JAKARTA, KOMPAS.com - Rekrutmen hakim pengadilan yang rencananya akan dilaksanakan pada pertengahan Juli 2017, disarankan agar ditunda.
Pengamat Hukum Tata Negara, Oce Madril mengatakan, sedianya Mahkamah Agung (MA) sebagai penyelenggara menunggu Undang-Undang Jabatan Hakim disahkan.
Saat ini, RUU Jabatan Hakim sedang dibahas di DPR.
"Menurut saya, MA harus menunda proses seleksi," kata Oce saat dihubungi, Jumat (30/6/2017).
(baca: MA: Rekrutmen Hakim Dimulai Pertengahan Juli)
Proses seleksi hakim digelar sehubungan terbitnya Peraturan MA (Perma) Nomor 2 Tahun 2017 yang berisi tentang pelaksanaan pengadaan hakim secara internal.
Selain itu, permintaan MA disetujui oleh Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi terkait formasi hakim.
Adapun kuota yang telah mendapat persetujuan Kemenpan RB sebanyak 1.684 hakim.
Pada prosesnya nanti, penerimaan calon hakim yang akan dilaksanakan pada pertengahan Juli 2017, menggunakan prosedur Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS). Artinya, seleksi dilakukan terbuka seperti seleksi CPNS.
(baca: MA Disarankan Libatkan Publik dalam Rekrutmen Hakim)
Menurut Oce, hakim bukanlah pejabat pemerintah, melainkan pejabat negara. Oleh karena itu, menjadi kurang pas jika proses seleksinya dilaksanakan seperti seleksi CPNS.
"Dasar hukumnya belum jelas. Hakim sebagai pejabat negara belum ada aturan rinci tentang mekanisme seleksinya. Tidak bisa menggunakan sistem PNS, itu melanggar hukum," kata Akademisi Universitas Gadjah Mada (UGM) tersebut.
Oce menambahkan, RUU Jabatan Hakim masuk ke dalam prioritas pembahasan karena merupakan inisiatif DPR.
Ia mengaku, optimistis jika akhir tahun ini RUU jabatan hakim akan selesai dibahas. Maka dari itu, sedianya MA menunda proses rekrutmen tersebut.
"Setelah itu, MA bisa lakukan seleksi. Dengan sistem baru menurut undang-undang Jabatan Hakim, maka seleksi Hakim akan lebih terjamin secara hukum dan aspek-aspek transparansi, akuntabilitas, serta integritas akan lebih terjamin," kata Oce.