JAKARTA, KOMPAS.com — Peneliti Pusat Studi Islam dan Kenegaraan Indonesia, Arif Susanto, menilai, "persinggungan politik" antara Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono dan Presiden Joko Widodo bukan kali ini saja terjadi.
Tercatat, sudah lima kali keduanya saling bersinggungan.
"Pertama, saat 'Tour de Java SBY' pada sekitar Maret 2016. SBY mengkritik pemerintah yang menghambur-hamburkan anggaran untuk infrastruktur," kata Arif saat diskusi bertajuk "Bila SBY Minta Bertemu Jokowi: Nunggu Lebaran, Kali!" di Jakarta, Senin (6/2/2017).
Kritik SBY, kata Arif, dibalas Jokowi secara simbolis. Mantan Gubernur DKI Jakarta itu lantas pergi ke Kompleks Hambalang di Bogor, Jawa Barat.
Jokowi datang untuk melihat langsung proyek mangkrak pada era kepresidenan SBY, yang kini kasusnya tengah diusut Komisi Pemberantasan Korupsi.
(Baca: Istana: Presiden Jokowi ke Hambalang Bukan untuk Balas SBY)
Persinggungan selanjutnya, menurut Arif, yakni keputusan Komisi Informasi Publik (KIP) yang meminta agar dokumen tim pencari fakta kasus pembunuhan aktivis HAM Munir dibuka.
Ketika itu, pemerintahan Jokowi mengaku tidak memiliki dokumen tersebut. SBY kemudian mengirim salinan dokumen TPF kasus Munir, tetapi Jokowi belum juga membuka isi dokumen.
(Baca: Polemik Dokumen Laporan TPF Munir, Ini Kata SBY)
"Ketiga adalah terkait aksi 4/11 termasuk kemudian memunculkan reaksi Ibu Ani yang menyatakan tidak ada DNA penyebab kebencian dan kerusuhan pada kekuasaan SBY,” ujarnya.
"Keempat adalah isu hoax, terutama dipicu oleh kicauannya SBY waktu itu, yang sebut seolah ada perkubuan antara Istana dan rakyat, dan mereka yang lemah pada sisi lain," kata Arif.
(Baca: Tanggapi Kicauan SBY, Jokowi: Kita Harus Bangun Budaya Sopan dan Santun)
Yang terakhir terkait isu dugaan penyadapan yang dilontarkan SBY dalam pernyataan kepada awak media, pekan lalu.
Pernyataan itu disampaikan menanggapi pernyataan terdakwa Basuki Tjahaja Purnama dan kuasa hukumnya pada sidang kasus dugaan penodaan agama.
Saat itu, tim kuasa hukum Ahok menanyakan soal percakapan Ketua MUI Ma'ruf Amin sebagai saksi dengan SBY. Pernyataan kuasa hukum Ahok yang menyebut soal isi percakapan dan jam pembicaraan menyebabkan kecurigaan adanya penyadapan.
Arif menilai, persinggungan politik secara terbuka antara Jokowi dan SBY merupakan hal yang kurang elok. Pasalnya, perseteruan semacam itu merupakan hal yang tidak lazim terjadi di dalam negara demokratis.