Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Surya Paloh: Apa yang Luar Biasa Bila DPR Gunakan Hak Angket?

Kompas.com - 02/05/2017, 18:08 WIB
Rakhmat Nur Hakim

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh menilai wajar penggunaan hak angket oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang ditujukan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait Berita Acara Pemeriksaan (BAP) anggota DPR Fraksi Hanura, Miryam S. Haryani.

"Saya bisa memahani itu. Dan saya menyatakan ketika ditanyakan saya bilang silakan jalankan hak kalian dalam fraksi di DPR," ujar Paloh saat ditemui di kantor Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Nasdem, Cikini, Jakarta Pusat, Selasa (2/5/2017).

Ia menganggap hak angket merupakan hak yang melekat pada DPR sehingga wajar bila sekali waktu digunakan. Menurut Paloh, dalam hal ini, DPR hanya menjalankan tugas seperti biasanya untuk mengawasi kinerja lembaga lain.

"Apa yang luar biasa DPR gunakan hak angket ketika hak itu melekat pada dewan. Bukan dia mendapat hak baru. Hak interpelasi, hak angket, ada pada dewan. Kemudian dipergunakan pada KPK dengan latar belakang KPK dibentuk dewan," tutur Paloh.

(Baca: Mahfud MD: KPK Tak Bisa Jadi Subyek untuk Hak Angket)

Ia meyakini tak ada satu lembaga pun baik di eksekutif maupun legislatif yang luput dari kesalahan dalam menjalankan tugasnya terlepas disengaja atau tidak. Sehingga usulan hak angket DPR kepada KPK, bagi Paloh, merupakan mekanisme pengawasan yang wajar dan sudah semestinya dilakukan.

Ia mengatakan masyarakat tentu menginginkan KPK yang kuat. Hal itu, menurutnya, harus dilakukan tanpa harus melemahkan kinerja dewan yang memang memiliki hak untuk mengawasi KPK.

Paloh pun menegaskan partainya mendukung usulan hak angket agar KPK menjadi lebih baik kinerjanya.

"Kau laksanakan hak angket KPK untuk apa? Niat baik? Oh baik. Oh mau cek apakah jalan proseduralnya. Boleh, enggak ada yang salah. Justru aneh kalau dianggap luar biasa, itu namanya kita melemahkan dewan," ujar Paloh.

(Baca: Drama Rapat Paripurna DPR Loloskan Hak Angket KPK...)

"Mungkin ada dua tiga policy dewan yang salah. Mungkin ada dua, empat, lima, sepuluh elit politik yang memuakkan. Tapi apakah institusinya harus dihilangkan? Harus dibumihanguskan?" lanjut Paloh.

Usulan hak angket dimulai dari protes yang dilayangkan sejumlah anggota Komisi III kepada KPK terkait persidangan kasus dugaan korupsi proyek e-KTP di Pengadilan Tipikor Jakarta.

Dalam persidangan, penyidik KPK Novel Baswedan yang dikonfrontasi dengan politisi Hanura Miryam S Haryani, mengatakan bahwa Miryam ditekan oleh sejumlah anggota Komisi III DPR, agar tidak mengungkap kasus korupsi dalam pengadaan e-KTP. Menurut Novel, hal itu diceritakan Miryam saat diperiksa di Gedung KPK.

Para anggota DPR yang namanya disebut langsung bereaksi. Penggunaan hak angket kemudian muncul. Dalam Rapat Paripurna pada Jumat lalu, Taufiqulhadi selaku perwakilan pengusul menyampaikan sejumlah latar belakang pengusulan hak angket itu.

(Baca: Fahri Hamzah Sebut Hak Angket Bisa Diajukan untuk KPK, Ini Alasannya)

Salah satunya terkait tata kelola anggaran, misalnya Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) kepatuhan KPK Tahun 2015 tercatat 7 indikasi ketidakpatuhan terhadap peraturan perundang-undangan.

Selain itu, terkait tata kelola dokumentasi dalam proses hukum penindakan dugaan kasus korupsi, yakni terjadinya "kebocoran" dokumen dalam proses hukum seperti Berita Acara Pemeriksaan (BAP), Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) dan surat cegah tangkal (cekal), serta beberapa temuan lainnya yang akan didalami dalam pelaksanaan hak angket nanti.

Setelah disahkan, DPR langsung dikritik berbagai pihak. Elite parpol belakangan bersikap menolak penggunaan hak angket tersebut.

Kompas TV Meski Telah Disetujui, Hak Angket Dinilai Cacat Hukum?
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Sempat Berkelakar Hanif Dhakiri Jadi Menteri, Muhaimin Bilang Belum Ada Pembicaraan dengan Prabowo

Sempat Berkelakar Hanif Dhakiri Jadi Menteri, Muhaimin Bilang Belum Ada Pembicaraan dengan Prabowo

Nasional
PKS Janji Fokus Jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

PKS Janji Fokus Jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

Nasional
Gerindra Ungkap Ajakan Prabowo Buat Membangun Bangsa, Bukan Ramai-ramai Masuk Pemerintahan

Gerindra Ungkap Ajakan Prabowo Buat Membangun Bangsa, Bukan Ramai-ramai Masuk Pemerintahan

Nasional
PKB Terima Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Kalimantan, Salah Satunya Isran Noor

PKB Terima Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Kalimantan, Salah Satunya Isran Noor

Nasional
ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

Nasional
Nasdem Kaji Duet Anies-Sahroni di Pilkada Jakarta

Nasdem Kaji Duet Anies-Sahroni di Pilkada Jakarta

Nasional
PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

Nasional
Demokrat Tak Ingin Ada 'Musuh dalam Selimut' di Periode Prabowo-Gibran

Demokrat Tak Ingin Ada "Musuh dalam Selimut" di Periode Prabowo-Gibran

Nasional
Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

Nasional
Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

Nasional
Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Belum Tahu Mau Jawab Apa

Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Belum Tahu Mau Jawab Apa

Nasional
Gugat Dewas ke PTUN hingga 'Judicial Review' ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

Gugat Dewas ke PTUN hingga "Judicial Review" ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

Nasional
Sengketa Pileg, PPP Klaim Suara Pindah ke Partai Lain di 35 Dapil

Sengketa Pileg, PPP Klaim Suara Pindah ke Partai Lain di 35 Dapil

Nasional
Pemerintah Akan Bangun Sekolah Aman Bencana di Tiga Lokasi

Pemerintah Akan Bangun Sekolah Aman Bencana di Tiga Lokasi

Nasional
KPK Pertimbangkan Anggota DPR yang Diduga Terima THR dari Kementan jadi Saksi Sidang SYL

KPK Pertimbangkan Anggota DPR yang Diduga Terima THR dari Kementan jadi Saksi Sidang SYL

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com