Salin Artikel

Terbitnya Perppu Ormas Dinilai Akibat Kurang Pendekatan dan Panik

Ia mencontohkan saat dirinya menjabat Kapolda Sulawesi Tengah sempat diingatkan oleh Kapolda sebelumnya untuk tidak mendekati kelompok Islam Radikal di sana. Namun, Oegroseno justru melakukan pendekatan kepada mereka.

"Saya masuk, komunikasi, enggak ada masalah. Komunikasi yang diperlukan dari aparat ke masyarakat," ujar Oegroseno dalam sebuah acara diskusi di bilangan Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (15/7/2017).

Ia melihat pemerintah cenderung panik dengan situasi yang ada. Terbitnya Perppu merupakan "antibiotik" untuk mengobati kepanikan tersebut. Padahal menurutnya, hal ini dikarenakan belum ada komunikasi yang dibangun.

Baca: Wiranto: Ormas yang Dibubarkan Berhak Menggugat ke Pengadilan

"Ada suatu kepanikan. Tapi tidak ada proses sebelumnya yang betul. Dulu Jokowi saat menjadi wali kota Solo selalu komunikasi. Itu kebanggaan saya. Mungkin ini bisa dibangun lagi," kata dia.

Menurutnya, lebih baik pemerintah menurunkan Babinkamtibnas dan Babinsa sehingga biayanya bisa lebih minim.

Ia memperkirakan biayanya habya sekitar Rp 4 triliun per tahun untuk menggerakkan Babinkamtibnas dan Babinsa se-Indonesia. Mereka, kata Oegroseno, dapat berkomunikasi dan dengan masyarakat setiap hari.

"Komunikasi ini yang perlu dibangun dibanding melahirkan Perppu-perppu seperti ini," tutur mantan Kapolda Sumatera Utara itu.

Baca: PKB Dorong Partai Koalisi Bertemu Samakan Persepsi soal Perppu Ormas

Ketua Umum Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), Mulyadi P Tamsir berpandangan sama. Menurutnya, sekalipun dibubarkan, organisasi-organisasi tersebut bisa tetap ada secara de facto. Perppu Ormss pun dianggap tidak efektif untuk membubarkan ormas.

"Mesti ada komunikasi dan pembinaan, bukan pembinasaan," tutur Mulyadi.

https://nasional.kompas.com/read/2017/07/15/10572441/terbitnya-perppu-ormas-dinilai-akibat-kurang-pendekatan-dan-panik

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke