Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Partai Politik Dianggap Pragmatis dalam Menyusun RUU Pemilu

Kompas.com - 27/03/2017, 16:46 WIB
Dani Prabowo

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com – Pascakunjungan kerja ke Jerman beberapa waktu lalu, Panitia Khusus Rancangan Undang-Undang Pemilu menggelontorkan wacana keanggotaan Komisi Pemilihan Umum yang berasal dari partai politik.

Namun, wacana tersebut dipandang sebagai pragmatisme partai politik dalam memperjuangkan kepentingan kelompok mereka ketika kontestasi berlangsung.

"Saya kira watak pragmatis itu kian kelihatan seiring dengan makin dekatnya batas waktu akhir proses pembahasan RUU Pemilu," kata peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karus dalam pesan singkat kepada Kompas.com, Senin (27/3/2017).

Sebagai anggota partai politik, kata dia, anggota Pansus RUU Pemilu dituntut membela kepentingan kendaraan politiknya untuk melenggang ke parlemen, sedini mungkin.

Tentu ini dengan harapan bahwa ada jaminan memenangkan pemilu di kemudian hari.

"Tuntutan tersebut tampaknya begitu sulit jika mempertimbangkan usulan masyarakat sipil dan pakar di dalam negeri yang dengan segala idealismenya mencoba membangun regulasi kepemiluan yang mendukung penguatan demokrasi," kata Lucius.

(Baca juga: Lihatlah Konstitusi dan Sejarah Saat KPU Disesaki Wakil Parpol)

Ia menambahkan, Pansus RUU Pemilu selama ini selalu diingatkan bahwa anggota KPU yang nantinya terpilih harus mandiri dan bebas dari kepentingan pihak mana pun. Hal itu sesuai dengan ketentuan yang diatur di dalam Pasal 22E ayat (5) UUD 1945.

"Semangat kemandirian KPU yang kemudian dirumuskan oleh penyusun (amandemen ketiga) UUD tentu muncul dari pengalaman di mana ketika penyelenggara pemilu berasal dari parpol, maka yang akan terjadi adalah praktek transaksional yang kian menjadi seiring dengan masalah yang muncul selama proses penyelenggaraan pemilu," ujar Lucius.

(Baca juga: "Komisioner KPU dari Parpol adalah Langkah Mundur Demokrasi")

Namun, ia menduga, usulan yang diberikan masyarakat sipil serta sejumlah pakar tidak dianggap serius. Sebaliknya, ada sejumlah sikap yang telah dirancang terhadap beberapa isu krusial dalam pembahasan RUU Pemilu.

Untuk menghindari kritik dari masyarakat, maka Pansus RUU Pemilu membawa pembahasan tersebut ke luar negeri.

"Begitu pragmatisnya wacana ini membuat Pansus harus menggunakan studi banding untuk menyampaikannya ke publik. Seolah-olah dengan menyebutnya sebagai hasil studi, mereka punya legitimasi untuk mengakomodasi wacana itu di dalam RUU," ucap dia.

Kompas TV DPR dan Pemerintah Bahas Revisi UU Pemilu
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

 Prabowo Disebut Ingin Tambah Jumlah Kementerian, Jokowi Klaim Tak Beri Masukan

Prabowo Disebut Ingin Tambah Jumlah Kementerian, Jokowi Klaim Tak Beri Masukan

Nasional
Menag Bertolak ke Arab Saudi Cek Persiapan Ibadah Haji untuk Jamaah Indonesia

Menag Bertolak ke Arab Saudi Cek Persiapan Ibadah Haji untuk Jamaah Indonesia

Nasional
Luhut Ingatkan Prabowo Jangan Bawa Orang 'Toxic', Jokowi: Benar Dong

Luhut Ingatkan Prabowo Jangan Bawa Orang "Toxic", Jokowi: Benar Dong

Nasional
Ganjar Harap Buruknya Pilpres 2024 Tak Dikloning ke Pilkada

Ganjar Harap Buruknya Pilpres 2024 Tak Dikloning ke Pilkada

Nasional
Bea Cukai Jadi Sorotan Publik, Pengamat Intelijen: Masyarakat Harus Beri Dukungan untuk Perbaikan

Bea Cukai Jadi Sorotan Publik, Pengamat Intelijen: Masyarakat Harus Beri Dukungan untuk Perbaikan

Nasional
Hakim Agung Gazalba Saleh Didakwa Terima Rp 37 Miliar karena Kabulkan PK Eks Terpidana Megapungli di Pelabuhan Samarinda

Hakim Agung Gazalba Saleh Didakwa Terima Rp 37 Miliar karena Kabulkan PK Eks Terpidana Megapungli di Pelabuhan Samarinda

Nasional
Ditanya soal Ikut Dorong Pertemuan Megawati-Prabowo, Jokowi Tersenyum lalu Tertawa

Ditanya soal Ikut Dorong Pertemuan Megawati-Prabowo, Jokowi Tersenyum lalu Tertawa

Nasional
Berhaji Tanpa Visa Haji, Risikonya Dilarang Masuk Arab Saudi Selama 10 Tahun

Berhaji Tanpa Visa Haji, Risikonya Dilarang Masuk Arab Saudi Selama 10 Tahun

Nasional
Kuota Haji Terpenuhi, Kemenag Minta Masyarakat Tak Tertipu Tawaran Visa Non-haji

Kuota Haji Terpenuhi, Kemenag Minta Masyarakat Tak Tertipu Tawaran Visa Non-haji

Nasional
Sengketa Pileg, Hakim MK Sindir MU Kalah Telak dari Crystal Palace

Sengketa Pileg, Hakim MK Sindir MU Kalah Telak dari Crystal Palace

Nasional
Wakil Ketua MK Sindir Nasdem-PAN Berselisih di Pilpres, Rebutan Kursi di Pileg

Wakil Ketua MK Sindir Nasdem-PAN Berselisih di Pilpres, Rebutan Kursi di Pileg

Nasional
PDI-P Berada di Dalam atau Luar Pemerintahan, Semua Pihak Harus Saling Menghormati

PDI-P Berada di Dalam atau Luar Pemerintahan, Semua Pihak Harus Saling Menghormati

Nasional
Dua Kali Absen, Gus Muhdlor Akhirnya Penuhi Panggilan KPK

Dua Kali Absen, Gus Muhdlor Akhirnya Penuhi Panggilan KPK

Nasional
Ganjar Tegaskan Tak Gabung Pemerintahan Prabowo, Hasto: Cermin Sikap PDI-P

Ganjar Tegaskan Tak Gabung Pemerintahan Prabowo, Hasto: Cermin Sikap PDI-P

Nasional
Kelakuan SYL Minta Dibayarkan Lukisan Sujiwo Tejo Rp 200 Juta, Bawahan Kebingungan

Kelakuan SYL Minta Dibayarkan Lukisan Sujiwo Tejo Rp 200 Juta, Bawahan Kebingungan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com