Salin Artikel

Wacana Pembekuan KPK dan Upaya Melawan Kehendak Rakyat...

Usulan itu sebelumnya diungkap anggota Pansus Angket KPK dari Fraksi PDI-P, Henry Yosodiningrat. Dia mengatakan, dari hasil penyelidikan panitia angket, ada banyak hal di KPK yang harus dibenahi dan pembenahan itu butuh waktu lama.

"Maka, jika perlu, untuk sementara KPK distop dulu. Kembalikan (wewenang memberantas korupsi) kepada kepolisian dan Kejaksaan Agung dulu," kata Henry seperti dikutip dari Harian Kompas.

Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah pun mendukung usulan tersebut. Ia bahkan mengusulkan agar KPK tidak hanya dibekukan, tetapi dibubarkan.

(Baca: Politisi PDI-P Henry Yosodiningrat Minta KPK Dibekukan)

Namun kedua usul tersebut, menurut politisi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Daniel Johan, justru melawan kehendak rakyat. PKB merupakan salah satu partai yang tidak mengirimkan anggotanya ke dalam Pansus Angket KPK.

Daniel mengatakan, tidak dipungkiri bahwa sebagai salah satu lembaga negara, KPK juga perlu diperbaiki dan diperkuat. Akan tetapi, usulan pembekuan bukanlah pilihan yang diinginkan masyarakat.

"Saya rasa itu melawan kehendak rakyat. Yang kita butuhkan adalah rekomendasi yang memperbaiki kekurangan KPK sehingga KPK berjalan sesuai rel konstitusi," ujar Daniel saat dihubungi, Minggu (10/9/2017).

Selain itu, Daniel juga tidak sepakat apabila kewenangan memberantas korupsi sepenuhnya dikembalikan kepada kepolisian dan kejaksaan.

Menurut dia masyarakat menginginkan KPK semakin baik dan kuat dalam konteks pemberantasan korupsi. KPK harus berjalan profesional tanpa adanya tendensi agenda lain selain penegakan hukum dan pemberantasan serta pencegahan korupsi.

Oleh karena itu, rekomendasi yang dihasilkan Pansus Angket KPK harus mampu mendorong lembaga antirasuah itu agar mampu menyelesaikan kasus-kasus korupsi tingkat tinggi yang merugikan negara hingga triliunan rupiah.

Selama ini kasus-kasus besar tersebut, kata Daniel, tidak mampu diatasi oleh institusi penegak hukum yang lain. Di sisi lain, pemerintah juga harus mendorong institusi kepolisian dan kejaksaan supaya semakin kuat dan efektif.

"Itu yang diharapkan rakyat atas kerja pansus. Saya rasa rakyat masih menginginkan keberadaan KPK, sambil kita mendorong institusi hukum yang lain semakin kuat dan efektif," ucapnya.

Secara terpisah, Direktur Eksekutif PARA Syndicate, Ari Nurcahyo mengatakan, pernyataan Henry Yosodiningrat justru mengungkapkan tujuan sebenarnya pembentukan Panitia Khusus Hak Angket KPK.

"Itu curhat (curahan hati) paling jujur dari seorang anggota DPR. Sebenarnya DPR memang ingin bekukan KPK," ujar Ari dalam diskusi di Jakarta, Minggu (10/9/2017).

(Baca: Isu Pembekuan KPK Dinilai Pernyataan Terjujur dari Pansus Hak Angket)

Pernyataan tersebut, kata Ari, semakin menguatkan dugaan masyarakat bahwa hak angket dibentuk untuk melemahkan dan melumpuhkan KPK.

Padahal, berdasarkan poling yang dilakukan PARA Syndicate secara online, sebanyak 76 persen netizen menganggap KPK lebih berintegritas dibandingkan DPR.

Ari mengatakan, DPR juga tidak berwenang membekukan KPK sebagai lembaga kehakiman. Fungsi DPR hanya tiga, yakni legislasi, pengawasan, dan anggaran.

"Kalau DPR ingin bekukan adalah pelanggaran? Yes. Tidak ada dalam UU MD3 yang mengatakan fungsi DPR bisa bekukan atau lembaga negara yang tidak efektif," kata Ari. 

Berdasarkan hasil survei Polling Center bersama Indonesia Corruption Watch (ICW), masyarakat menganggap KPK dan Presiden Joko Widodo sebagai pihak yang dipercaya dalam menjalankan agenda pemberantasan korupsi.

Hasil survei tersebut menyebutkan, 86 persen responden percaya KPK dan Presiden. Sementara partai politik dan DPR mendapat 35 persen dan 51 persen tingkat kepercayaan publik.

Peneliti ICW Febri Hendri mengatakan, masyarakat masih memandang Jokowi sebagai sosok yang bersih dari korupsi, tegas dan berkomitmen.

"Saya menilai itu hal yang wajar karena figur Jokowi yang dikenal bersih dari korupsi, tegas dan berkomitmen. Akhir-akhir ini juga dia seringkali bicara keras mengenai pungli," ujar Febri pada 20 Juli 2017.

Pada kesempatan yang sama, peneliti dari Polling Center Henny Susilowati mengatakan, tingginya kepercayaan masyarakat terhadap KPK disebabkan lembaga tersebut berhasil menjerat banyak pelaku korupsi.

