Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

“Lama-lama Pansus dan Hak Angket Jadi Isu Murahan”

Kompas.com - 12/02/2017, 20:07 WIB
Dani Prabowo

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Eksekutif Lingkar Madani Indonesia Ray Rangkuti mengkritik wacana yang dilontarkan Fraksi PKS di DPR untuk mengajukan angket lantaran Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama belum dinonakifkan. 

Basuki atau Ahok kini berstatus terdakwa kasus dugaan penodaan agama.

Menurut Ray, bukan kali ini saja DPR menggelontorkan wacana pengajuan hak angket terhadap pemerintah.

Sebelum ini, Fraksi Demokrat juga melakukan hal yang sama, setelah Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono merasa percakapannya dengan Ketua MUI Ma’ruf Amin disadap. Hingga kini, wacana yang digulirkan tidak berjalan.

“Lama-lama isu hak angket, pembentukan pansus, itu jadi barang murahan. Seharusnya, DPR itu harus menjaga marwahnya,” kata Ray di Jakarta, Minggu (12/2/2017).

Ia mengatakan, hak angket merupakan hak istimewa dan sakral yang dimiliki DPR. Kedudukannya, dinilai, satu level di atas rapat harian dan satu level di bawah pemakzulan terhadap presiden.

Karena itu, penggunaan hak angket seharusnya dilakukan dalam kondisi yang genting yang membuat Parlemen perlu mendapatkan jawaban tegas Pemerintah.

“Ketika bicara tentang angket, publik membaca ada sesuatu yang sangat serius di dalam kenegaraan. Nah (sekarang) ini mereka dengar angket itu seperti rapat biasa. Tidak ada sesuatu yang surprise,” kata dia.

Ia menambahkan, sebelum menggulirkan hak angket, ada baiknya DPR melakukan tahapan terlebih dahulu seperti meminta keterangan Menteri Dalam Negeri, Tjahjo Kumolo, untuk menjelaskannya.

Dari keterangan Mendagri itu, baru lah DPR dapat mengambil sikap apakah hak angket diperlukan atau tidak.

“Nah ini belum ada indikasi macam-macam sudah main angket saja,” ujarnya.

Wakil Ketua Komisi II Al Muzzammil Yusuf sebelumnya, menilai, DPR dapat menggunakan hak angket menyusul belum dinonaktifkannya Ahok.

Ia merujuk pada ketentuan Pasal 83 ayat (1), (2) dan (3) UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.

Dalam pasal itu dinyatakan, kepala daerah yang menjadi terdakwa dalam kasus dugaa tindak pidana korupsi, terorisme, makar, mengancam keamanan negara, atau perbuatan lain yang dapat memecah belah NKRI dengan ancaman hukuman paling singkat lima tahun, diberhentikan sementara.

(Baca: Politisi PKS Sebut DPR Bisa Ajukan Hak Angket jika Ahok Tak Nonaktif)

Setidaknya, kata dia, ada dua faktor yang membuat Ahok layak diberhentikan sementara. Pertama, status Ahok yang kini sebagai terdakwa di PN Jakarta Utara.

Kedua, Ahok didakwa dengan Pasal 156 a dan 156 KUHP tentang penodaan agama dengan ancaman hukuman lima dan empat tahun penjara.

“Sudah cukup bukti dan dasar hukum bagi Presiden untuk memberhentikan sementara BTP dari jabatan Gubernur DKI,” kata Al Muzzammil dalam keterangan tertulis yang diterima awak media, Minggu (12/2/201).

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 14 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 14 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Soal Prabowo Tak Ingin Diganggu Pemerintahannya, Zulhas: Beliau Prioritaskan Bangsa

Soal Prabowo Tak Ingin Diganggu Pemerintahannya, Zulhas: Beliau Prioritaskan Bangsa

Nasional
Kemendesa PDTT Apresiasi Konsistensi Pertamina Dukung Percepatan Pertumbuhan Ekonomi Masyarakat Wilayah Transmigrasi

Kemendesa PDTT Apresiasi Konsistensi Pertamina Dukung Percepatan Pertumbuhan Ekonomi Masyarakat Wilayah Transmigrasi

Nasional
Pospek Kinerja Membaik, Bank Mandiri Raih Peringkat AAA dengan Outlook Stabil dari Fitch Ratings

Pospek Kinerja Membaik, Bank Mandiri Raih Peringkat AAA dengan Outlook Stabil dari Fitch Ratings

Nasional
Refly Harun Anggap PKB dan Nasdem 'Mualaf Oposisi'

Refly Harun Anggap PKB dan Nasdem "Mualaf Oposisi"

Nasional
Berharap Anies Tak Maju Pilkada, Refly Harun: Levelnya Harus Naik, Jadi 'King Maker'

Berharap Anies Tak Maju Pilkada, Refly Harun: Levelnya Harus Naik, Jadi "King Maker"

Nasional
Perkara Besar di Masa Jampidum Fadil Zumhana, Kasus Sambo dan Panji Gumilang

Perkara Besar di Masa Jampidum Fadil Zumhana, Kasus Sambo dan Panji Gumilang

Nasional
Refly Harun: Anies Tak Punya Kontrol Terhadap Parpol di Koalisi Perubahan

Refly Harun: Anies Tak Punya Kontrol Terhadap Parpol di Koalisi Perubahan

Nasional
Verifikasi Bukti Dukungan Calon Kepala Daerah Nonpartai, Warga Akan Didatangi Satu-satu

Verifikasi Bukti Dukungan Calon Kepala Daerah Nonpartai, Warga Akan Didatangi Satu-satu

Nasional
Indonesia Dorong Pemberian Hak Istimewa ke Palestina di Sidang PBB

Indonesia Dorong Pemberian Hak Istimewa ke Palestina di Sidang PBB

Nasional
Beban Melonjak, KPU Libatkan PPK dan PPS Verifikasi Dukungan Calon Kepala Daerah Nonpartai

Beban Melonjak, KPU Libatkan PPK dan PPS Verifikasi Dukungan Calon Kepala Daerah Nonpartai

Nasional
Peran Kritis Bea Cukai dalam Mendukung Kesejahteraan Ekonomi Negara

Peran Kritis Bea Cukai dalam Mendukung Kesejahteraan Ekonomi Negara

Nasional
Refly Harun Ungkap Bendera Nasdem Hampir Diturunkan Relawan Amin Setelah Paloh Ucapkan Selamat ke Prabowo

Refly Harun Ungkap Bendera Nasdem Hampir Diturunkan Relawan Amin Setelah Paloh Ucapkan Selamat ke Prabowo

Nasional
UU Pilkada Tak Izinkan Eks Gubernur Jadi Cawagub, Wacana Duet Anies-Ahok Buyar

UU Pilkada Tak Izinkan Eks Gubernur Jadi Cawagub, Wacana Duet Anies-Ahok Buyar

Nasional
Jemaah Haji Tak Punya 'Smart Card' Terancam Deportasi dan Denda

Jemaah Haji Tak Punya "Smart Card" Terancam Deportasi dan Denda

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com