surat Tolak Diganti dari Ketua DPR
Karena Novanto tak bisa memimpin partai, ia menunjuk Sekjen Golkar sebagai Pelaksana Ketua Umum. Oleh karena itu, untuk menjadi Plt Sekjen menggantikan Idrus, ia menunjuk dua orang, yakni Yahya Zaini dan Aziz Syamsuddin.
Foto surat ini menyebar di kalangan wartawan di sela-sela rapat DPP Partai Golkar yang membahas pergantian Novanto, Selasa petang.
Ketua Harian Partai Golkar Nurdin Halid memastikan surat Novanto tersebut akan disampaikan dalam rapat.
"Namu, kami tidak terpengaruh dengan surat apa pun karena sudah diputuskan rapat pleno inilah yang memiliki kewenangan sesuai dengan anggaran dasar," kata Nurdin di sela-sela rapat yang tengah diskors.
Sementara Koordinator Bidang Pemenangan Pemilu Partai Golkar Yahya Zaini mengatakan, ditunjuknya Plt Ketua Umum memang tidak akan melengserkan Novanto dari pucuk pimpinan Golkar. Novanto hanya akan berstatus nonaktif.
"(Novanto) Tetap Ketum," ucap Yahya.
Selain untuk DPP Golkar, Novanto juga menulis satu surat lainnya untuk pimpinan DPR. Dalam surat itu, Novanto meminta diberi kesempatan untuk menghadapi kasus hukum yang tengah menjeratnya.
Novanto berharap pimpinan DPR dan Mahkamah Kehormatan Dewan tak mengadakan rapat untuk menonaktifkan dirinya dari posisi ketua DPR.
Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah membenarkan adanya surat itu.
Setya Novanto ditahan di Rutan KPK pada Senin (20/11/2017) dini hari. Dalam kasus korupsi proyek e-KTP ini, Novanto bersama sejumlah pihak diduga menguntungkan diri sendiri, orang lain, atau korporasi.
Novanto juga diduga menyalahgunakan kewenangan dan jabatan saat menjadi Ketua Fraksi Partai Golkar.
Akibat perbuatannya bersama sejumlah pihak tersebut, negara diduga dirugikan Rp 2,3 triliun pada proyek Rp 5,9 triliun tersebut. Saat ini, Novanto tengah melakukan upaya praperadilan atas masalah hukum yang menjeratnya.
https://nasional.kompas.com/read/2017/11/21/19553791/novanto-tak-ada-pemberhentian-terhadap-saya-selaku-ketum-golkar