Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Putusan MK Dinilai Hambat Mendagri Hapus Perda Berpotensi Pungli

Kompas.com - 20/06/2017, 13:43 WIB
Fachri Fachrudin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengatur pencabutan peraturan daerah (perda) harus melalui mekanisme uji materi di Mahkamah Agung (MA) dinilai menghambat Menteri Dalam Negeri (Mendagri) untuk segera membatalkan perda yang berpotensi menimbulkan pungutan liar.

Hal ini disampaikan peneliti Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) Mohammad Yudha Prawira dalam diskusi di kantor KPPOD, Kuningan, Jakarta, Selasa (20/6/2017).

"Ketika pemerintah melakukan upaya percepatan deregulasi atau pun reformasi regulasi di tingkat daerah, ini menjadi terhambat," ujar Yudha.

Padahal, lanjut Yudha, saat ini sekitar 3.000-an perda yang dianggap bermasalah namun telah berlaku. Menurut Yudha, pencabutan kewenangan Mendagri membatalkan perda juga akan menghambat program yang telah direncanakan pemerintah pusat.

"Misalnya, daerah tidak mampu atau cenderung lambat dalam menyesuaikan dengan peraturan yang diberikan pemerintah pusat," kata dia.

Sementara peneliti KPPOD lainnya, yakni Armand Suparman mencontohkan perda yang berpotensi menimbulkan pungutan liar. Perda Kabupaten Pangkajene Kepulauan Nomor 5 Tahun 2011, misalnya.

Dalam aturan itu disebutkan bahwa setiap wajib pajak hotel wajib melegalisasi/perforasi bon penjualan (bill) kepada kepala dinas, kecuali ditetapkan lain oleh kepala dinas.

Kemudian apabila wajib pajak hotel tersebut melegalisasi bon yang tidak legal akan dikenakan sanksi administrasi berupa denda Rp 10.000 per bulan.

Armand mengatakan, tidak ada landasan hukum atas keberlakuan regulasi tersebut, baik untuk melegalisasi bon maupun sanksi.

"Ini berpotensi pungutan liar dari kepala dinas," kata Armand.

(Baca juga: Putusan MK Disebut Persulit Kemendagri Tertibkan Perda)

Selain itu, lanjut Armand, perda-perda daerah juga ada yang dinilai bertentangan dengan hak asasi manusia yang sudah dijamin oleh negara.

Misalnya, Perda Kota Bekasi Nomor 18/2011 dan Perda Kabupaten Karawang Nomor 1/2011 yang terkait pengisian lowongan pekerjaan memprioritaskan warga sekitar perusahaan sekurang-kurangnya 60 persen. Apabila tidak memenuhi kuota, maka dapat diisi warga dari dalam wilayah kota Bekasi.

KPPOD menilai, regulasi tersebut bertentangan dengan UU Nomor 13/2003 tentang Ketenagakerjaan yang menyebutkan bahwa setiap warga punya kesempatan yang sama tanpa diskriminasi dalam memeroleh pekerjaan.

"Merupakan hak dasar bagi warga untuk bergerak ke mana pun dan mendapatkan pekerjaan dan penghidupan yang layak," kata dia.

(Baca juga: MA Siap Terima Dampak Putusan MK terkait Pembatalan Perda)

Kompas TV MK Cabut Kewenangan Kemendagri Batalkan Perda
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Pengusaha Hendry Lie Jadi Tersangka Kasus Korupsi Timah

Pengusaha Hendry Lie Jadi Tersangka Kasus Korupsi Timah

Nasional
Prabowo: Kami Maju dengan Kesadaran Didukung Kumpulan Tokoh Kuat, Termasuk PBNU

Prabowo: Kami Maju dengan Kesadaran Didukung Kumpulan Tokoh Kuat, Termasuk PBNU

Nasional
Prabowo: Saya Merasa Dapat Berkontribusi Beri Solusi Tantangan Bangsa

Prabowo: Saya Merasa Dapat Berkontribusi Beri Solusi Tantangan Bangsa

Nasional
Prabowo Sebut Jokowi Siapkan Dirinya Jadi Penerus

Prabowo Sebut Jokowi Siapkan Dirinya Jadi Penerus

Nasional
Prabowo mengaku Punya Kedekatan Alamiah dengan Kiai NU

Prabowo mengaku Punya Kedekatan Alamiah dengan Kiai NU

Nasional
Imigrasi Deportasi 2 WN Korsel Produser Reality Show 'Pick Me Trip in Bali'

Imigrasi Deportasi 2 WN Korsel Produser Reality Show "Pick Me Trip in Bali"

Nasional
Prabowo Berterima Kasih ke PBNU karena Komitmen Dukung Pemerintahan ke Depan

Prabowo Berterima Kasih ke PBNU karena Komitmen Dukung Pemerintahan ke Depan

Nasional
Gus Yahya: Tak Ada Peran yang Lebih Tepat bagi PBNU Selain Bantu Pemerintah

Gus Yahya: Tak Ada Peran yang Lebih Tepat bagi PBNU Selain Bantu Pemerintah

Nasional
Gus Yahya: Ini Halal Bihalal Keluarga, Prabowo-Gibran Anggota Keluarga NU

Gus Yahya: Ini Halal Bihalal Keluarga, Prabowo-Gibran Anggota Keluarga NU

Nasional
Data Penyelidikan SYL Diduga Bocor, KPK Akan Periksa Internal Setelah Febri Diansyah dkk Bersaksi di Sidang

Data Penyelidikan SYL Diduga Bocor, KPK Akan Periksa Internal Setelah Febri Diansyah dkk Bersaksi di Sidang

Nasional
Prabowo Tiba di Acara Halal Bihalal PBNU, Diantar Gibran Masuk Gedung

Prabowo Tiba di Acara Halal Bihalal PBNU, Diantar Gibran Masuk Gedung

Nasional
Gerindra Tegaskan Prabowo Belum Susun Kabinet, Minta Pendukung Tak Bingung

Gerindra Tegaskan Prabowo Belum Susun Kabinet, Minta Pendukung Tak Bingung

Nasional
Hadiri Halal Bihalal PBNU, Gibran Disambut Gus Yahya dan Gus Ipul

Hadiri Halal Bihalal PBNU, Gibran Disambut Gus Yahya dan Gus Ipul

Nasional
Gempa Garut, Tenda Pengungsian Didirikan di Halaman RS Sumedang

Gempa Garut, Tenda Pengungsian Didirikan di Halaman RS Sumedang

Nasional
Anies Diprediksi Bakal Terima Tawaran Nasdem Jadi Cagub DKI jika Tak Ada Panggung Politik Lain

Anies Diprediksi Bakal Terima Tawaran Nasdem Jadi Cagub DKI jika Tak Ada Panggung Politik Lain

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com