Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kegagalan Reformasi Birokrasi

Kompas.com - 07/04/2017, 17:59 WIB
Krisiandi

Penulis

Oleh: Wana Alamsyah

Keberhasilan pemerintah dalam melakukan reformasi birokrasi di Indonesia dipertanyakan. Temuan Indonesia Corruption Watch menempatkan aparatur sipil negara sebagai aktor yang paling banyak terjerat kasus korupsi pada 2010-2016.

Setidaknya sekitar 3.417 aparatur sipil negara (ASN) ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi di sejumlah daerah.

Abdi negara punya kewajiban melayani masyarakat yang berkaitan dengan hak dasar, seperti akses pendidikan, kesehatan, dan perizinan, secara efektif dan efisien. Sayangnya, masih terdapat pelanggaran yang sering dilakukan ASN, salah satunya dengan mengutip sejumlah uang untuk mempercepat proses layanan.

Berdasarkan laporan The Global Competitiveness Report 2016-2017 yang dirilis oleh Forum Ekonomi Dunia, Indonesia menempati peringkat ke-41 dari 138 negara. Indonesia berada di bawah negara ASEAN, seperti Singapura, Malaysia dan Thailand.

Laporan tersebut menyatakan, permasalahan korupsi dan inefisiensi birokrasi menjadi salah satu kendala paling besar dalam melakukan usaha di Indonesia. Akibat tindakan koruptif yang dilakukan oleh ASN, pengusaha harus mengeluarkan biaya tambahan untuk memperlancar birokrasi yang terlalu rumit.

Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 81 Tahun 2010 terdapat delapan area perubahan reformasi birokrasi yang pada intinya berfokus pada penyelenggaraan pemerintahan yang bersih dari KKN dan meningkatkan kualitas pelayanan publik. Ini tak terjadi jika tak didukung peningkatan kapasitas dan perubahan pola pikir secara fundamental.

Penyebab gagalnya reformasi birokrasi di Indonesia setidaknya ada empat hal. Pertama, tidak jarang ASN digunakan sebagai alat untuk mengeruk sumber daya ekonomi ataupun mengeruk suara dalam proses pilkada.

Hal ini tak terlepas dari peran kepala daerah yang meminta jatah proyek kepada abdi negara, salah satunya dalam proses pengadaan barang dan jasa. Kepala daerah memiliki peran dalam mengintervensi proses pengadaan barang, seperti kasus dugaan korupsi yang dilakukan oleh Wali Kota Madiun terkait dengan pembangunan pasar.

Salah satu poin dalam delapan area perubahan reformasi adalah SDM aparatur. Hasil yang diharapkan adalah SDM yang berintegritas, netral, kompeten, cakap, profesional, berkinerja tinggi, dan sejahtera. Lemahnya integritas yang dimiliki seorang ASN akan menyeretnya ke dalam pusaran korupsi. Seorang ASN pun sulit menolak perintah kepala daerah karena ia rentan dimutasi.

Hal yang sama terjadi pada saat pilkada. Dalam PP Nomor 53 Tahun 2010 dijelaskan bahwa ASN tak boleh terlibat dalam kegiatan kampanye. Namun, tak jarang ASN dimobilisasi untuk meraup suara oleh calon kepala daerah, terutama petahana. Hilangnya netralitas ASN dalam pilkada disinyalir akibat birokrasi yang dibentuk kepala daerah. Jika tak dipatuhi, sanksinya adalah pemindahan.

Kedua, adanya dugaan jual beli jabatan yang dilakukan oleh kepala daerah. Kasus yang melibatkan bupati di Klaten merupakan fenomena gunung es.

Praktik jual beli jabatan seperti ini akan berdampak terhadap kualitas pelayanan publik. Seseorang yang membayar untuk menduduki jabatan tertentu tidak memiliki orientasi kualitas layanan. Orientasinya adalah jumlah uang yang diperoleh. Akibatnya, ini menimbulkan potensi untuk korupsi, salah satunya dengan melakukan pungutan liar.

Ketiga, bergulirnya revisi UU ASN akan berpotensi melemahkan Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) sebagai lembaga pengawas. Berdirinya KASN adalah mandat dari UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN. Salah satu wewenang KASN adalah mengawasi dan mengevaluasi proses pengisian jabatan tinggi. Jika revisi UU ASN jadi dilakukan, ada potensi KASN dilemahkan atau kondisi yang paling parah adalah dibubarkan. Hal ini membuka peluang kian maraknya jual beli jabatan.

Berdasarkan estimasi yang dilakukan KASN, total transaksi jual beli jabatan pada 2016 mencapai Rp 36,7 triliun dengan asumsi nominal untuk jabatan tinggi mulai Rp 250 juta hingga Rp 500 juta. Disahkannya UU ASN juga akan berakibat pada kualitas pegawai negeri karena ada sekitar 1,2 juta tenaga honorer yang diangkat tanpa melalui proses seleksi.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang 'Toxic' ke Pemerintahan

Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang "Toxic" ke Pemerintahan

Nasional
Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Nasional
Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Nasional
Jika Diduetkan, Anies-Ahok Diprediksi Bakal Menang Pilkada DKI Jakarta 2024

Jika Diduetkan, Anies-Ahok Diprediksi Bakal Menang Pilkada DKI Jakarta 2024

Nasional
Jokowi Perlu Kendaraan Politik Lain Usai Tak Dianggap PDI-P

Jokowi Perlu Kendaraan Politik Lain Usai Tak Dianggap PDI-P

Nasional
Kaesang dan Gibran Dianggap Tak Selamanya Bisa Mengekor Jokowi

Kaesang dan Gibran Dianggap Tak Selamanya Bisa Mengekor Jokowi

Nasional
Hasil Rekapitulasi di Papua Berubah-ubah, KPU Minta MK Hadirkan Ahli Noken

Hasil Rekapitulasi di Papua Berubah-ubah, KPU Minta MK Hadirkan Ahli Noken

Nasional
Tak Dianggap Kader PDI-P, Jokowi dan Keluarga Diprediksi Gabung Golkar

Tak Dianggap Kader PDI-P, Jokowi dan Keluarga Diprediksi Gabung Golkar

Nasional
Prabowo Harap Semua Pihak Rukun meski Beda Pilihan Politik

Prabowo Harap Semua Pihak Rukun meski Beda Pilihan Politik

Nasional
Jokowi Sebut Penyusunan Kabinet Mendatang Hak Prerogatif Prabowo

Jokowi Sebut Penyusunan Kabinet Mendatang Hak Prerogatif Prabowo

Nasional
Temui Warga Aceh Usai Pilpres, Cak Imin Janji Lanjutkan Perjuangan

Temui Warga Aceh Usai Pilpres, Cak Imin Janji Lanjutkan Perjuangan

Nasional
Timnas Akan Hadapi Guinea untuk Bisa Lolos ke Olimpiade, Jokowi: Optimistis Menang

Timnas Akan Hadapi Guinea untuk Bisa Lolos ke Olimpiade, Jokowi: Optimistis Menang

Nasional
KPK Sebut Penyidik Bisa Jemput Paksa Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor

KPK Sebut Penyidik Bisa Jemput Paksa Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor

Nasional
TNI AD Mulai Tanam Padi di Merauke, KSAD: Selama Ini Hasilnya Kurang Baik

TNI AD Mulai Tanam Padi di Merauke, KSAD: Selama Ini Hasilnya Kurang Baik

Nasional
KPK Mengaku Bisa Tangkap Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Kapan Saja

KPK Mengaku Bisa Tangkap Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Kapan Saja

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com