Oleh: Johnny TG
Tidak ada yang pernah mengira bahwa kunjungan Perdana Menteri Jepang Kakuei Tanaka di Jakarta, 14-17 Januari 1974, bakal menghiasi catatan sejarah perjalanan negeri ini.
Perang Timur Tengah dan boikot minyak Arab yang memukul Jepang tepat di jantung produksi dan usaha dagangnya membuat Jepang merasa perlu mendapatkan teman-teman baru di kawasan Asia Tenggara (Kompas, 8/1/1974, halaman 1).
PM Tanaka bersama anggota kabinetnya segera melakukan safari diplomatik. Selama 11 hari, Tanaka mengunjungi Manila, Bangkok, Singapura, Kuala Lumpur, dan Jakarta.
Senin (14/1) sekitar pukul 19.45, pesawat Super DC-JAL warna putih yang membawa Tanaka mendarat di Pelabuhan Udara Internasional Halim Perdanakusuma, Jakarta.
Di atas karpet merah, Presiden Soeharto dan Wakil Presiden Sultan Hamengku Buwono IX menyambut Tanaka dan putrinya, Makiko.
Ratusan mahasiswa sambil membawa poster kecaman sudah menunggu di luar kompleks Halim. Isi protesnya menolak Jepang mendominasi ekonomi di Indonesia.
Demonstrasi besar berlanjut keesokan harinya, Selasa (15/1), yang lalu dikenal dengan nama Malari (Malapetaka Lima Belas Januari). Kegiatan ekonomi di Jakarta lumpuh.
Menhankam/Pangab Jendral TNI M Panggabean, Pangkopkamtib Jendral TNI Soemitro, dan Menteri Luar Negeri Adam Malik turun ke jalan, berdialog dengan demonstran.
Untuk mempercepat penanganan, Pelaksana Khusus (Laksus) Pangkopkamtib DKI Jakarta Raya Mayor Jenderal GH Mantik, sejak 15 Januari, memberlakukan jam malam, pukul 18.00- pukul 06.00 untuk daerah Jakarta Raya dan sekitarnya.
Semua sekolah, mulai dari SD hingga perguruan tinggi diliburkan mulai 16 Januari. Belasan rencana perayaan pernikahan ditunda, diundur, pindah tempat, sampai diganti dengan pernikahan tamasya, termasuk resepsi pernikahan putra sulung Ketua Mahkamah Agung Prof Oemar Seno Adji SH yang awalnya hari Sabtu (19/1) petang diundur menjadi Minggu (20/1) siang.
Situasi ini memunculkan rencana dialog antara Tanaka dan perwakilan mahasiswa di Bina Graha, Rabu (16/1) pukul 09.00.
Dari Universitas Indonesia diwakili Hariman Siregar, Yudil Herry, dan Slamet Rahardjo beserta 15 mahasiswa dari beberapa universitas.
Namun, dialog itu dibatalkan tanpa alasan yang jelas. Keadaan Jakarta Raya mulai normal pada Kamis (17/1) pagi.
Jalan raya kembali dipadati kendaraan bermotor seiring menggeliatnya aktivitas ekonomi.