JAKARTA, KOMPAS.com – Bentrokan antara dua organisasi kemasyarakatan (ormas) Front Pembela Islam (FPI) dan Gerakan Masyarakat Bawah Indonesia (GMBI) seusai pemeriksaan pimpinan FPI Rizieq Shihab di Kapolda Jawa Barat dinilai meresahkan masyarakat.
Sosiolog Universitas Gadjah Mada (UGM), Arie Sujito mengatakan, bukan kali itu saja tindakan pelanggaran hukum oleh ormas terjadi di Indonesia.
Fenomena tersebut dinilai Arie ibarat gunung es yang dasarnya terpendam. Bentrokan antara dua ormas itu dinilai merepresentasikan realitas keberadaan ormas pelanggar hukum yang menjamur di Indonnesia.
Di beberapa demonstrasi, ormas juga kerap menyuarakan ujaran kebencian. Tak jarang ujaran kebencian yang disuarakan mengandung SARA.
Arie menilai keberadaan ormas dalam sebuah negara demokrasi merupakan suatu kewajaran. Sebab, negara demokrasi menjamin seutuhnya hak berserikat dan menyatakan pendapat.
Persoalannya, menurut Arie, kebebasan tersebut dimanfaatkan oleh ormas yang kemudian tidak bertanggung jawab.
Padahal, keberadaan ormas dalam negara demokrasi semestinya berfungsi untuk memberi masukan kepada pemerintah agar jalannya roda pemerintahan sesuai dengan harapan rakyat.
"Tapi yang terjadi sekarang justru salah kaprah, ormas anarkistis tersebut justru meresahkan masyarakat, bukan memberi masukan kepada pemerintah sesuai rel yang semestinya untuk kepentingan masyarakat," kata Arie saat dihubungi Kompas.com, Selasa (17/1/2017) malam.
Hal itu diperparah dengan ketidaktegasan polisi dalam menindak mereka. Padahal, polisi memiliki kewenangan yang dijamin negara untuk menindak ormas apapun yang terbukti melanggar hukum.
Ketidaktegasan itu, kata Arie, yang akhirnya menjadi semacam pembiaran bagi ormas-ormas tersebut untuk semakin melanggar hukum.
Arie melanjutkan, di saat seperti inilah negara dituntut kehadiraannya untuk menindak mereka. Negara melalui seluruh alatnya, wajib menindak tegas mereka demi menciptakan iklim demokrasi tanpa anarkisme.
"Saat ini memang masyarakat terlihat diam dalam menyikapi keberadaan ormas-ormas itu. Tapi siapa tahu diamnya itu suatu saat bisa berubah menjadi amarah yang sama. Karena itu negara wajib bertindak tegas saat ini juga, jika tidak demokrasi kita terancam," kata Arie.
Ia menambahkan, jika saat ini juga negara bertindak tegas terhadap ormas yang melanggar hukum, pastinya akan mendapat dukungan penuh dari masyarakat yang sudah merasa resah.
Dengan demikian, setiap tindak tanduk negara dalam upaya penertiban justru dinilai sebagai upaya penegakan hukum yang menjamin terciptanya iklim demokrasi yang kondusif, bukan tindakan memberangus kebebasan berekspresi.
"Negara dengan semua aparatnya harus segera turun menyelesaikan persoalan ini. Dari segi hukum, polisi harus berani menindak. Begitu pula jika terbukti melanggar administrasi, ya dibubarkan saja. Kalau tak melanggar ya terus dibina," tutur Arie.
"Dengan demikian, ormas akan kembali pada relnya, memberi masukan terhadap jalannya proses pembangunan, bukan justru menganggu proses pembangunan masyarakat dengan tindakan anarkistisnya," kata dia.