JAKARTA, KOMPAS.com - Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Febri Diansyah mengatakan tujuh saksi bakal dihadirkan pada sidang lanjutan dugaan korupsi pengadaan kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP).
Menurut Febri, ketujuh saksi itu berasal dari unsur Kementerian Dalam Negeri dan DPR.
"Dari tujuh orang saksi itu, empat orang adalah pejabat atau mantan pejabat di Kemendagri dan tiga orang dari anggota atau mantan anggota DPR RI," kata Febri di gedung KPK, Jakarta, Rabu (22/3/2017).
Febri menyatakan pemeriksaan terhadap tujuh saksi itu masih berkaitan dengan aspek penganggaran pada proyek e-KTP tersebut.
(Baca: KPK Sengaja Rahasiakan Nama Pengembali Uang Korupsi E-KTP)
Sebelumnya, dalam sidang lanjutan pada Kamis (16/3), jaksa dari KPK menghadirkan delapan saksi, namun satu saksi yakni mantan Menteri Keuangan Agus Martowardojo tidak hadir dan satu lagi saksi, yakni mantan Dirjen Administrasi Kependudukan Kemendagri Rasyid Saleh terlambat sehingga kesaksiannya ditunda pada 23 Maret.
Sehingga majelis hakim yang diketuai John Halasan hanya mendengar keterangan enam saksi, yakni mantan Mendagri Gamawan Fauzi, mantan Sekjen Kemendagri Diah Angraeni, Kabiro Perencanaan Kementerian Dalam Negeri 2004-2010 Yuswandi A Temenggung, mantan Ditjen Keuangan Daerah Kemendagri Elvius Dailami, anggota DPR Chaeruman Harahap dan pengusaha Winata Cahyadi.
Terdakwa dalam kasus ini adalah Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Irman dan Pejabat Pembuat Komitmen pada Dukcapil Kemendagri Sugiharto.
Atas perbuatannya, Irman dan Sugiharto didakwa berdasarkan pasal 2 ayat (1) atas pasal 3 UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
(Baca: Bela Setya Novanto, Fadli Zon Minta MKD Tunggu Sidang E-KTP)
Pasal tersebut mengatur tentang orang yang melanggar hukum, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya jabatan atau kedudukan sehingga dapat merugikan keuangan dan perekonomian negara dan memperkaya diri sendiri, orang lain atau korporasi dengan ancaman pidana penjara maksimal 20 tahun denda paling banyak Rp1 miliar.
Puluhan pihak disebut menikmati aliran dana pengadan e-KTP tahun anggaran 2011-2012 dari total anggaran sebesar Rp 5,95 triliun.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.