JAKARTA, KOMPAS.com - Kepala Kantor Staf Presiden (KSP) Teten Masduki mengatakan bahwa ada kekhawatiran aparat hukum menyalahgunakan wewenangnya jika diberikan kekuasaan yang besar dalam penanggulangan terorisme.
Menurut Teten, ini menjadi penyebab hingga saat ini revisi Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme (RUU Antiterorisme) masih mandek di DPR RI.
"Memang ada kekhawatiran kalau pemerintah, dalam hal ini penegak hukum, diberikan kewenangan terlalu besar, akan terjadi abuse of power," ujar Teten di kantornya, Senin (3/7/2017).
Namun, Teten meminta seluruh pihak untuk melihat persoalan substansinya, yakni aksi terorisme yang semakin nyata dan mengancam. Sementara, pemerintah belum memiliki payung hukum untuk menghadapi ancaman tersebut.
Teten menambahkan, sebenarnya kekhawatiran penyalahgunaan kekuasaan tidak memiliki dasar alasan yang kuat.
Sebab, dalam nuansa demokrasi seperti saat ini, tidak mungkin pemerintah melalui aparat hukumnya melaksanakan penyalahgunaan kekuasaan.
"Enggak mungkin pemerintah sekarang ini berpotensi untuk melakukan abuse of power. Pemerintah sekarang ini kan demokratis, bukan otoriter," ujar Teten.
Pemerintah saat ini, menurut Teten, terbentuk melalui sistem multipartai yang dapat menjadi alat kontrol. Oleh sebab itu, Teten berpendapat, tidak perlu ada atau dimunculkan kekhawatiran mengenai potensi penyalahgunaan kekuasaan.
"Terhadap kemungkinan penyalahgunaan kekuasaan, misalnya UU Terorisme akan berdampak pada pelanggaran HAM dan lain sebagainya, menurut saya tidak perlu dikhawatirkan. Kita lihat saja faktanya pemerintah sekarang ini sudah demokratis," ujar dia.
(Baca juga: Pemerintah Nilai Pembahasan RUU Antiterorisme Lamban, Ini Jawaban DPR)