Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menanti Pengungkapan Skandal Korupsi E-KTP

Kompas.com - 07/03/2017, 06:33 WIB
Abba Gabrillin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Kicauan mantan Bendahara Umum Partai Demokrat, Muhammad Nazaruddin, empat tahun silam, ditindaklanjuti oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Satu demi satu keterangan dan barang bukti dikumpulkan untuk mengungkap skandal besar di balik pengadaan Kartu Tanda Penduduk berbasis elektronik (e-KTP) pada 2011-2012.

Awalnya, Nazaruddin dianggap hanya mengada-ada.

Ia pun sempat dilaporkan ke kepolisian atas dugaan pencemaran nama baik dan fitnah.

Kini, KPK membuktikan bahwa pernyataan yang disampaikan Nazaruddin bukan sekadar bualan.

Berkas penyidikan setebal 24.000 halaman sudah berada di Gedung Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta.

Keterangan lengkap hampir 300 saksi telah tersusun rapi, terangkum dalam sebuah surat dakwaan setebal 120 halaman.

Dua pejabat Kementerian Dalam Negeri, yakni Irman dan Sugiarto, diyakini bukan orang terakhir yang akan duduk di kursi terdakwa.

(Baca: Ketua MPR: Kasus Korupsi E-KTP Uji Nyali Bagi KPK)

Persidangan terhadap keduanya justru dinilai awal terbongkarnya mega korupsi e-KTP.

"Kami tentu tidak hanya bicara soal nama-nama yang ada di dakwaan, tapi lebih kompleks dari itu. Ada nama peran dan posisi masing-masing dalam rentang waktu proyek e-KTP yang kami sidik," ujar Juru Bicara KPK Febri Diansyah, di Gedung KPK Jakarta, Senin (6/3/2017).

Kerugian negara

Proyek pengadaan e-KTP dimenangkan konsorsium Perusahaan Umum Percetakan Negara Republik Indonesia (Perum PNRI).

Konsorsium itu terdiri atas Perum PNRI, PT Superintending Company of Indonesia (Sucofindo persero), PT LEN Industri (persero), PT Quadra Solution, dan PT Sandipala Arthaputra.

Nilai proyek multiyears pengadaan e-KTP lebih dari Rp 6 triliun.

Pasca dimulainya penyidikan, KPK meminta bantuan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) untuk menghitung dugaan kerugian negara.

Hasilnya, audit BPKP menemukan indikasi kerugian negara sebesar lebih dari Rp 2 triliun.

Korupsi dalam bentuk penggelembungan anggaran dan suap diduga mengalir ke sejumlah pihak.

Beberapa di antaranya diduga mengalir ke sejumlah pejabat swasta, pejabat di Kementerian Dalam Negeri, dan sejumlah anggota DPR RI.

(Baca: Jawaban Yasonna Laoly Saat Ditanya Keterlibatan DPR dalam Kasus E-KTP)

Dalam proses penyidikan, KPK menerima penyerahan uang sekitar Rp 220 miliar dari pihak korporasi.

Uang tersebut berasal dari 5 perusahaan dan 1 konsorsium.

Selain itu, KPK juga menerima penyerahan uang senilai Rp 30 miliar dari 14 orang.

Menurut Febri, sebagian dari 14 orang tersebut adalah anggota DPR yang pernah terlibat dalam proyek pengadaan e-KTP.

Libatkan nama besar

Saat ditemui wartawan beberapa hari lalu, Ketua KPK Agus Rahardjo memastikan ada nama-nama pejabat besar yang akan diungkap pada sidang perdana yang bakal digelar Kamis (9/3/2017) mendatang.

Ia berharap tidak terjadi guncangan politik setelah dakwaan dibacakan jaksa KPK.

Halaman:


Terkini Lainnya

Wacana Prabowo Tambah Kementerian Diyakini Bakal Picu Problem

Wacana Prabowo Tambah Kementerian Diyakini Bakal Picu Problem

Nasional
Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Nasional
Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Nasional
Pakar Ungkap 'Gerilya' Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Pakar Ungkap "Gerilya" Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Nasional
Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Nasional
Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Nasional
Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Nasional
'Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit'

"Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit"

Nasional
Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Nasional
PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

Nasional
Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Nasional
Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Nasional
Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Nasional
Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com