Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dukung Hak Angket KPK, PPP Tak Khawatir Citra Partai Memburuk

Kompas.com - 15/06/2017, 09:27 WIB
Nabilla Tashandra

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Sekretaris Jenderal Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Arsul Sani meyakini posisi partainya dalam hak angket Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak berpengaruh pada citra partai.

Menurut Arsul, citra partai terbentuk tidak hanya karena satu sikap politik atau pendirian tertentu atas suatu masalah hukum dan kebijakan pemerintah yang ada.

"Pengecualian terhadap keadaan seperti ini adalah hanya dalam satu kasus korupsi yang besar di mana banyak kader yang terlibat, sementara partainya nendengung-dengungkan suara antikorupsi," kata Arsul melalui pesan singkat, Kamis (15/6/2017).

Jika saat ini partai yang masuk dalam Panitia Khusus Angket KPK dicitrakan negatif, kata Arsul, hal itu karena masyarakat diberi infomasi yang dasarnya sudah prasangka buruk dari lembaga swadaya masyarakat (LSM) atau pihak-pihak lainnya.

Padahal, informasi tersebut belum diklarifiksi kepada para anggota DPR.

Oleh karena itu, Arsul menilai hal terpenting adalah menjelaskan secara baik kepada kalangan pendukung dan konstituen bahwa PPP mendukung hak angket adalah karena untuk menperbaiki KPK, bukan mendukung pelemahan.

Penjelasan kepada kelompok-kelompok masyarakat juga terus diberikan PPP. Misalnya, sebagai alumni Universitas Indonesia ia berdialog dengan Ikatan Alumni UI (ILUNI UI) dan ILUNI Fakultas Hukum UI.

"Semuanya saya paparkan temuan-temuan Komisi III tentang kondisi internal KPK. Ini paling tidak memberikan informasi yang berimbang dengan informasi dari kelompok LSM tertentu yang pokoknya kalau KPK enggak boleh diutak-atik oleh siapa pun, termasuk DPR yang punya fungsi konstitusional di bidang pengawasan," ucap anggota Komisi III DPR itu.

(Baca juga: Penggunaan Hak Angket di DPR Tak Pengaruhi Kerja KPK)

Berbagai pihak mengkritik penggunaan hak angket DPR yang berawal dari pengusutan kasus korupsi e-KTP oleh KPK.

Pansus tersebut dianggap upaya melawan balik KPK pasca sejumlah anggota DPR disebut merima aliran uang korupsi e-KTP.

Penolakan terhadap hak angket juga disuarakan melalui sebuahpetisi di situs change.org.

Selain itu, keabsahan pembentukan Pansus Angket pun dipertanyakan. KPK tengah meminta pendapat para ahli soal sah tidaknya Pansus tersebut.

(Baca juga: 132 Pakar Hukum Tata Negara Nilai Cacat Pembentukan Pansus Angket KPK)

Kompas TV Hak Angket, Lemahkan KPK? - Dua Arah (Bag 4)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

 PAN Nilai 'Presidential Club' Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

PAN Nilai "Presidential Club" Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Nasional
LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

Nasional
MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

Nasional
PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Soal 'Presidential Club', Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Soal "Presidential Club", Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com