JAKARTA, KOMPAS.com - Deputi Koordinator Indonesia Corruption Watch (ICW) Ade Irawan mengatakan, selain Aparatur Sipil Negera (ASN) dan kepala daerah, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) perlu mendapat sorotan terkait jual beli jabatan.
Hal itu disampaikan Ade menanggapi riset Madrasah Antikorupsi Pemuda Muhammadiyah yang mengungkap bahwa potensi suap jual beli jabatan mencapai Rp 44,37 triliun.
(Baca: Anggota Komisi II Sebut Jual Beli Jabatan Lahirkan ASN Berjiwa Pemeras)
"Dalam beberapa kasus, DPRD berperan sebagai calo. Mereka bisa titip, mereka juga bisa minta jatah," kata Ade di gedung PP Muhammadiyah, Jakarta, Senin (23/1/2017).
Namun, Ade tidak menjelaskan lebih jauh peranan DPRD dalam praktik jual beli jabatan.
Selain kepala daerah definitif, menurut Ade, Pelaksana tugas (Plt) kepala daerah yang menjabat saat kepala daerah definitif mengambil cuti, memilik potensi dalam jual beli jabatan.
Pasalnya, kini Plt memiliki kewenangan untuk mengisi dan mengganti ASN setelah mendapatkan persetujuan tertulis dari Menteri Dalam Negeri.
Ketentuan itu tercatat dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 74 Tahun 2016 tentang Cuti di Luar Tanggungan Negara bagi Kepala Daerah.
(Baca: Pemuda Muhammadiyah: Potensi Suap Jual Beli Jabatan Capai Rp 44 T)
Ade menyebutkan, pengangkatan dan mutasi eselon II hingga eselon IV harus dilaporkan kepada Komisi Aparatur Sipil Negera (KASN). Namun, kata dia, beberapa Plt tidak melaporkan hal itu.
"Di aturan memungkinkan. Plt ini dia kan tidak sendirian. Dia pasti akan kerja sama dengan DPRD. Plt mendekat ke DPRD atau DPRD yang perlihatkan kedekatannya ke Plt untuk yakinkan bahwa dia punya pengaruh," ucap Ade.
Penjual jabatan, lanjut Ade bisa memiliki dua keuntungan sekaligus. Selain uang, penjual jabatan akan mendapatkan kepatuhan dari ASN yang membeli jabatan.
"Jual beli jabatan mahar birokrasi untuk politisi. Jual beli jabatan itu tidak bayar lalu selesai. Itu cuma investasi awal. Yang kemudian birokasi itu kan patron kepada orang yang menempatkan dia. Kemudian diikuti setoran berikutnya ketika dia berkuasa," ujar Ade.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.