"KPK sebagai lembaga yang dipercaya masyarakat untuk menjadi garda terdepan melawan korupsi. Masyarakat pun optimistis tentang keseriusan pemerintah untuk melawan korupsi," kata Henny.

(Baca: Survei: 86 Persen Responden Andalkan Jokowi dan KPK Berantas Korupsi)

Ralat PDI-P

Pernyataan Henry soal pembekuan KPK kemudian diralat oleh PDI-P. Sekjen PDI-P Hasto Kristiyanto mengatakan, sejak awal angket KPK dijalankan sebagai mekanisme pengawasan DPR guna meningkatkan kinerja KPK serta mendorong kerja sama antarlembaga penegak hukum sehingga efektivitas pemberantasan korupsi dapat ditingkatkan.

"Partai tidak berada pada posisi meminta pembubaran atau pembekuan. Rekomendasi yang disiapkan partai tetap bertitik tolak pada tugas KPK di dalam mencegah dan memberantas korupsi," kata Hasto.

(Baca: PDI-P Ralat Pernyataan Henry Yosodiningrat soal Pembekuan KPK)

Namun, dengan kewenangan yang sangat besar, dan pengalaman di masa sebelumnya, Hasto tidak menampik bahwa KPK ternyata bisa dipengaruhi oleh kepentingan di luar lembaganya.

Hasto menginstruksikan seluruh anggota pansus dari Fraksi PDI-P lebih mengedepankan gagasan positif terkait dengan fungsi pengawasan dan peningkatan kinerja KPK.

"Mengingat kewenangan KPK yang sangat besar tersebut, maka mekanisme pengawasan yang efektif terhadap kinerja KPK niscaya penting," ucap Hasto.

https://nasional.kompas.com/read/2017/09/11/07402911/wacana-pembekuan-kpk-dan-upaya-melawan-kehendak-rakyat

Terkini Lainnya

Waketum Gerindra Nilai Eko Patrio Pantas Jadi Menteri Prabowo-Gibran

Waketum Gerindra Nilai Eko Patrio Pantas Jadi Menteri Prabowo-Gibran

Nasional
MKD Temukan 3 Kasus Pelat Nomor Dinas DPR Palsu, Akan Koordinasi dengan Polri

MKD Temukan 3 Kasus Pelat Nomor Dinas DPR Palsu, Akan Koordinasi dengan Polri

Nasional
Paradoks Sejarah Bengkulu

Paradoks Sejarah Bengkulu

Nasional
Menteri PPN: Hak Milik atas Tanah di IKN Diperbolehkan

Menteri PPN: Hak Milik atas Tanah di IKN Diperbolehkan

Nasional
Menkes: Indonesia Kekurangan 29.000 Dokter Spesialis, Per Tahun Cuma Produksi 2.700

Menkes: Indonesia Kekurangan 29.000 Dokter Spesialis, Per Tahun Cuma Produksi 2.700

Nasional
Kepala Bappenas: Progres Pembangunan IKN Tahap 1 Capai 80,82 Persen

Kepala Bappenas: Progres Pembangunan IKN Tahap 1 Capai 80,82 Persen

Nasional
Hakim MK Cecar KPU RI Soal Ubah Aturan Tenggat Waktu Rekapitulasi Suara Pileg

Hakim MK Cecar KPU RI Soal Ubah Aturan Tenggat Waktu Rekapitulasi Suara Pileg

Nasional
Pakar Hukum: PTUN Bisa Timbulkan Preseden Buruk jika Kabulkan Gugatan PDI-P

Pakar Hukum: PTUN Bisa Timbulkan Preseden Buruk jika Kabulkan Gugatan PDI-P

Nasional
Gerindra: Pak Prabowo Bisa Jadi Presiden Terpilih berkat Doa PKS Sahabat Kami

Gerindra: Pak Prabowo Bisa Jadi Presiden Terpilih berkat Doa PKS Sahabat Kami

Nasional
Pakai Pelat Palsu Anggota DPR, Pemilik Alphard dalam Kasus Brigadir RAT Bakal Dipanggil MKD

Pakai Pelat Palsu Anggota DPR, Pemilik Alphard dalam Kasus Brigadir RAT Bakal Dipanggil MKD

Nasional
Jokowi Soroti Banyak Program Pemerintah Pusat dan Daerah yang Tak Sinkron

Jokowi Soroti Banyak Program Pemerintah Pusat dan Daerah yang Tak Sinkron

Nasional
KPK Tak Hadir, Sidang Gugatan Status Tersangka Gus Muhdlor Ditunda

KPK Tak Hadir, Sidang Gugatan Status Tersangka Gus Muhdlor Ditunda

Nasional
Sebut Prabowo Tak Miliki Hambatan Psikologis Bertemu PKS, Gerindra: Soal Teknis Saja

Sebut Prabowo Tak Miliki Hambatan Psikologis Bertemu PKS, Gerindra: Soal Teknis Saja

Nasional
Saat Jokowi Pura-pura Jadi Wartawan lalu Hindari Sesi 'Doorstop' Media...

Saat Jokowi Pura-pura Jadi Wartawan lalu Hindari Sesi "Doorstop" Media...

Nasional
Dampak UU DKJ, Usia Kendaraan di Jakarta Bakal Dibatasi

Dampak UU DKJ, Usia Kendaraan di Jakarta Bakal Dibatasi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke