Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kejagung Anggap Sah Hasil Kerugian Negara Terkait Kasus Mobil Listrik

Kompas.com - 06/03/2017, 18:59 WIB
Ambaranie Nadia Kemala Movanita

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Kepala Subdirektorat Penyidikan Tindak Pidana Korupsi pada Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Kejagung, Yulianto mengatakan, hasil kerugian negara dalam kasus dugaan korupsi dalam pengadaan mobil listrik telah ditentukan.

Dalam kasus ini, mantan Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Dahlan Iskan ditetapkan sebagai tersangka. Ia meyakini bahwa Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) berwenang dalam menghitung kerugian negara.

"Berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 31/PUU-X/2012 tanggal 23 Oktober 2012 ditegaskan untuk membuktikan korupsi, yang bisa menghitung BPK, BPKP, bahkan penyidik sendiri bisa kalau perkaranya simple," ujar Yulianto di kompleks Kejaksaan Agung, Jakarta, Senin (6/3/2017).

Pernyataan tersebut menyanggah anggapan pengacara Dajlan, Yusril Ihza Mahendra, dalam gugatan permohonannya di sidang praperadilan.

Yusril menganggap, hanya Badan Pemeriksa Keuangan yang berwenang menghitung kerugian negara sebagaimana tercantum dalam Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 4 Tahun 2016 yang isinya bahwa hanya BPK yang berwenang menghitung kerugian negara.

(Baca: Putusan MA Bukan Satu-satunya Bukti untuk Jerat Dahlan Iskan)

Yulianto mengatakan, SEMA sifatnya hanya mengikat pada internal MA, tidak untuk ke luar.

"Kami juga sudah koordinasi dengan BPK mengenai surat edaran tersebut," kata Yulianto.

Hingga tahun 2016, ada sekitar 2.429 kasus yang ditangani kejaksaan. Menurut dia, mustahil jika hanya BPK yang bisa mengaudit ribuan kasus itu, sementara penanganan kasus ada batas waktunya.

"Bagaimana BPK menanganinya dengan jumlah sumber daya terbatas. Itu bukti otentik dan dibenarkan putusan MA yang sudah inkracht," kata Yulianto.

Dalam kasus ini, Dahlan diduga menyalahgunakan wewenangnya dengan menunjuk langsung penyedia mobil listrik.

(Baca: Yusril: Dahlan Iskan Bukan Pelaku Utama Mobil Listrik)

Penetapan tersangka Dahlan salah satunya didukung dengan putusan kasasi Mahkamah Agung yang menyatakan terdakwa mantan Direktur PT Sarimas Ahmadi Pratama, Dasep Ahmadi bersama-sama melakukan korupsi dalam dakwaan primer.

Dalam dakwaan itu, nama Dahlan turut disebut. Namun, saat vonis pengadilan dijatuhkan, hakim saat itu menyatakan Dahlan tidak terbukti secara sah terlibat dalam korupsi pengadaan mobil listrik.

Hal tersebut kaarena  pengadaan 16 unit mobil listrik untuk konferensi APEC tersebut merupakan perjanjian yang disepakati oleh Dasep Ahmadi dan tiga perusahaan yang bersedia menjadi sponsor, yaitu PT PGN, PT BRI dan PT Pertamina.

Selain Dahlan dan Dasep, tersangka lain dalam kasus ini yaitu mantan Kepala Bidang Program Kemitraan dan Bina Lingkungan Kementerian BUMN Agus Suherman.

Kompas TV Jampidsus menetapkan mantan Menteri BUMN, Dahlan Iskan sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi pengadaan 16 mobil listrik. Sprindik kasus ini diterbitkan pada 26 Januari 2017 lalu. Namun hal ini dibantah oleh kuasa hukum Dahlan Iskan, bahwa belum ada informasi resmi terkait penetapan sebagai tersangka. Dalam kasus ini, sebelumnya Kejagung telah menetapkan 2 tersangka, yaitu mantan Direktur PT Sarimas, Ahmadi Pratama, Dasep Ahmadi, dan Mantan Kepala Bidang Program Kemitraan dan Bina Lingkungan Kementrian BUMN, Agus Suherman.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Nasional
Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Nasional
Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Nasional
Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Nasional
Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Nasional
Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Nasional
7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

Nasional
Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Nasional
Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Nasional
Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Nasional
BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

Nasional
Chappy Hakim: Semua Garis Batas NKRI Punya Potensi Ancaman, Paling Kritis di Selat Malaka

Chappy Hakim: Semua Garis Batas NKRI Punya Potensi Ancaman, Paling Kritis di Selat Malaka

Nasional
Prabowo Diminta Cari Solusi Problem Rakyat, Bukan Tambah Kementerian

Prabowo Diminta Cari Solusi Problem Rakyat, Bukan Tambah Kementerian

Nasional
Zulhas: Anggota DPR dan Gubernur Mana yang PAN Mintai Proyek? Enggak Ada!

Zulhas: Anggota DPR dan Gubernur Mana yang PAN Mintai Proyek? Enggak Ada!

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com