JAKARTA, KOMPAS.com - Koalisi Masyarakat Sipil Antikorupsi meminta Kepala Polri Jenderal Pol Tito Karnavian membatalkan surat KS/BP-211/XII/2016/DIVPROPAM.
Surat tersebut menginstruksikan lembaga penegak hukum, yakni KPK, kejaksaan dan pengadilan yang akan melakukan pemanggilan anggota Polri, melakukan penggeledahan, penyitaan dan memasuki lingkungan Markas Komando Polri harus seizin Kapolri.
"Kapolri sebaiknya membatalkan telegram ini," ujar Peneliti Divisi Hukum dan Monitoring Peradilan ICW, Lalola Easter di Kantor ICW, Kalibata, Jakarta Selatan, Senin (19/12/2016).
(baca: Penggeledahan Anggota Polisi Harus Seizin Kapolri, Ini Kata KPK)
Menurut Lalola, terbitnya surat tersebut justru akan menimbulkan kesan bahwa Kapolri tidak mendukung upaya pemerintah yang sedang gencar memberantas korupsi.
"Ini perlu dilakukan agar tetap menempatkan Polri sebagai institusi yang propemberantasan korupsi dan tidak terkesan berupaya melindungi anggotanya yang patut diduga terlibat dalam tindak pidana termasuk korupsi," kata dia.
Sementara itu, Ketua Divisi Advokasi Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Bahrain menilai, saat ini publik menaruh harapan besar kepada Kapolri.
(baca: ICW Pertanyakan Dasar Hukum Aturan Penggeledahan Harus Seizin Kapolri)
Terlebih, setelah berhasil mengendalikan massa dalam aksi super damai pada 2 Desember 2016 lalu.
Dengan adanya surat tersebut, lanjut Bahrain, maka akan memengaruhi kepercayaan publik terhadap Tito dan lembaga kepolisian.
"Harusnya kepercayaan masyarakat kepada Polri harus dijaga, jangan malah dirusak. Siapa yang bisa menjaga jutaan rakyat menangani aksi damai? Faktanya kan Tito itu telah berhasil mengamankan aksi itu. Kami apresiasi itu, tapi sekarang malah ada hal negatif ini," ujarnya.
Sebelumnya, Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Kombes Rikwanto mengatakan, arahan tersebut sebenarnya sudah lama berlaku.
(baca: Rikwanto Tegaskan Penggeledahan Anggota Polisi Harus Seizin Kapolri)
Namun, baru belakangan kembali ditegaskan oleh Polri bahwa harus ada izin Kapolri untuk penggeledahan anggota kepolisian.
Dengan demikian, setiap penggeledahan anggota Polri tersebut harus ada pendampingan oleh Divisi Propam atau Divisi Hukum Polri.
"Karena ada beberapa kejadian yang langsung (geledah), dampaknya ke organisasi. Muncul pertanyaan anggota Polri gini-gini di media, kok kita gak tahu ada masalah," kata Rikwanto.
Surat tersebut ditembuskan ke Kapolri, Irwasum Polri, dan para Kapolda. Dalam surat dituliskan bahwa apabila ada tindakan hukum geledah, sita, dan masuk ruangan Mako Polri oleh penegak hukum, KPK, Kejaksaan, pengadilan, agar melalui izin Kapolri atau Kabid Propam Polda terkait.
"KS ini bersifat arahan dan penunjuk untuk dipedomani dalam pelaksanaan tugas." bunyi surat itu.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.